Kenaikan Harga Pupuk Membayangi, Petani Tebu Minta HPP Dinaikkan
Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia meminta pemerintah menaikkan harga patokan petani (HPP) gula kristal putih yang belum dievaluasi sejak enam tahun lalu. Padahal, ongkos produksi gula sudah lebih tinggi dari HPP.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lonjakan harga bahan baku yang berpengaruh pada kenaikan harga pupuk membuat biaya produksi yang dikeluarkan petani naik. Terkait situasi itu, petani tebu rakyat berharap pemerintah menaikkan harga patokan petani atau HPP gula dari Rp 9.100 per kilogram menjadi Rp 12.000 per kilogram. HPP gula sebesar Rp 9.100 per kilogram berlaku sejak enam tahun lalu.
Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI) menyampaikan usulan tersebut kepada Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Jakarta, Kamis (31/3/2022). HPP gula yang berlaku selama ini dinilai telah merugikan petani karena jauh di bawah biaya pokok produksi (BPP) yang sudah kini berkisar Rp 11.000 per kilogram (kg).
Sekretaris Jenderal APTRI, M Nur Khabsyin, saat dihubungi, Jumat (1/4/2022), mengatakan, tingginya biaya pokok produksi, antara lain, didorong oleh kenaikan ongkos pengolahan lahan, upah tenaga kerja, ongkos tebang angkut, biaya irigasi, pestisida, dan beban biaya pupuk. Selama ini, seiring pembatasan subsidi, petani juga menggunakan pupuk nonsubsidi yang harganya lebih mahal.
”Contohnya pupuk ZA. Untuk subsidi harganya Rp 1.700 per kg, sedangkan nonsubsidi Rp 6.000 per kg. Artinya, selisihnya sekitar 350 persen. Tingginya harga pupuk tersebut menyumbang (tambahan) biaya produksi 15 persen,” ujar Nur Khabsyin.
Ketentuan tentang harga patokan petani (HPP) gula kristal putih yang sebesar Rp 9.100 per kg tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 42 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Patokan Petani Gula Kristal Putih. Khabsyin mengatakan, pihaknya mengusulkan HPP gula kristal putih dinaikkan menjadi Rp 12.000 per kg.
Saat ini produksi tebu memang sudah selesai dan menunggu musim giling yang akan dimulai pada April 2022 di wilayah Sumatera dan pada Mei 2022 di wilayah Jawa. ”Namun, tahun depan bisa jadi naik lagi, karena terpengaruh semua. Selain pupuk, harga-harga lain juga ikut naik. Belum lagi terkait PPN (pajak pertambahan nilai) 11 persen. Kami belum tahu, tapi tahun depan sepertinya (biaya) naik lagi,” katanya.
Menurut Nur Khabsyin, dalam pertemuan tersebut, Menteri Perdagangan dan jajarannya menerima usulan petani. Adapun perubahan HPP gula kristal putih disebut akan diumumkan sebelum musim giling. Namun, ia tak tahu pasti akan hal itu.
Selain usulan kenaikan HPP gula sebesar Rp 12.000 per kg, DPN APTRI juga mengusulkan pencabutan harga eceran tertinggi (HET) gula. Pihaknya juga mengusulkan agar gula konsumsi sudah habis terjual sebelum musim giling tahun 2022 mulai. Lalu, petani berharap pemerintah menugaskan importir gula untuk membeli gula petani produksi musim giling 2022.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan, saat dikonfirmasi terkait kenaikan HPP gula kristal putih, hingga Jumat (1/4/2022) malam, belum merespons.
Adapun dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR dengan Eselon I Kementerian Perdagangan, Rabu (30/3/2022), Oke menyatakan, dalam rapat koordinasi terbatas (Rakortas), HPP gula sudah ditetapkan Rp 11.500 per kg.
”Dalam penerapan HPP, murni berdasarkan kajian Kementerian Pertanian. Angkanya Rp 11.330 per kg di tingkat petani, tetapi lalu diputuskan Rp 11.500 per kg. Yang harus diperhatikan bagaimana petani tetap bersemangat,” kata Oke.
Sementara itu, menurut Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS Nasional) per Jumat (1/4/2022), harga rata-rata nasional gula pasir premium ialah Rp 15.700 per kg. Sementara gula pasir lokal Rp 14.700 per kg. Dalam beberapa hari terakhir, kendati ada fluktuasi, angka tersebut relatif stabil.