Inflasi Maret 2022 Capai 0,66 Persen, Tertinggi sejak Mei 2019
Badan Pusat Statistik mencatat inflasi bulanan sebesar 0,66 persen pada Maret 2022. Angka itu merupakan inflasi bulanan tertinggi sejak Mei 2019. Kenaikan sejumlah barang kebutuhan pokok mendongkrak inflasi bulan lalu.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pusat Statistik mencatat inflasi bulanan pada Maret 2022 mencapai 0,66 persen dan merupakan yang tertinggi sejak Mei 2019. Inflasi bulan lalu antara lain disumbang kenaikan harga cabai merah, bahan bakar gas rumah tangga, emas, dan minyak goreng.
Sementara itu, inflasi menurut tahun kalender atau selama Januari-Maret 2022 mencapai 1,2 persen dan inflasi tahun ke tahun (Maret 2022 dibandingkan Maret 2021) mencapai 2,64 persen.
”Inflasi Maret 2022 ini merupakan (inflasi bulanan) yang tertinggi sejak Mei 2019. Saat itu inflasi tercatat 0,68 persen,” ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono pada konferensi pers secara daring, Jumat (1/4/2022).
Dari pemantauan BPS di 90 kota, 88 kota mengalami inflasi dan 2 kota mencatatkan deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Merauke, yakni mencapai 1,86 persen, sementara inflasi terendah terjadi di Kupang, yakni dengan inflasi 0,09 persen. Sementara deflasi tertinggi terjadi di Tual, yakni 0,27 persen, dan terendah terjadi di Kendari, yakni 0,07 persen.
Menurut kelompok pengeluaran, andil terbesar terhadap inflasi Maret 2022 disumbang oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yakni sebesar 0,38 persen. Adapun kelompok pengeluaran lain, seperti pakaian dan alas kaki, lalu perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga, transportasi, kesehatan, dan lainnya, tidak mencatat kenaikan signifikan.
”Penyumbang inflasi Maret 2022 utamanya adalah (kenaikan harga) cabai merah, bahan bakar rumah tangga, emas, serta minyak goreng,” ujar Margo.
Di kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau, inflasi dipicu kenaikan harga komoditas cabai merah, yakni dengan andil 0,10 persen. Kenaikan harga komoditas ini dipicu keterbatasan pasokan akibat pergeseran musim, seharusnya kemarau tetapi masih banyak curah hujan.
Selain cabai, komoditas penyumbang inflasi di kelompok makanan adalah minyak goreng, yakni dengan andil 0,04 persen. Kenaikan harga minyak goreng didorong pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 11 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyak Goreng Curah mulai 16 Maret 2022. Melalui peraturan itu, pemerintah membatalkan Permendag No 6 Tahun 2022 tentang HET Minyak Goreng. Pengembalian harga minyak goreng ke mekanisme pasar menyebabkan harganya naik.
Sementara bahan bakar rumah tangga atau dalam hal ini elpiji memberi andil inflasi sebesar 0,07 persen. Kenaikan harga elpiji dipicu penetapan kenaikan harga oleh Pertamina pada akhir Februari 2022, yakni dari Rp 13.500 per kilogram menjadi Rp 15.500 per kilogram.
Komoditas emas juga memberi andil inflasi pada Maret 2022, yakni sebesar 0,04 persen. Kenaikan ini dipicu meningkatnya ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina yang menimbulkan ketidakpastian yang membuat investor berburu emas.
Inflasi inti
Analis Makroekonomi Bank Danamon, Irman Faiz, menjelaskan, meskipun inflasi Maret 2022 sebagian besar didorong kelompok barang yang rentan bergejolak (volatile), inflasi inti juga ikut meningkat.
Pada Maret 2022, inflasi inti tercatat 0,3 persen dan berkontribusi 0,2 persen pada inflasi umum. Dari tahun kalender, inflasi inti Januari-Maret mencapai 1,03 persen. Adapun secara tahunan inflasi inti pada Maret 2022 mencapai 2,37 persen.
Irman memperkirakan inflasi akan terus meningkat pada bulan-bulan mendatang. Apalagi per awal April 2022 pemerintah baru saja menaikkan harga bahan bakar minyak RON 92 sebesar Rp 3.500-Rp 3.550 per liter. Kenaikan ini bisa memberi andil sebesar 0,49 persen pada inflasi.
”Kesimpulannya, inflasi akan secara bertahap mendekati batas atas target inflasi Bank Indonesia, yakni 3 persen plus 1 persen. Ini akan diikuti dengan penyesuaian kebijakan moneter pada triwulan ketiga 2022,” ujar Irman.