Pembangunan Tol Capai 1.900 Kilometer, Presiden Singgung Masalah Pembiayaan Selanjutnya
Presiden Jokowi menuturkan, dalam 7 tahun terakhir jalan tol sepanjang 1.900 kilometer dibangun. Sebelumnya, selama 40 tahun baru dibangun 780 kilometer. Keberadaan INA diharapkan mengatasi pembiayaan pembangunan tol.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selama berpuluh tahun pembangunan infrastruktur di Indonesia dihadapkan pada masalah pembiayaan. Ada ketergantungan terhadap anggaran pendapatan dan belanja negara serta keuangan yang dimiliki badan usaha milik negara.
Ketika diserahkan kepada swasta, hal itu pun tidak berjalan dengan baik. Padahal, di sisi lain, infrastruktur memiliki dampak ikutan besar.
Presiden Joko Widodo menuturkan, dalam kurun waktu empat puluh tahun lebih, Indonesia membangun jalan tol sepanjang 780 kilometer. Selanjutnya, pada tahun 2014, pemerintah mendorong agar semua jalan tol, baik Trans-Jawa, Trans-Sumatera, maupun beberapa di Kalimantan serta Sulawesi, segera tersambung.
”Saya enggak tahu sampai terakhir hari ini, Pak Menteri PU (PUPR), sudah berapa kilometer yang dibangun dalam tujuh tahun ini? 1.900 kilometer. Yang sebelumnya, 40 tahun, 780 kilometer,” kata Presiden Jokowi saat memberikan sambutan pada acara Penandatanganan Perjanjian Induk antara Indonesia Investment Authority (INA) dengan Hutama Karya dan Konfirmasi Dimulainya Transaksi dengan Waskita Karya-Waskita Toll Road di Jakarta, Kamis (14/4/2022).
Saya enggak tahu sampai terakhir hari ini, Pak Menteri PU (PUPR), sudah berapa kilometer yang dibangun dalam tujuh tahun ini? 1.900 kilometer. Yang sebelumnya, 40 tahun, 780 kilometer.
Presiden Jokowi menuturkan dirinya melihat bahwa hal yang selalu menjadi problem adalah pembiayaan. ”Tidak mencari alternatif-alternatif pembiayaan. Ketergantungan pada APBN. Ketergantungan pada keuangan yang dimiliki oleh BUMN-BUMN kita, atau diserahkan kepada swasta yang ternyata dalam sekian tahun juga tidak berjalan dengan baik,” ujarnya.
Menimbang arti penting infrastruktur berikut dampak ikutannya, INA pun dimunculkan untuk memberikan alternatif skema pembiayaan infrastruktur yang sebelumnya tidak terpikirkan. ”Dan hari ini, saya sangat senang, telurnya pecah. Sudah ditandatangani tadi, nilainya kurang lebih Rp 39 triliun,” kata mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Menurut Presiden Jokowi, hal tersebut akan memberikan efek kepercayaan dari domestik ataupun internasional terhadap cara-cara pengelolaan atau manajemen keuangan Indonesia. Tata kelola yang ada di INA pun nantinya diharapkan betul-betul dapat menumbuhkan sebuah kepercayaan dari internasional ataupun domestik sehingga banyak investasi yang akan masuk lewat lembaga tersebut.
”INA bisa nanti bekerja sama dengan BUMN ataupun swasta yang kita harapkan akan memberikan efek ekonomi terhadap negara kita. Saya senang karena membayangkan yang namanya jalan tol, Trans-Sumatera dari Lampung sampai ke Aceh, (sepanjang) 2.900 kilometer, kalau ngitung-ngitung biayanya, per kilometer Rp 90 miliar sampai Rp 110 miliar, kebutuhan anggarannya berapa? Gede sekali,” kata Presiden Jokowi.
Skema atau model pembiayaan melalui INA tersebut akan terus dikembangkan. ”Kepercayaan itu akan muncul setelah telur ini pecah. Insya Allah akan semakin besar investor-investor yang akan masuk ke Indonesia lewat INA. Bukan hanya jalan tol, tetapi untuk proyek-proyek besar yang akan memberikan efek ekonomi terhadap negara kita,” katanya.
Chief Executive Officer (CEO) INA Ridha Wirakusumah mengatakan, tahun ini INA memulai dengan menandatangani perjanjian kerja sama investasi antara INA dengan Hutama Karya dan Waskita Karya. Kerja sama ini akan mencakup investasi di Trans-Sumatera dan Trans-Jawa.
”Investasi ini sebetulnya sudah dipersiapkan hampir satu tahun, di mana dengan investasi kami ini, kami berharap Hutama Karya bisa melanjutkan tugas dan misinya untuk meneruskan pembangunan di Trans-Sumatera dan Waskita (Karya) di Trans-Jawa,” kata Ridha.
Menurut Ridha, masih banyak rencana INA pada tahun 2022 ke depan, termasuk di proyek jalan tol ini. Ada juga rencana untuk melakukan kerja sama di proyek pelabuhan, geotermal, layanan kesehatan, dan beberapa proyek lainnya.
”Jadi, kelihatannya tahun ini mungkin akan ada beberapa proyek yang kami bisa investasikan, untuk supaya bisa juga membantu pembangunan Indonesia secara sustainable (berkelanjutan),” kata Ridha.
Pembebasan lahan
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpendapat, masalah utama pembangunan jalan tol di Indonesia bukan soal pembiayaan. Sebanyak 40 persen adalah masalah pembebasan lahan yang rumit dan kompleks karena dapat dimiliki orang yang berbeda-beda.
”Biaya pembebasan lahan juga cenderung mahal, apalagi rencana pembangunan sudah bocor ke spekulan tanah. Kemudian soal tumpang tindih regulasi dan peran aktif pemerintah daerah yang juga masih lemah,” ujar Bhima.
Biaya pembebasan lahan lahan juga cenderung mahal, apalagi rencana pembangunan sudah bocor ke spekulan tanah. Kemudian soal tumpang tindih regulasi dan peran aktif pemerintah daerah yang juga masih lemah.
Adapun terkait pendanaan, menurut Bhima, masalahnya terletak pada pengembalian investasi jalan tol yang dianggap kurang menarik. Ketika tarif tolnya mahal, jumlah kendaraan, khususnya kendaraan pengangkut logistik, sedikit sekali, sehingga utilitasnya rendah. ”Sementara ketika tarif terlalu rendah, biaya operasional jalan tol tidak bisa ditutup, apalagi pengembalian investasi awalnya sangat panjang,” kata Bhima.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menuturkan, masalah pembiayaan memang salah satu problem terbesar dalam pembangunan jalan tol. Namun, selain itu, juga ada sejumlah kendala besar lain, seperti pembebasan lahan.
”(Hal) yang perlu diperhatikan dengan keberadaan INA, saya rasa bukan hanya apakah pembiayaan cukup ataupun pembangunan fisik jalan tol dapat diselesaikan, tetapi juga dari sisi kemanfaatan jalan tol itu sendiri,” kata Faisal.
Menurut Faisal, salah satu hal yang memengaruhi kemanfaatan itu adalah tingkat tarif dan sistem tarif. Keberadaan jalan tol diharapkan memperlancar arus penumpang dan juga arus barang. Tingkat tarif yang terlalu tinggi, khususnya bagi angkutan kargo, membuat pemanfaatan jalan tol untuk angkutan kargo dan kelancaran logistik jadi rendah.