Konsumen Berpacu dengan Waktu
Kebijakan perpanjangan insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah hingga Juni 2022 menghadirkan peluang, sekaligus tantangan. Konsumen dan pengembang harus bisa memanfaatkan waktu yang terbilang singkat ini.
Memasuki awal tahun 2022, kabar gembira hadir untuk sektor properti. Pemerintah bakal memperpanjang pemberian insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atau PPN DTP hingga Juni 2022. Subsektor perumahan diharapkan terus bergeliat dan mendorong pemulihan industri properti.
PPN DTP untuk pembelian rumah yang digulirkan sejak tahun 2021 itu mampu menyelamatkan sektor properti dari hantaman krisis akibat pandemi Covid-19. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam konferensi pers bertajuk “ Refleksi Capaian 2021 dan Outlook Ekonomi 2022”, mengatakan, pemerintah mengalokasikan anggaran Rp 960 miliar untuk memberi diskon pajak pembelian rumah pada tahun 2021. Dana tersebut habis terserap (Kompas.id, 30/12/2021).
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103 Tahun 2021 yang berlaku hingga 31 Desember 2021, fasilitas PPN DTP sebesar 100 persen berlaku untuk penjualan unit rumah tapak atau rumah susun bernilai jual sampai Rp 2 miliar, sedangkan PPN DTP 50 persen berlaku untuk rumah dengan nilai jual di atas Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar. Dengan relaksasi itu, pembeli rumah nonsubsidi berkesempatan membeli rumah dengan potongan biaya ataupun bebas PPN.
Sebagai ilustrasi, konsumen biasanya dikenakan PPN sebesar 10 persen dari harga jual rumah. Jika konsumen membeli rumah seharga Rp 500 juta, maka ia wajib menambah biaya Rp 50 juta untuk PPN. Namun, dengan PPN DTP, konsumen tidak perlu membayar biaya PPN 10 persen atau sebesar Rp 50 juta.
Kriteria PPN DTP, antara lain, rumah baru yang diserahkan dalam kondisi siap huni (ready stock). Konsumen memperoleh insentif itu maksimal untuk pembelian 1 unit rumah tapak atau rumah susun baru serta tidak boleh dijual kembali dalam jangka waktu 1 tahun.
Tahun 2022, pemerintah berencana melanjutkan insentif PPN DTP, meskipun tidak sebesar tahun lalu. Untuk penyerahan rumah tapak atau rumah susun baru dengan harga jual paling tinggi Rp 2 miliar, insentif PPN DTP hanya diberikan 50 persen, sedangkan rumah tapak dan rumah susun dengan harga jual di atas Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar, insentif yang diberikan 25 persen. Meski peraturan baru belum diteken, pasar merespons positif.
Baca juga: Insentif Menopang Bisnis Properti
“Diskon PPN tahun ini sudah cukup positif. Ada kesempatan hingga enam bulan ke depan jika pasar bisa memanfaatkan (momentum),” ujar Senior Associate Director Research Colliers Indonesia Ferry Salanto, dalam konferensi pers, di Jakarta, Rabu (5/1/2022).
Ferry menambahkan, tren pertumbuhan ekonomi akan mendorong pasar properti makin bergerak. Pasar residensial tidak hanya mengarah pada pemenuhan kebutuhan rumah tinggal (end user), tetapi juga instrumen investasi. Meski demikian, insentif PPN DTP dinilai belum akan berdampak besar bagi pasar apartemen, karena tidak banyak unit yang tersedia. Sejumlah proyek apartemen masih dalam tahap pembangunan dan sulit tuntas dalam kurun enam bulan ke depan.
Setelah kebijakan PPN DTP berakhir pada pertengahan tahun ini, pembeli juga harus ancang-ancang untuk mengumpulkan dana lebih. Sebab, pemerintah berencana menaikkan PPN menjadi 11 persen mulai 1 April 2022, serta penyesuaian suku bunga acuan Bank Indonesia pada paruh kedua tahun ini.
“Pembeli kini berpacu dengan waktu. Setelah insentif PPN DTP berakhir, harga jual rumah dan apartemen akan lebih tinggi lagi,” kata Ferry.
Minim informasi
Sementara itu, meski insentif PPN telah berlangsung 1 tahun dan bakal diperpanjang, belum semua warga terinformasi kebijakan tersebut. Yohan, karyawan swasta di Jakarta, saat dihubungi, menceritakan bahwa dirinya sedang mencari rumah tapak di sekitar Kota Tangerang Selatan, Banten. Dia mendengar informasi bahwa pemerintah mengeluarkan insentif PPN DTP properti yang membuatnya semakin bersemangat berburu rumah tapak. Akan tetapi, beberapa pengembang kluster rumah tapak yang dia incar menyebut insentif itu sudah berakhir.
“Infonya dari pengembang, periode insentif PPN DTP sudah berakhir. Insentif yang saya pahami adalah harga rumah maksimal Rp 2 miliar dapat diskon 100 persen dan rumah seharga Rp 2 miliar - Rp 5 miliar dapat diskon 50 persen. Belum tahu kalau ternyata ada perpanjangan insentif dengan ketentuan berbeda,” ucap Yohan.
