Saldo Anggaran Lebih Dimanfaatkan untuk Kurangi Utang
Saldo anggaran lebih dari APBN 2022 akan dioptimalkan untuk mengurangi pembiayaan pada tahun anggaran 2023. Strategi ini penting untuk mengejar target konsolidasi fiskal berupa defisit APBN di bawah 3 persen PDB.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan memanfaatkan saldo anggaran lebih dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN untuk mengurangi pembiayaan atau utang. Pemanfaatan ini diharapkan bisa efektif memperkecil ruang defisit anggaran yang pada tahun 2023 ditargetkan di bawah 3 persen produk domestik bruto.
Dalam rapat dengar pendapatan dengan Komisi XI DPR, Senin (21/3/2022), Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Hadiyanto mengatakan, saldo anggaran lebih (SAL) dari APBN 2022 akan dioptimalkan untuk mengurangi pembiayaan pada tahun anggaran 2023.
Strategi tersebut akan menopang upaya pemerintah dalam mengejar target konsolidasi fiskal berupa defisit APBN di bawah 3 persen dari produk domestik bruto (PDB). ”SAL bisa digunakan tergantung pada kebutuhan. Dalam hal ini akan lebih banyak digunakan untuk mengurangi penerbitan obligasi,” ujar Hadiyanto.
SAL bisa digunakan tergantung pada kebutuhan. Dalam hal ini akan lebih banyak digunakan untuk mengurangi penerbitan obligasi.
Kementerian Keuangan akan terus melakukan pemantauan kondisi SAL dan sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) tahun ini, seiring dengan kondisi penerimaan negara yang sedang berada dalam tren positif. Dengan ketercukupan baik SAL maupun SILPA, beban utang untuk memenuhi anggaran belanja dapat dikurangi.
Dari sisi penerimaan, lanjutnya, adanya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan akan meningkatkan basis pajak. Dalam regulasi tersebut juga ada kenaikan tarif, misalnya tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen.
Begitu juga dengan tarif Pajak Penghasilan (PPh), wajib pajak dengan penghasilan kena pajak di atas Rp 5 miliar akan dikenai tarif sebesar 35 persen dari yang sebelumnya 30 persen.
Selain itu, program pengungkapan sukarela tahun ini juga akan menopang penerimaan negara. Sebanyak 25.460 wajib pajak telah mengikuti program ini dalam 79 hari pelaksanaannya, dengan jumlah penerimaan negara dari PPh mencapai Rp 3,65 triliun, dengan nilai harta bersih yang dilaporkan semu peserta mencapai Rp 35,46 triliun.
”Dengan adanya perluasan basis pajak serta intensifikasi, diharapkan tren penerimaan perpajakan akan semakin baik,” kata Hadiyanto.
Sementara dari sisi anggaran belanja, program belanja negara akan dilakukan untuk mengakomodasi pembangunan dan perlindungan sosial. Untuk itu, belanja-belanja kementerian/lembaga (K/L) akan dipastikan lebih kuat dan selaras antara program dan hasil.
Pemerintah juga telah menerbitkan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD). Regulasi ini diharapkan bisa mendorong sinergi belanja pemerintah pusat dan daerah.
”Dengan adanya UU HKPD, mulai dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan satuan kerja di daerah dapat terintegrasi,” ujarnya.
Percepat realisasi
Hadiyanto mengatakan, untuk mengoptimalkan belanja pemerintah agar lebih pemerintah, Kementerian Keuangan juga berupaya untuk mendorong percepatan realisasi anggaran K/L. Strategi ini dapat dijalankan melalui perbaikan perencanaan belanja semua K/L.
Langkah selanjutnya, semua K/L perlu dipastikan untuk mempercepat pelaksanaan program atau kegiatan atau proyek, melakukan percepatan pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah, serta mempercepat dan meningkatkan ketepatan penyaluran dana bantuan sosial dan bantuan pemerintah.
”Kami juga meminta seluruh K/L meningkatkan kualitas belanja melalui peningkatan efisiensi dan efektivitas belanja serta meningkatkan monitoring serta pengawasan internal,” ujarnya.
Defisit melebar
Dalam kesempatan berbeda, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eisha M Rachbini, mengatakan, defisit APBN tahun ini berpotensi melebar karena lonjakan harga minyak mentah dunia. Kondisi ini tentu akan mempersempit ruang SAL atau SILPA pada akhir tahun.
Eisha memperkirakan kenaikan harga minyak mentah tiap 1 dollar AS per barel akan meningkatkan anggaran subsidi LPG sekitar Rp 1,47 triliun, subsidi minyak tanah Rp 49 miliar, kompensasi kepada Pertamina Rp 2,65 triliun, dan subsidi listrik sebesar Rp 295 miliar.
Pada saat yang sama, di sisi pendapatan negara, kemungkinan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) hanya akan naik masing-masing sebesar Rp 800 miliar dan Rp 2,2 triliun sehingga defisit tetap berpotensi melebar.
”APBN perlu dikelola dengan tepat dan efisien, dengan memprioritaskan pemulihan ekonomi, menjaga daya beli masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi,” kata Eisha.