Menakar Momentum Investasi Properti
Pergerakan investasi properti menjadi momentum yang dinantikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Sejumlah langkah dan strategi diperlukan untuk menangkap peluang investasi properti.
Investor dunia mulai melirik lagi properti komersial sebagai instrumen investasi. Investasi properti diprediksi bergeliat dengan harapan keuntungan yang besar di masa depan.
Laporan The Wealth Report yang dirilis Knight Frank, pekan ini, mengungkap tren peningkatan investasi properti komersial oleh kalangan ultrakaya dunia. Tahun 2022 diprediksi menjadi tahun yang berjaya bagi investasi properti komersial, dengan modal swasta mewakili hampir seperempat dari investasi.
Knight Frank Attitudes Survey 2022 menunjukkan, sebanyak 23 persen responden dari kalangan jutawan dan ultrakaya (UHNWI) berencana investasi langsung pada sektor properti komersial, serta 20 persen responden akan berinvestasi pada dana investasi real estat (DIRE) dan debt funding untuk properti komersial. Survei dilakukan selama Oktober dan November 2021 terhadap lebih dari 600 bankir swasta, penasihat kekayaan, dan perusahaan yang mengelola kekayaan dan manajemen investasi klien individu UNHWI dengan nilai lebih dari 3,5 triliun dollar AS.
Investasi properti diprediksi terutama mengarah ke sektor perkantoran (43 persen), diikuti industri logistik (17 persen), dan residensial (16 persen). Investasi lintas negara juga diprediksi meningkat.
Tren peningkatan investasi modal swasta pada sektor properti komersial terlihat sejak 2021. Nilai investasi modal swasta tercatat 405 miliar dollar AS, atau naik 52 persen dibandingkan tahun 2020, serta tumbuh 38 persen di atas rata-rata lima tahun sebelum pandemi Covid-19.
”Bagi para UNHWIs, properti komersial dinilai memiliki nilai timbal balik investasi tinggi. Properti komersial juga dinilai cenderung stabil terhadap inflasi dbandingkan dengan kelas aset lainnya,” kata Neil Brookes, Head of Global Capital Markets Knight Frank.
Di Indonesia, populasi individu UHNWI tergolong melesat. Dalam kurun 2021-2026, menurut survei Knight Frank, populasi UHNWI diperkirakan tumbuh 29 persen, yakni dari 1.403 orang menjadi 1.810 orang dengan pendapatan bersih lebih dari 30 juta dollar AS atau Rp 447,8 miliar. Sejauh mana tren peningkatan investasi global untuk properti komersial akan bergulir di Indonesia?
Optimisme muncul dari pengembang yang mulai ancang-ancang mengoptimalkan pasar properti menengah ke atas. Dua tahun terakhir masa pandemi, pasar residensial di segmen menengah bawah, dengan harga di bawah Rp 2 miliar, menjadi penopang utama pertumbuhan sektor properti. Sementara itu, properti menengah ke atas dengan harga di atas Rp 2 miliar masih cenderung tertahan.
Baca juga: Properti Menyambut Dinamika dan Tantangan 2022
Menurut Pengamat Properti Panangian Simanungkalit, sejarah properti Indonesia mencatat siklus kenaikan properti kerap mengikuti gelombang kenaikan harga komoditas, serta sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Namun, anomali siklus pasar properti juga kerap tak terhindarkan.
Sewaktu Indonesia mengalami lonjakan harga komoditas tahun 2009-2010, pertumbuhan sektor properti ikut terdongkrak pada 2011-2014. Tahun 2013, pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR) menyentuh 26,5 persen atau melebihi pertumbuhan kredit perbankan sebesar 21,6 persen yang menempatkan properti sebagai salah satu penopang utama pertumbuhan ekonomi. Mulai 2015, siklus properti melandai hingga terimbas pandemi Covid-19.
Di pengujung 2021, harapan siklus kenaikan properti muncul tatkala Indonesia memetik berkah dari lonjakan harga komoditas. Itulah sebabnya sejumlah pengembang ancang-ancang membidik properti segmen menengah ke atas dengan memanfaatkan berlanjutnya kebijakan stimulus fiskal sektor properti.
