Jelang Lebaran, Petani Jambi Terpukul Anjloknya Harga Buah Sawit
Larangan ekspor minyak sawit dan bahan minyak sawit memukul harga jual buah sawit petani. Meskipun ekspor minyak sawit mentah (CPO) tidak dilarang, buah sawit petani merosot lebih dari Rp 2.000 per kilogram.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Setengah juta keluarga petani sawit di Jambi menyambut masa Lebaran dalam situasi harga buah sawit yang terus merosot. Harga tandan buah sawit menyentuh Rp 1.100 per kilogram dari sebelumnya Rp 3.600 per kg hanya dalam empat hari.
Padahal, ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) tidak dilarang. Namun, larangan pemerintah soal ekspor minyak goreng dan bahan minyak goreng turut memukul harga jual buah sawit petani. ”Hanya empat hari terakhir setelah pidato presiden, harga di tingkat petani merosot Rp 2.500 per kilogram,” ujar Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Jambi Kasriwandi, Selasa (26/4/2022).
Meskipun ekspor CPO tidak dilarang pemerintah, kenyataannya di lapangan, 79 pabrik pengolahan sawit di Jambi serentak menurunkan harga belinya ke pengepul dan kelompok petani. Dari seluruh pabrik di provinsi itu, harga beli tertinggi di angka Rp 1.900 per kg. ”Bahkan, ada pabrik yang hanya mau membeli buah sawit di harga Rp 1.400 per kg,” katanya.
Para petani gelisah karena pabrik-pabrik pengolahan di Jambi mematok harga sepihak. Di tingkat petani, harga sawit menyentuh hingga Rp 1.100 per kg.
Harga beli pabrik bahkan jauh lebih rendah dibandingkan harga acuan TBS yang ditetapkan bersama para pemangku kepentingan sektor sawit di Jambi. Harga acuan TBS masih Rp 3.600 per kg, berlaku hingga Kamis mendatang.
Terkait kondisi itu, kata Kasriwandi, para petani meminta agar larangan ekspor minyak goreng dan bahan minyak goreng tak sampai menimbulkan spekulasi harga di pasar. Para pelaku pasar sudah tahu bahwa larangan ekspor terbatas pada produk yang termasuk pada RBD palm olein dan minyak goreng. RBD (refined, bleached, deodorized) palm olein merupakan salah satu hasil olahan minyak sawit mentah (CPO) dan merupakan bahan baku minyak goreng sawit.
Sebelum jadi RBD olein, CPO diolah menjadi refined palm oil (RPO). Adapun ekspor CPO tak dilarang atau dibatasi.
Keluarnya aturan baru telah memunculkan spekulasi harga yang berefek besar bagi petani. Apalagi, saat ini para petani membutuhkan pendapatan lebih untuk menyambut perayaan Lebaran.
Petani dan pengepul sawit di wilayah Muaro Jambi, Edwar (40), mengatakan, turunnya harga buah sawit disesalkan karena terjadi di saat panen raya. Selama awal tahun ini, tanaman sawit dilanda masa trek (masa produksi buah menurun karena faktor cuaca).
Sejak Maret lalu, produksi buah kembali normal dan kini bahkan memasuki masa produksi maksimal. Dengan situasi harga yang terus turun, para petani dilanda kekhawatiran. ”Jangan sampai penurunannya semakin parah," katanya.
Jangan sampai penurunannya semakin parah.
Di Jambi, luas perkebunan sawit mencapai 1,1 juta hektar. Dari luasan itu, baru ada dua pabrik yang mengolah sawit menjadi minyak goreng. Sebanyak 79 pabrik lainnya mengolah buah sawit menjadi minyak sawit mentah untuk diekspor melalui Medan dan Batam. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, nilai ekspor minyak sawit asal Jambi pada Februari 2022 mencapai Rp 17,6 miliar.
Pengamat ekonomi dari Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Provinsi Jambi, Usman Ermulan, meminta agar aturan soal larangan ekspor diperjelas atau kalau perlu dicabut agar tidak memunculkan spekulasi harga di pasaran. Merosotnya harga buah sawit telah memukul setengah juta keluarga petani sawit yang dalam hari-hari ini akan menyambut Idul Fitri.