Naiknya harga sejumlah komoditas energi, di satu sisi, menguntungkan Indonesia. Kenaikan harga ini dipengaruhi oleh konflik bersenjata Rusia-Ukraina.
Oleh
JOICE TAURIS SANTI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan harga komoditas membuat investor asing tetap masuk ke pasar saham Indonesia. Kinerja emiten yang bergerak di sektor komoditas memang sangat baik dan diperkirakan akan masih tetap berlanjut pada tahun ini.
Data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebutkan bahwa investor asing mencatatkan pembelian bersih. ”Sepanjang tahun 2022, investor asing mencatatkan pembelian bersih sebesar Rp 28,17 triliun,” demikian keterangan dari Sekretaris Perusahaan BEI Yulianto Aji Sadono pada akhir pekan lalu. Sementara itu, di pasar obligasi, Bank Indonesia mencatatkan aliran modal asing yang keluar dari pasar obligasi sebesar Rp 6,13 triliun pada pekan lalu.
Analis Mirae Aset Sekuritas Hariyanto Wijaya dalam risetnya Senin (7/3/2022) menyebutkan, kenaikan harga komoditas akan menguntungkan Indonesia. Konflik bersenjata Rusia dan Ukraina membuat harga komoditas melonjak karena pasokan di pasar internasional terganggu situasi di kedua negara tersebut. Rusia merupakan produsen komoditas, seperti minyak, nikel, gandum, dan minyak biji matahari.
”Indonesia seharusnya mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga batubara, nikel, dan CPO (minyak kelapa sawit mentah) walaupun kenaikan harga gandum dan minyak merugikan Indonesia,” demikian Hariyanto dalam risetnya.
Menurut dia, kenaikan harga komoditas menguntungkan Indonesia dalam hal menaikkan pendapatan emiten, juga menjaga arus investasi modal asing yang masih terus masuk ke pasar saham Indonesia.
Laba Bukit Asam
Kinerja yang baik dilaporkan oleh PT Bukit Asam Tbk, BUMN sektor tambang batubara. Seperti emiten tambang batubara lainnya, kinerja Bukti Asam moncer akibat berkah dari kenaikan harga batubara. Bukit Asam melaporkan, Senin, bahwa laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 7,9 triliun. Laba ini tumbuh 231,4 persen dibandingkan dengan tahun 2020 lalu yang sebesar Rp 2,39 triliun.
Laba yang tumbuh pesat ini seiring dengan kenaikan pendapatan sebesar 68,9 persen dari Rp 17,3 triliun menjadi Rp 29,16 triliun. Laba kotor juga terkerek naik 195 persen dari Rp 4,57 triliun menjadi Rp 13,48 triliun. Laba usaha melonjak 295 persen dari Rp 2,52 triliun menjadi Rp 9,96 triliun. Investor senang karena laba per saham naik dari Rp 213 per saham menjadi Rp 702 per saham.