Meski demikian, ia memprediksi belum ada tanda-tanda investasi properti di Indonesia akan tumbuh signifikan pada tahun ini. Ada kecenderungan pergerakan pasar properti Indonesia terlambat dalam merespons tren pasar dunia. Investor properti, termasuk dari kalangan individu UNHWI, diprediksi masih akan melihat dan menunggu (wait and see) situasi ekonomi. Apalagi masih ada ketidakpastian situasi ekonomi global sebagai dampak perang Rusia-Ukraina.
”Indonesia agak terlambat dan cenderung anomali dalam merespons pasar properti dunia. Jika (pasar properti) dunia sudah stabil, investasi properti di Indonesia diprediksi baru akan melaju tahun depan dengan catatan pertumbuhan ekonomi semakin baik dan dampak perang tidak signifikan,” kata Panangian.
Panangian menambahkan, upaya menggerakkan investasi properti Tanah Air tidak cukup hanya menunggu pasar. Diperlukan strategi marketing dan kreativitas pengembang untuk meyakinkan investor masuk ke segmen atas. Selain itu, kebijakan tax amnesty jilid II juga berpotensi menggairahkan pasar kelas atas. Tax amnesty atau program pengungkapan sukarela adalah kesempatan yang diberikan kepada wajib pajak untuk mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) berdasarkan pengungkapan harta.
Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengemukakan, pengembang tahun ini mulai mendorong pembangunan properti komersial dengan harapan pasar terus membaik. REI menargetkan pembangunan rumah komersial mencapai 90.000 unit, atau meningkat 28,5 persen dibandingkan realisasi tahun 2021 yang sekitar 70.000 unit.
Totok menambahkan, harga properti yang mengalami stagnasi selama pandemi juga akan naik secara bertahap. Kenaikan harga properti tak bisa dihindari, seiring kenaikan harga lahan, bahan bangunan, dan upah pekerja. Namun, berlanjutnya stimulus pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) di sektor perumahan pada tahun ini dinilai tetap membuka peluang masyarakat untuk memiliki rumah.
Berdasarkan hasil survei Bank Indonesia tentang harga properti residensial (SHPR), pertumbuhan indeks harga properti residensial (IHPR) pada triwulan IV (Oktober-Desember) 2021 tercatat 1,47 persen secara tahunan, atau lebih tinggi dibandingkan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 1,41 persen (yoy). Kenaikan pertumbuhan IHPR secara tahunan sejalan dengan kenaikan inflasi biaya tempat tinggal konsumen rumah tangga.
Hunian mewah
Dari laporan ”Rumah.com Indonesia Property Market Triwulan I-2022”, sebanyak 52 persen pencarian hunian ada di rentang harga Rp 1 miliar ke atas. Dari jumlah itu, 26 persen pencarian di rentang harga Rp 1,5 miliar- Rp 4 miliar. Di sisi lain, pencarian untuk harga Rp 300–750 juta juga masih tetap tinggi, yaitu 23 persen dari total pencarian. Riset itu menganalisis 700.000 listing dan lebih dari tiga juta kunjungan setiap bulan.
Country Manager Rumah.com Marine Novita, di Jakarta, Kamis (3/3/2020), mengungkapkan, selama dua triwulan terakhir secara berturut-turut, pencarian hunian untuk rentang harga Rp 1,5 miliar sampai Rp 4 miliar terus meningkat, termasuk untuk rumah sekunder. Meskipun, stimulus PPN DTP untuk hunian Rp 2 miliar -Rp 5 miliar hanya 25 persen dari PPN yang terutang dan berlaku hanya untuk rumah baru (primer) yang dijual pengembang.
”Di segmen harga Rp 2 miliar - Rp 5 miliar, rumah sekunder pilihannya sangat banyak dan menarik. Sekali lagi, pasar sekunder ini tidak terpengaruh keringanan PPN. Faktor yang lebih berperan ialah para pencari hunian di segmen harga tersebut tidak terlalu terpukul dengan kondisi pandemi Covid-19,” tuturnya.
Hasil riset Rumah.com ”Consumer Sentiment Study Semester I-2022” yang belum dirilis secara resmi juga menunjukkan 68 persen responden yang sudah memiliki rumah ingin mencari rumah lain untuk investasi. Ini diduga karena suku bunga cenderung rendah belakangan ini. Namun, kondisi makroekonomi dengan meningkatnya harga komoditas dan energi yang didorong oleh krisis di Eropa bukan tidak mungkin mendorong suku bunga acuan bakal meningkat sehingga membalikkan arah tren bunga KPR yang turun dalam dua tahun terakhir.
