Kasus Dugaan Kartel Minyak Goreng ke Tahap Penyelidikan
KPPU telah menemukan satu alat bukti dalam proses penegakan hukum terkait penjualan atau distribusi minyak goreng di tingkat nasional. Sebanyak 44 pihak telah dimintai keterangan, 16 di antaranya merupakan produsen.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU memastikan proses penegakan hukum terkait penjualan atau distribusi minyak goreng nasional masuk ke tahap penyelidikan. KPPU memastikan telah mengantongi satu alat bukti. Apabila dugaan pelanggaran terpenuhi, proses dapat berlanjut ke pemeriksaan pendahuluan oleh Sidang Majelis Komisi, yang berpotensi membuat terlapor dijatuhi sanksi.
Direktur Investigasi KPPU Gopprera Panggabean, dalam keterangannya, Senin (28/3/2022), mengatakan, KPPU telah menemukan satu alat bukti dalam proses penegakan hukum terkait penjualan atau distribusi minyak goreng di tingkat nasional. Dengan demikian, status penegakan hukum pekan ini ditingkatkan ke tahapan penyelidikan.
Dugaan pasal yang dilanggar ialah Pasal 5, Pasal 11, dan Pasal 19 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal 5 mengatur tentang larangan perjanjian penetapan harga dengan pelaku usaha pesaing, sementara Pasal 11 tentang larangan memengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran (kartel). Adapun Pasal 19 huruf c tentang pelarangan tentang penguasaan pasar dengan pembatasan peredaran barang atau jasa.
KPPU sendiri telah memulai proses penegakan hukum sejak 26 Januari 2022 serta telah meminta keterangan dari 44 pihak terkait, yakni produsen, distributor, asosiasi, pemerintah, perusahaan pengemasan, dan pelaku ritel. Dari proses itu ditemukan adanya dugaan pelanggaran Pasal 5, Pasal 11, dan Pasal 19 huruf c UU No 5/1999.
”Proses penyelidikan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 60 hari kerja dan dapat diperpanjang. Penyelidikan akan difokuskan pada pemenuhan unsur dugaan pasal yang dilanggar, penetapan identitas terlapor, dan pencarian minimal satu alat bukti tambahan,” kata Gopprera.
Apabila dugaan unsur pasal yang dilanggar dan memperoleh minimal dua alat bukti, proses hukum dapat berlanjut ke pemeriksaan pendahuluan oleh Sidang Majelis Komisi. Lewat sidang itu, KPPU dapat memberi sanksi administratif berupa denda hingga maksimal 50 persen dari keuntungan yang diperoleh terlapor dari pelanggaran, atau maksimal 10 persen dari penjualan terlapor di pasar bersangkutan.
Apabila dugaan unsur pasal yang dilanggar dan memperoleh minimal dua alat bukti, proses hukum dapat berlanjut ke pemeriksaan pendahuluan oleh Sidang Majelis Komisi.
Sebelumnya, dalam penelitian KPPU, ditemukan dugaan praktik kartel untuk menaikkan harga minyak goreng bersama-sama. Diketahui 46,5 persen pasar dikendalikan oleh empat produsen minyak goreng. Pelaku usaha terbesar dalam industri minyak goreng juga pelaku usaha terintegrasi (dari perkebunan kelapa sawit hingga produsen minyak goreng).
Kepala Biro Humas dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur saat dihubungi, Senin, menjelaskan, dari 44 yang dimintai keterangan, 16 pihak merupakan produsen minyak goreng. Namun, ia menekankan bahwa yang berpotensi dikenai sanksi adalah para terlapor.
”(Nama) terlapor belum dapat kami informasikan saat ini demi kepentingan penyelidikan. Jadi, ke-44 pihak yang diundang itu belum tentu semua bisa atau berpotensi dikenai sanksi,” ucap Deswin.
Terkait distribusi minyak goreng di sejumlah daerah di Indonesia, perwakilan KPPU juga telah menemukan dugaan praktik persaingan tidak sehat dalam berusaha. Namun, belum ada proses penegakan hukum pada kasus-kasus di daerah itu.
”Perilaku di daerah ditindaklanjuti dengan pendekatan advokasi melalui peringatan-peringatan kepada pihak yang melakukan (pelanggaran). Jadi, belum perlu dilakukan penegakan hukum atasnya,” ujar Deswin.
Rekomendasi ke Presiden
Deswin juga membenarkan, beberapa waktu lalu KPPU telah menyerahkan rekomendasi terkait tata kelola industri minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan minyak goreng kepada Presiden. Rekomendasi itu antara lain masukan agar pemerintah dapat memastikan alur distribusi CPO, jumlah produksi dan penguasaan pasar, serta pembatasan luas lahan perkebunan.
”Intinya, (adanya) jaminan pasokan CPO bagi produsen yang independen (tidak terintegrasi), pasokan yang terpantau di setiap lini, dan menghindari industri yang makin terkonsentrasi melalui pengurangan hambatan masuk,” kata Deswin.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan menerapkan sejumlah kebijakan untuk melancarkan pasokan minyak goreng kendati hasilnya tidak optimal. Minyak goreng masih langka di pasaran. Terakhir, pemerintah akhirnya memutuskan hanya menyubsidi minyak goreng curah, dengan harga eceran tetap (HET) Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kilogram.
Mereka juga menyelundupkannya ke luar negeri. Mereka memanfaatkan situasi dan menggunakan cara curang itu lantaran pemerintah telah mengintervensi pasar.
Sementara itu, harga minyak goreng kemasan, yang pada regulasi sebelumnya HET ditetapkan Rp 13.500 per liter untuk kemasan sederhana dan Rp 14.000 per liter untuk kemasan premium, dilepas ke mekanisme pasar. Kebijakan pemenuhan kebutuhan dalam negeri (DMO) CPO dan olein juga dihapus. Akibatnya, harga minyak goreng kemasan meningkat, tetapi ketersediaannya seketika membanjiri pasar.
Dalam rapat kerja Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Kementerian Perdagangan di Jakarta, Kamis (17/3/2022), Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menilai, kebijakan DMO sebenarnya berjalan baik karena sudah terkumpul sekitar 720.612 ton CPO dan olein. Dari jumlah itu, 76,4 persen atau 551.069 ton CPO dan olein atau setara 570 juta liter minyak goreng sudah didistribusikan (Kompas, 18 Maret 2022).”
Dalam rapat itu, Lutfi mengemukakan, pencabutan kebijakan itu lantaran ada disparitas tinggi antara harga CPO dunia dan domestik akibat imbas konflik Rusia-Ukraina. ”Ada juga indikasi praktik mafia yang menghambat distribusi minyak goreng sampai ke masyarakat,” katanya.
Menurut Lutfi, para mafia telah menimbun minyak goreng serta menyalurkan CPO dan olein ke industri-industri yang tidak berhak. Mereka juga menyelundupkannya ke luar negeri. Mereka memanfaatkan situasi dan menggunakan cara curang itu lantaran pemerintah telah mengintervensi pasar.