Kinerja emiten perkebunan sawit di triwulan I-2022 dinilai belum bisa mencerminkan kinerja tahun ini. Kenaikan harga CPO dianggap tidak selamanya sejalan dengan kinerja emiten perkebunan kelapa sawit.
Oleh
JOICE TAURIS SANTI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan harga komoditas tidak selamanya mendukung kinerja perusahaan karena ada kenaikan biaya. Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil yang terus naik, misalnya, ternyata diikuti dengan kenaikan harga pupuk sehingga selisih antara pendapatan dan ongkos produksi tetap tipis.
Harga minyak sawit mentah (CPO) di bursa Malaysia berkisar 6.177 ringgit per ton pada Rabu (13/4/2022). Harga CPO sempat mencapai 6.249 ringgit per ton. Menurut Santosa, Presiden Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk, emiten perkebunan kelapa sawit, walaupun ada kenaikan harga, tingkat ketidakpastian di pasar pada tahun ini justru lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu.
”Harga CPO naik, tetapi biaya kita juga ikut naik. Kami sudah menghitung, harga pupuk saat ini naik 75-80 persen. Jadi, selisih kenaikan pendapatan dan biaya juga akan tipis. Hasil kinerja pada triwulan I-2022 belum tentu menjadi refleksi untuk sepanjang tahun 2022,” kata Santosa dalam paparan publik, Rabu (13/4/2022).
Selain kenaikan biaya produksi, Astra Agro Lestari juga terlibat dalam kebijakan distribusi CPO ke pasar domestik (domestic market obligation/DMO) pada Januari-Februari 2022. Pendistribusian CPO ini menggunakan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan harga pasar.
Santoso menambahkan, puncak produksi kelapa sawit akan terjadi pada triwulan III-2022. Volume produksi pada triwulan I tahun ini termasuk lebih rendah jika dibandingkan dengan sebelumnya. ”Kami masih berharap nanti di semester kedua akan lebih baik, cuaca tahun ini lebih mendukung, dan semoga ada pemulihan pada triwulan III-2022,” kata Santosa.
Walaupun menghadapi banyak tantangan, Astra Agro Lestari tetap berekspansi pada tahun ini. Belanja modal yang disiapkan mencapai Rp 1,3 triliun. Sebagian besar dari belanja modal ini akan digunakan untuk penanaman kembali kebun sawit. Selain itu, dana belanja modal akan digunakan untuk memelihara tanaman yang belum menghasilkan.
”Belanja modal juga dipersiapkan untuk perbaikan infrastruktur pendukung, seperti penggantian mesin-mesin produksi di pabrik,” kata Direktur Astra Agro Lestari Mario Casimurus Surung Gultom. Anggaran belanja untuk tahun ini tidak terlalu jauh berbeda dengan anggaran pada tahun 2021.
Analis Mirae Aset Sekuritas, Hariyanto Wijaya, mengatakan, harga CPO masih tinggi, yakni rata-rata mencapai 6.182 ringgit per ton pada triwulan I-2022 atau naik 57 persen dibandingkan dengan triwulan I-2021 yang sebesar 3.925 ringgit per ton. ”Ini akan mendorong pertumbuhan laba bersih perusahaan CPO yang masih belum tecermin dalam harga saham,” kata Hariyanto.