Baca juga: Konsumen Berpacu dengan Waktu
General Manager Corporate Marketing PT Grahabuana Cikarang (anak usaha PT Jababeka Tbk) Eric Limansantoso, di Jakarta, berpendapat, selama pandemi Covid-19 tahun 2020 dan 2021, masyarakat kelompok menengah ke atas memilih menahan uang. Pada tahun-tahun itu, mereka belum yakin terhadap kondisi perekonomian sehingga tidak berani membeli atau berinvestasi di properti.
”Pada saat pandemi Covid-19 tahun 2020 dan 2021, masyarakat menengah ke atas sebenarnya memiliki angan membeli rumah. Hanya saja, saat itu, mereka masih khawatir terhadap ketidakpastian perekonomian dan pandemi Covid-19. Lain ceritanya dengan tahun 2022,” ujarnya.
Pada tahun 2022, kelompok masyarakat menengah ke atas berani mengeluarkan uang untuk membeli atau berinvestasi properti. Antusias mereka tetap direalisasikan meski varian Omicron Covid-19 menyebar. Di Jababeka, dua bulan berturut-turut, terjadi peningkatan penjualan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Lebih jauh, Eric mengatakan, perusahaan pengembang pun secara bertahap meninggalkan segmen residensial kelas menengah ke bawah, dan akan serius menggarap kelas atas. Tahun ini, Jababeka grup bekerja sama dengan investor Jepang untuk mengembangkan proyek residensial kelas atas di timur Jakarta, yang memiliki akses langsung ke lapangan golf Jababeka.
Direktur Marketing Ciputra Residence Yance Onggo mengatakan, tren pertumbuhan residensial menengah ke atas naik hanya terjadi di beberapa lokasi. Sebab, pertumbuhan setiap segmen properti dipengaruhi faktor internal, seperti lokasi proyek, populasi, aksesibilitas, fasilitas, dan konsep properti yang ditawarkan pengembang.
Dengan situasi pandemi Covid-19, lanjut dia, pencarian rumah segmen menengah atas bisa naik disebabkan beberapa faktor. Pertama, kelas menengah atas memiliki ketahanan ekonomi yang lebih stabil dibandingkan dengan kelas bawah. Kedua, faktor naiknya dana yang terparkir di bank yang belum dibelanjakan oleh segmen menengah atas yang membuat segmen ini diincar oleh pengembang. Ketiga, dukungan pemerintah berupa insentif PPN DTP dan ini dibuktikan dengan meningkatnya pilihan skema pembayaran tunai yang umumnya didominasi segmen menengah atas.
”Insentif PPN ditanggung pemerintah dan kebijakan bunga murah selama 2021 sangat membantu pertumbuhan penjualan hampir di semua segmen pasar,” ujarnya.
Faktor lain ialah strategi pemasaran digital dan terbukti mempermudah segmen kelompok masyarakat menengah ke atas melakukan pencarian properti. Selain itu, pandemi menyadarkan masyarakat akan hidup lebih sehat dan gaya hidup bekerja dari rumah membuat lebih sering di rumah sehingga pencarian rumah dengan kebutuhan luas bangunan dan luas tanah yang lebih besar meningkat.
Bagi pengembang, keuntungan meningkatnya properti kelas menengah ke atas adalah membuat penjualan lebih solid dan tingkat pembatalan rendah. Selain itu, dana dari segmen menengah atas yang terparkir di bank jika dibelanjakan ke properti akan membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. ”Pengembang akan lebih percaya diri dan memberikan persepsi positif sehingga masyarakat yang masih wait and see akan lebih yakin untuk memutuskan membeli properti,” kata Yance.
Dari sisi konsumen, masih banyak konsumen yang mencari rumah untuk tempat tinggal dengan harga terjangkau dan mengandalkan KPR. Setya (30), karyawan swasta di Jakarta Selatan, misalnya, menceritakan telah membeli rumah untuk tempat tinggal di Cikeas, Bogor. Salah satu alasan beli rumah sekarang karena memanfaatkan momen bunga KPR yang turun.
Harga rumah yang dia beli sekitar Rp 1 miliar. Dia merasa itu cukup mahal baginya sehingga dia putuskan mencicil melalui KPR. ”Ya, tentu, kalau nanti sudah punya uang, akan segera dilunasi. Setelah itu, saya kemungkinan besar juga akan mencari yang lebih nyaman dan lebih dekat tempat pekerjaan,” kata Setya.