2022, Tahun Terakhir Defisit Anggaran di Atas 3 Persen
Perekonomian disinyalir mulai bangkit pada tahun kedua pandemi. Hal ini membuka peluang defisit anggaran tahun depan kembali di bawah 3 persen dari PDB. Sanggupkah?
Pada tahun awal pandemi, pemerintah mengambil kebijakan pelonggaran fiskal untuk memulihkan ekonomi dengan melebarkan defisit anggaran. Hal itu akibat belanja negara yang membengkak, sedangkan pendapatan menurun.
Pada tahun kedua pandemi, perekonomian mulai bangkit. Pemulihan ekonomi membuka peluang defisit anggaran tahun depan bisa dikembalikan ke angka di bawah 3 persen dari produk domestik pruto (PDB).
Pada tahun pertama pandemi Covid-19 melanda, pemerintah terpaksa melakukan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 untuk mengakomodasi situasi krisis ganda akibat Covid-19.
Penyesuaian harus dilakukan karena penerimaan negara tersendat, dunia usaha terdampak, sementara anggaran belanja membengkak untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi.
Pemulihan ekonomi membuka peluang defisit anggaran tahun depan bisa dikembalikan ke angka di bawah 3 persen dari PDB.
APBN 2020 yang dirancang pada 2019 tentunya tidak memperhitungkan keadaan darurat kesehatan akibat virus korona. Semula, dalam APBN 2020, target pendapatan negara ditetapkan sebesar Rp 2.233,2 triliun, sedangkan target belanja negara sebesar Rp 2.540,4 triliun. Defisit anggaran hanya sebesar Rp 307,2 triliun atau 1,76 persen dari PDB.
Karena pandemi belum menunjukkan tanda-tanda terkendali, pemerintah kemudian melakukan perubahan. Pada April 2020, melalui Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN 2020, target pendapatan negara turun menjadi Rp 1.760,8 triliun.
Sementara anggaran belanja bertambah menjadi Rp 2.613,8 triliun. Dengan demikian, defisit anggaran melebar menjadi 5,07 persen dari PDB.
Agar besaran defisit anggaran tidak melanggar ketentuan perundang-undangan dengan batas 3 persen dari PDB, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19, pada Mei 2020.
Perppu tersebut memperlebar batasan defisit anggaran yang bisa melampaui 3 persen dari PDB selama penanganan Covid-19. Hal itu untuk menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan.
Pemerintah memperkirakan pandemi yang membebani keuangan negara akan bisa diatasi dalam waktu tiga tahun anggaran, yakni 2020-2022.
Kewenangan ini berlaku paling lama sampai dengan berakhirnya tahun anggaran 2022. Pemerintah memperkirakan pandemi yang membebani keuangan negara akan bisa diatasi dalam waktu tiga tahun anggaran, yakni 2020-2022.
Pada Juli 2020, perubahan kedua atas APBN 2020 kembali terjadi. Melalui Perpres Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 54 Tahun 2020, target pendapatan negara kembali diturunkan menjadi Rp 1.699,9 triliun, sedangkan anggaran belanja meningkat menjadi Rp 2.739,1 triliun. Akibatnya, defisit melebar lagi menjadi Rp 1.039,2 triliun atau 6,34 persen dari PDB.
Dengan demikian, dibandingkan dengan APBN 2020 sebelum perubahan, target pendapatan dalam APBN 2020 perubahan kedua ini turun signifikan sebanyak 23,9 persen, sementara anggaran belanja meningkat sebesar 7,8 persen.
Realisasi pendapatan negara hingga akhir tahun 2020 hanya sebesar Rp 1.647,8 triliun atau 96,9 persen, sedangkan realisasi belanja negara sebesar Rp 2.595,5 triliun atau 94,8 persen.
Dari jumlah tersebut, anggaran untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebesar Rp 579,78 triliun atau 83,4 persen dari pagu. Defisit anggaran tercatat Rp 947,7 triliun atau 5,78 persen dari PDB. Angka realisasi ini di bawah target 6,34 persen.