Baca juga: Ikhtiar Dongkrak Sektor Properti dengan Perpanjangan Insentif PPN
Lain cerita dengan pasangan Tati dan Aru yang baru saja membeli rumah tapak baru di salah satu kluster di Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan. Pembelian rumah kedua bagi pasangan itu menggunakan skema kredit pemilikan rumah (KPR). Mereka mengaku telah mengetahui insentif PPN DTP, tetapi tidak memahami pelaksanaannya.
Berdasarkan penuturan Tati dan Aru, pihak pengembang hanya menginformasikan harga jual rumah sudah termasuk Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), izin mendirikan bangunan, bea balik nama, dan dua unit perangkat pendingin ruangan. Komponen biaya lain terdiri atas biaya KPR dan notaris.
Nia, karyawan swasta di perusahaan multinasional di Jakarta, memiliki cerita berbeda. PPN DTP yang ditawarkan pemerintah tahun lalu dan tahun 2022 membuatnya tertarik untuk membeli properti sebagai tujuan investasi. Namun, dia akhirnya urung membeli dan memanfaatkan insentif itu karena pihak bank tidak menawarkan kemudahan cara pembayaran uang muka.
“Bagi warga yang ingin membeli properti untuk tujuan investasi pun, adanya diskon PPN dari pemerintah itu menguntungkan sekali. Akan tetapi, konsumen memutuskan bertransaksi enggak cuma karena kebijakan itu. Ada faktor lain, seperti promosi yang ditawarkan bank dan pengembang menarik atau tidak,” kata Nia.
Banyak faktor
Senior Research Advisor Knight Frank (PT Willson Properti Advisindo) Syarifah Syaukat, saat dihubungi terpisah, berpendapat, pada dasarnya stok hunian yang ada di pasar diidominasi oleh stok yang sesuai dengan skema insentif PPN DTP, seperti unit siap huni, untuk end-user, dan dengan kisaran harga tertentu. “Meski demikian, tidak seluruh segmen pasar residensial akan terdampak kebijakan itu,” katanya.
Pendiri dan CEO PinHome Dayu Dara Permata, menilai, berdasar data PinHome terkait perilaku konsumen sepanjang 2021 menunjukkan lebih dari 75 persen pembeli properti masih menggunakan metode KPR untuk pembayaran. Kebijakan perpanjangan PPN DTP bisa menjadi stimulus meningkatkan pembelian properti dengan skema KPR tersebut.
Baca juga: Tarif Pajak Penghasilan Hunian Mewah Turun Jadi 1 Persen
Namun, pada saat bersamaan, lanjut Dayu, muncul tantangan dalam hal kesiapan pengembang merampungkan pembangunan rumah tapak. Sebab, pada umumnya, pengembang membutuhkan waktu minimal delapan bulan, sedangkan perpanjangan PPN DTP hanya berlaku untuk enam bulan ke depan atau Juni 2022.
Direktur Marketing Ciputra Residence Yance Onggo berpendapat, penerapan PPN DTP sampai Juni 2022 hanya efektif untuk penjualan rumah-rumah siap huni. Sedangkan, stok rumah siap huni semakin menipis karena banyak terserap di tahun lalu. Proses pembangunan rumah satu lantai atau dua lantai dengan ukuran minimalis umumnya membutuhkan waktu 8-12 bulan.
“Sulit bagi pengembang mengejar pembangunan proyek baru dalam semester I-2022, mengingat masa efektif pembangunan kemungkinan hanya tinggal 4-5 bulan, karena terpotong masa bulan puasa dan libur Idul Fitri,” katanya.
Di Citra Raya Tangerang, stok unit apartemen dengan kisaran harga Rp 200 juta-Rp 300 juta per unit hanya tersisa 50 unit, setelah tahun lalu terserap hampir 200 unit. Sedangkan, stok rumah tapak di Citra Maja Raya di kisaran harga Rp 200 juta yang menyasar segmen menengah bawah juga menipis. Dari stok rumah sekitar 1.000 unit telah terserap sebanyak 700 unit tahun lalu, sehingga kini tersisa 300 unit.
Menurut Yance, psikologis pasar kini semakin membaik seiring tren pemulihan ekonomi, peningkatan daya beli, dan penanganan pandemi. Investasi properti yang sempat tertahan mulai kembali menggeliat. Apabila kebijakan diskon PPN dapat diterapkan untuk rumah inden dengan batasan inden maksimal 1 tahun, ia yakin penjualan properti di Indonesia semakin pesat.
Country Manager Rumah.com Marine Novita juga mengkritisi penerapan perpanjangan PPN DTP. Kebijakan ini hanya diberlakukan bagi rumah baru dan rumah siap huni, sehingga semakin mempersempit cakupan manfaat. Tantangan lain, persepsi terhadap suku bunga KPR yang dianggap masih tinggi.
Survei Rumah.com Consumer Sentiment Study Semester II-2021 menunjukkan 60 persen responden merasa suku bunga masih terlalu tinggi dan 88 persen responden berharap pemerintah dapat membantu menurunkan lagi suku bunga. Kenyataannya, sejak Januari 2020 hingga Agustus 2021, rata-rata suku bunga KPR dan kredit pemilikan apartemen (KPA) adalah 8,38 persen, sementara rata-rata suku bunga acuan BI di angka 3,92 persen.
Baca juga: Pasar Apartemen Diproyeksikan Membaik pada Triwulan IV-2021