Tingginya harga minyak mentah berdampak pada naiknya penerimaan negara dari hulu migas. Masih ada masalah produksi migas yang belum mencapai target.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerimaan hulu minyak dan gas bumi pada triwulan I-2022 naik menjadi 4,36 miliar dollar AS atau setara Rp 62 triliun dibandingkan periode yang sama tahun 2021 sebesar 3,29 miliar dollar AS. Kenaikan tersebut dipengaruhi lonjakan harga minyak mentah dunia yang kini di atas 100 dollar AS per barel.
Dalam paparan kinerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) triwulan I-2022, Jumat (22/4/2022), Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, keseluruhan hasil penjualan minyak dan gas bumi (migas) pada periode tersebut mencapai 9,42 miliar dollar AS.
Dari total hasil penjualan migas itu, yang menjadi bagian dari penerimaan negara 4,36 miliar dollar AS (46,3 persen), bagian kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) 3,36 miliar dollar AS (38,9 persen), dan sisanya dialokasikan untuk pembiayaan cost recovery. ”Kami bersyukur, di tengah kenaikan harga minyak mentah dunia yang berimbas pada naiknya biaya operasi, kami masih bisa melakukan efisiensi pada beberapa hal, seperti pengadaan rig pengeboran sehingga berdampak positif terhadap penerimaan negara,” ujar Dwi.
Berdasarkan data SKK Migas, pada triwulan I-2022, pengeboran sumur eksplorasi sebanyak lima sumur. Kemudian, untuk pengeboran sumur pengembangan mencapai 162 sumur. Selanjutnya, kegiatan kerja ulang sumur (workover) mencapai 146 pekerjaan, serta untuk perawatan sumur (well service) mencapai 7.265 kegiatan.
Dwi menambahkan, momentum harga minyak tinggi diperkirakan bakal berlangsung lebih lama karena pulihnya ekonomi sejumlah negara dari pandemi. Konflik bersenjata Rusia-Ukraina juga turut mendorong kenaikan harga mentah mentah dunia. Diperkirakan harga rata-rata minyak dunia pada kurun 2022- 2023 akan berada di kisaran 100 dollar AS per barel.
Berdasarkan laman Bloomberg hingga Jumat sore, harga minyak mentah jenis Brent dijual 106 dollar AS per barel. Padahal, dalam asumsi APBN 2022, harga minyak mentah Indonesia (ICP) dipatok 63 dollar AS per barel. Pada awal Maret, harga Brent menyentuh level 139 dollar AS per barel.
Diperkirakan harga rata-rata minyak dunia pada kurun 2022- 2023 akan berada di kisaran 100 dollar AS per barel.
”Kami terus berkoordinasi dengan KKKS untuk segera merealisaikan program kerja lebih cepat. Langkah tersebut sebagai upaya mendorong peningkatan realisasi investasi yang pada triwulan I-2022 baru mencapai 2,1 miliar dollar AS. Momentum harga minyak yang tinggi dapat memberikan imbal hasil investasi dan keekonomian bagi KKKS yang lebih besar serta pemasukan negara yang semakin tinggi,” kata Dwi.
Kendati penerimaan negara dari sektor hulu migas pada triwulan I-2022 meningkat secara tahunan, kinerja dari segi produksi menjadi catatan. Menurut data SKK Migas, produksi siap jual (lifting) minyak di triwulan I-2022 adalah 611.700 barel per hari. Jumlah itu hanya 87 persen dari target APBN yang 703.000 barel per hari.
Adapun lifting gas bumi di periode yang sama sebanyak 5.321 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau baru 92 persen dari target APBN 2022.
Manfaatkan momentum
Pengamat ekonomi energi dari Universitas Padjadjaran, Bandung, Yayan Satyakti, saat dihubungi, Jumat, mengatakan, jika tak ada perubahan drastis dari konflik Rusia-Ukraina, beberapa bulan ke depan, harga minyak diperkirakan masih di atas 100 dollar AS per barel. Menurut dia, hal tersebut menjadi kabar baik bagi sektor hulu migas sekaligus momentum yang harus dimanfaatkan.
”Artinya, pemerintah harus membuka keran investasi. Harus cepat dibuka dan jangan sampai banyak halangan, misalnya terkait penerapan teknologi pengurasan minyak tingkat lanjut (enhanced oil recovery/EOR). Bisa juga memberi kemudahan- kemudahan dalam implementasi untuk pencapaian peningkatan lifting migas. Mudah-mudahan bisa (tercapai) 1 juta barel per hari,” kata Yayan.
Yayan sekaligus mengingatkan bahwa saat ini Indonesia merupakan negara pengimpor bersih (net importer) minyak lantaran konsumsi lebih tinggi daripada produksi dalam negeri. Naiknya penerimaan dari hulu migas sebaiknya bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk investasi, seperti pembangunan kilang minyak.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, naiknya penerimaan dari sektor hulu migas semata-mata disebabkan turut naiknya ICP. Pada Maret 2022, ICP menjadi 113,5 dollar AS per barel. Padahal, asumsi APBN hanya 63 dollar AS per barel.
”Seandainya produksi minyak dapat melampaui atau sesuai target, tentu penerimaan negara akan lebih tinggi lagi. Namun bagaimanapun, peningkatan penerimaan negara tetap menjadi hal positif,” ucap Komaidi.
Ia mengingatkan, kendati penerimaan negara dari sektor migas bertambah lantaran tingginya harga minyak mentah dunia, pengeluaran untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM) juga tinggi. Kenaikan penerimaan tersebut seakan-akan kurang bermakna lantaran habis untuk menutup selisih harga keekonomian BBM dengan harga jual eceran.