Penyesuaian bertahap
Batasan defisit anggaran yang melebihi 3 persen dari PDB hingga akhir tahun anggaran 2022 sangat jelas disebutkan di dalam perppu. Selanjutnya, perppu juga mengarahkan bahwa pada tahun anggaran 2023 besaran defisit akan kembali menjadi paling tinggi sebesar 3 persendari PDB. Penyesuaian besaran defisit hingga kembali menjadi 3 persen dilakukan secara bertahap.
Dalam APBN 2021, defisit anggaran ditetapkan sebesar 5,7 persen dari PDB, turun dibandingkan tahun sebelumnya. Pendapatan negara sebesar Rp 1.743,65 triliun dan anggaran belanja sebesar Rp 2.750,03 triliun.
Dalam anggaran belanja tersebut terdapat alokasi untuk penanganan Covid-19 dan PEN sebesar Rp 744,77 triliun. Pagu PEN ini bertambah dibandingkan dengan kondisi awal tahun yang ditetapkan sebesar Rp 688,23 triliun.
Hingga akhir tahun 2021, realisasi pendapatan negara cukup menggembirakan. Angkanya mencapai Rp 2.000,3 triliun atau 114,9 persen dari target. Sementara realisasi anggaran belanja mencapai Rp 2.786,8 atau 101,3 persen.
Defisit anggaran bisa ditekan menjadi 4,65 persen dari PDB, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya (5,78 persen). Adapun untuk program PEN 2021 angka realisasi sementara sebesar Rp 658,6 triliun atau 88,43 persen dari pagu.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, realisasi pendapatan negara yang melebihi 100 persen ini merupakan suatu recovery dan rebound yang sangat kuat di tengah situasi yang masih pandemi dengan ancaman dari varian Delta dan Omicron.
Pulihnya perekonomian nasional mulai tampak pada triwulan kedua 2021 di mana pertumbuhan ekonomi melesat ke angka 7,07 persen secara tahunan. Pada triwulan berikutnya pertumbuhan ekonomi masih tumbuh positif dengan angka 3,51 meski tidak setinggi triwulan kedua.
Pada triwulan terakhir 2021 diperkirakan pertumbuhan ekonomi bisa di atas 5 persen. Dengan demikian, pertumbuhan tahun 2021 diperkirakan bisa mencapai 3,5 persen hingga 4 persen.
Pada tahun terakhir pelonggaran defisit anggaran atau tahun 2022, anggaran pendapatan dalam APBN dipatok sebesar Rp 1.846,14 triliun atau lebih tinggi dibandingkan target tahun 2021. Anggaran belanja sebesar Rp 2714,16 triliun sehingga defisit anggaran sebesar Rp 868,02 triliun atau 4,85 persen dari PDB.
Baca juga : Defisit Anggaran 2021 Lebih Rendah dari Proyeksi
Tantangan 2022
Angka defisit anggaran tahun 2022 sudah diturunkan dibandingkan tahun sebelumnya. Terlihat upaya pemerintah untuk secara bertahap menyesuaikan besaran defisit anggaran sesuai amanat dari perppu untuk kembali ke batas 3 persen pada 2023.
Beberapa kondisi mendukung upaya tersebut. Dari sisi pendapatan, pemulihan ekonomi diperkirakan akan terus berlanjut sehingga diharapkan realisasi pendapatan negara bisa lebih dari 100 persen lagi.
Dampak dari pemberlakuan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan akan berpotensi memberikan tambahan penerimaan. Selain itu, juga ada peluang penerimaan dari pengembalian aset eks BLBI.
Sementara dari sisi belanja, alokasi dana PEN tidak lagi sebesar dua tahun sebelumnya. Anggaran PEN 2022 yang terbaru diumumkan awal tahun ini ditetapkan sekitar Rp 455,62 triliun atau turun 38,8 persen dibandingkan anggaran tahun sebelumnya. Anggaran PEN ini sedikit naik dibandingkan yang diumumkan pemerintah pada akhir tahun lalu sebesar Rp 414 triliun.
Meski demikian, sejumlah tantangan pengelolaan anggaran belanja akan menghadang pada tahun 2022. Sebabnya, terdapat kebutuhan pembiayaan yang cukup besar yang akan menggunakan dana APBN.
Hal itu, antara lain, terkait dengan pembiayaan untuk percepatan pembangunan ibu kota negara yang baru dan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Wajah Ketimpangan Kesejahteraan di Dunia