Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi berencana membuka data pangan melalui dasbor yang bisa diakses publik. Harapannya, ada pengawasan bersama atas data ketersediaan pangan nasional.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi berencana memperbaiki tata kelola pangan nasional. Upaya itu, salah satunya, dilakukan dengan membuka data melalui dasbor yang akan menampilkan data ketersediaan pangan. Dengan demikian, ada transparansi dan publik bisa turut mengawasi serta melihat pihak mana yang bermain-main dengan stok.
Selain itu, Badan Pangan Nasional juga berupaya meningkatkan sinergi antarlembaga. Arief menyampaikan hal itu saat menjadi salah satu pembicara pada Musyawarah Nasional V Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) di Yogyakarta, yang disiarkan daring, Selasa (22/2/2022). Turut hadir dalam acara tersebut, antara lain, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi.
Menurut Arief, Badan Pangan Nasional akan bekerja bersama kementerian/lembaga dan para pemangku lain, termasuk dalam menyusun dasbor yang nantinya akan memuat data ketersediaan pangan. Dasbor akan dibuat bersama eks Badan Ketahanan Pangan serta Badan Intelijen dan Keamanan (Baintelkam) Polri.
”Saya minta data-data di lapangan semua dimasukkan ke dasbor. Jadi, orang akan melihat, stok gula (misalnya), termasuk dari BUMN, ada berapa. Stock in stock out (stok masuk dan keluar), setiap bulan nanti kita wajib lapor ke Pak Mendag (Menteri Perdagangan). Supaya nanti yang main-main menstok gula siapa. Nanti sembilan produk. Walau minyak goreng tidak termasuk (wilayah kewenangan) kami,” ujar Arief.
Presiden Joko Widodo melantik Arief Prasetyo Adi sebagai Kepala Badan Pangan Nasional pada Senin (21/2/2022). Dalam Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional disebutkan, jenis pangan yang menjadi tugas dan fungsi lembaga pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden ini adalah beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telur unggas, daging ruminansia, daging unggas, dan cabai.
Saat minyak goreng curah di Jabodetabek serta Bandung dan sekitarnya kosong, Arief menyatakan, pihaknya mendapat laporan dari Kementerian Perdagangan. Oleh karena itu, ID Food sebagai holding BUMN pangan, melalui PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) dan PT Rajawali Nusindo (Persero), langsung mendistribusikannya. ”Jadi, kita harus bersinergi, hand in hand (bergandengan tangan),” katanya.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin, dalam sambutan secara virtual, menyatakan, konsumsi gula nasional dalam lima tahun terakhir berkisar 5,1-5,3 juta ton. Sementara produksi gula dalam negeri masih fluktuatif sehingga ada defisit yang masih harus dipenuhi impor. Langkah itu diambil pemerintah untuk memastikan kebutuhan industri makanan dan minuman serta konsumen rumah tangga terpenuhi.
Namun, diakui Wapres Amin, permasalahan seperti kebocoran gula rafinasi impor, yang seharusnya untuk industri, ke pasaran umum masih terjadi. ”Ini yang kerap menimbulkan gejolak dan kegetiran petani karena dampak gula impor. Oleh karena itu, dari hulu ke hilir, semua harus kita perkuat,” katanya.
Wapres Amin pun meminta Menteri Perdagangan memperkuat koordinasi dengan Menteri Perindustrian dan Menteri Pertanian. Dengan demikian, data produksi gula dan kebutuhan nasional diharapkan lebih matang. Hal itu akan menjadi dasar sebelum mengeluarkan izin impor gula.
Wapres juga meminta adanya tindakan tegas bagi importir dan pelaku usaha yang melanggar aturan. Adapun kebijakan impor oleh pemerintah dilakukan pula secara hati-hati dengan mempertimbangkan konsumen, pelaku usaha, dan petani tebu. Selain itu, pengembangan riset dan teknologi dalam peremajaan pabrik gula juga didorong.
Naikkan HPP
Ketua Umum APTRI Soemitro Samadikoen mengatakan, sejumlah permasalahan masih mendera para petani tebu hingga kini. Salah satunya terkait harga pupuk yang melonjak. Harga pupuk nonsubsidi naik dari sebelumnya Rp 3.800-Rp 4.000 pe kilogram menjadi Rp 6.000 per kilogram untuk yang termurah.
Harga patokan petani (HPP) gula kristal putih yang sebesar Rp 9.100 per kilogram, sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 42 Tahun 2016, belum juga berubah. ”Kami harap (HPP berubah) karena kenaikan harga di luar negeri akan membahayakan. Kita bergantung luar negeri dan harganya terus naik sehingga produksi tak meningkat. Ini alarm bagi pergulaan nasional,” katanya.
Menurut dia, peningkatan HPP akan membuat petani tetap bersemangat dalam menanam tebu. Ia berharap ada kebijakan dari Mendag karena kini hampir semua harga bahan kebutuhan naik. Bahkan, lanjut Soemitro, pihaknya pun khawatir harga bahan bakar subsidi akan naik, yang dapat membuat ongkos naik.
Lutfi mengemukakan, pihaknya akan berbagi tugas dengan Arief sebagai Kepala Bapanas. ”Namun, mestinya ada pertambahan nilai. Apakah nanti ongkosnya dimurahkan, atau lebih efisien, atau nanti di-adjust (atur). Mudah-mudahan sebelum Ramadhan sudah ada gambarannya. Memang sudah enam tahun (HPP), tetapi mudah-mudahan akan ketemu jalannya,” ucapnya.