Selain menyiapkan kebijakan ekonomi yang responsif untuk menjaga stabilitas ekonomi, pemerintah mengajak semua pihak untuk mempercepat kesiapan sumber daya manusia dalam menyongsong bonus demografi 2030-2035.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Revolusi industri 4.0 yang kemudian disusul dengan pandemi Covid-19 dan ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina membuat pemerintah sulit memprediksi tantangan ekonomi ke depan. Meski begitu, pemerintah akan mengantisipasi ketidakpastian global melalui akselerasi sumber daya manusia.
Hal tersebut merupakan intisari dari pidato yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam Sidang Terbuka Senat Akademik Dies Natalis Ke-46 Universitas Sebelas Maret, Surakarta, yang dilakukan secara hibrida, Jumat (11/3/2022).
”Hal-hal yang dulu tidak kita perkirakan muncul semua. Sekarang semua negara mengalami kelangkaan energi. Ditambah adanya perang (Rusia-Ukraina) semua harga komoditas naik berkali-kali lipat sehingga menyebabkan inflasi,” ujar Presiden.
Hal-hal yang dulu tidak kita perkirakan muncul semua. Sekarang semua negara mengalami kelangkaan energi. Ditambah adanya perang (Rusia-Ukraina) semua harga komoditas naik berkali-kali lipat sehingga menyebabkan inflasi.
Perang antara Rusia dan Ukraina telah memicu kelangkaan energi yang dialami semua negara. Presiden menyoroti kenaikan harga minyak dunia yang sempat mencapai level tertinggi 130 dollar AS per barel tahun ini, atau dua kali lipat dari harga yang dipatok pemerintah dalam APBN 2022 sebesar 63 dollar AS per barel.
Selain masalah minyak, Presiden menyebutkan beberapa negara mulai mengalami kelangkaan dan kenaikan harga pangan, seperti gandum dan kedelai, yang salah satunya dipicu oleh kelangkaan kontainer karena tarif logistik yang juga meningkat.
Berdasarkan World Container Index, harga kontainer naik enam kali lipat dari sebelum pandemi, yakni 1.579 dollar AS menjadi 9.477 dikkar AS pada Februari 2022. Kenaikan harga kontainer turut membebani kenaikan harga barang logistik yang dikirimkan ke konsumen.
“Efeknya adalah kenaikan inflasi, hati-hati mengelola ekonomi saat ini. Ekonomi makro dikelola, tapi mikronya tidak diperhatikan, bisa buyar,” tegas Presiden.
Selain menyiapkan kebijakan ekonomi yang responsif untuk menjaga stabilitas ekonomi jangka menengah dan panjang, dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global pemerintah mengajak semua pihak untuk mempercepat kesiapan sumber daya manusia dalam menyongsong bonus demografi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat harus diikuti program pendidikan yang dinamis, cepat, dan riset yang berkesesuaian dengan tantangan zaman. Menurut Presiden, segenap institusi pendidikan di Tanah Air hanya punya waktu dua tahun untuk melakukan perubahan dalam menghadapi tantangan tersebut.
”Saya sudah berhitung dan berkalkulasi dengan para menteri. Kita hanya punya kesempatan berubah dua tahun sebelum muncul bonus demografinya di 2030-2035. Kalau kita tidak cepat berubah, kita tidak dapat apa-apa dari bonus demografi,” ujar Presiden.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang dalam kesempatan ini menerima penghargaan Parasamya Anugraha Dharma Bakti Upa Baksana dari UNS menyebutkan, sejauh ini Indonesia sudah mulai mengalami pemulihan sekaligus kembal dalam jalur cita-cita pembangunan.
”Pemulihan mulai terjadi sebagai hasil dari upaya pemerintah dalam melakukan berbagai reformasi, seperti reformasi struktural, reformasi fiskal, hingga reformasi APBN,” ujarnya.
Melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020 yang kemudian diubah menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020, pemerintah diperbolehkan memperlebar defisit APBN di atas 3 persen selama tiga tahun. Defisit APBN mencapai 6,14 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2020 dan 4,65 persen pada 2021.
Fleksibilitas APBN juga mendorong ekonomi di 2021 berbalik positif hingga mampu tumbuh 3,69 persen. Pertumbuhan terjadi meskipun di tengah tahun 2021 aktivitas perekonomian sempat dihantam Covid-19 varian Delta. PDB riil Indonesia tahun lalu ada di level 101,5, lebih tinggi dari level sebelum pandemi.
Sri Mulyani memastikan pemerintah senantiasa menjaga kapasitas dan kemampuan APBN dalam menjadi instrumen yang melindungi negara dari berbagai ancaman krisis yang berpotensi terjadi di masa depan.
Pasalnya pemerintah telah mengalkulasi akan kemunculan sejumlah tantangan yang berpotensi mengguncang jalur pemulihan Indonesia meliputi transisi pandemi menjadi endemi yang tidak merata di daerah-daerah di Indonesia.
”Ancaman perubahan iklim juga merupakan tantangan yang berpotensi mengguncang jalur pemulihan sehingga harus dijawab secara teliti, baik dari sisi teknologi, kebijakan, maupun keuangan,” ujarnya.
Ancaman perubahan iklim juga merupakan tantangan yang berpotensi mengguncang jalur pemulihan sehingga harus dijawab secara teliti baik dari sisi teknologi, kebijakan, dan keuangan.
Rektor UNS Jamal Wiwoho mengatakan, untuk mendampingi pemangku kebijakan dalam menghadapi ketidakpastian global, institusi pendidikan, termasuk UNS, memiliki ruang untuk memberikan sumbangsih berupa saran, pemikiran, dan program untuk kebangkitan ekonomi Tanah Air.
”Sebagai contoh, UNS telah secara aktif kolaborasi dengan Solo Technopark untuk membangun ruang pendidikan terapan dan mempersiapkan UMKM secara bisnis agar bisa bertransformasi secara digital,” kata Jamal.