Sistem kontrak dalam kebijakan penangkapan ikan terukur terus menuai pro kontra. Pemerintah diminta mengkaji ulang kebijakan tersebut.
Oleh
BRIGITA MARIA LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN
Ilustrasi. Kapal ikan eks asing
JAKARTA, KOMPAS — Rencana pemerintah memberlakukan sistem kontrak penangkapan terukur di wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia (WPP-NRI) mulai Maret 2022 menuai penolakan sejumlah organisasi masyarakat sipil. Pemberian kuota kontrak tangkapan ikan kepada korporasi atau investor asing dikhawatirkan kembali menyuburkan pengerukan kekayaan laut Indonesia.
Sikap penolakan terhadap sistem kontrak penangkapan ikan itu tertuang dalam pernyataan resmi sembilan organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Untuk Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan (Koral), di Jakarta, Rabu (23/2/2022). Sembilan organisasi itu meliputi Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJ), Pandu Laut
Nusantara, EcoNusa, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Greenpeace Indonesia, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, dan Yayasan Terangi.
Alih-alih menerapkan sistem kuota kontrak, Koral meminta agar KKP menerapkan perizinan berbasis tingkat kepatuhan kapal penangkap ikan, memperkuat kapasitas dalam pengkajian stok ikan dan pengawasan, serta menutup kegiatan penangkapan
ikan dari invasi kapal ikan asing.
Sistem kontrak berbasis kuota diterapkan pada empat zona industri perikanan di tujuh WPP-NRI. Total kuota penangkapan ikan yang ditawarkan untuk industri mencapai 5,99 juta ton per tahun dengan perkiraan nilai ekonomi Rp 180 triliun. Kuota dihitung berdasarkan kajian Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan dan Organisasi Pengelolaan Perikanan Regional (RFMOs) untuk dibagikan kepada penerima kuota, yakni nelayan lokal yang tergabung dalam korporasi dan investor (industri).
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah menunggu finalisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia terkait aturan soal tata cara penarikan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) untuk pemanfaatan sumber daya perikanan dengan sistem kontrak. Uji coba sistem kontrak diharapkan dapat diterapkan pada Maret 2022.
Koordinator Nasional DFW Indonesia Mohammad Abdi Suhufan mengatakan, sistem kuota kontrak berpotensi memberikan keistimewaan kepada korporasi besar dan pemodal asing untuk menguasai kuota tangkapan di zona industri tersebut. Ini karena kondisi koperasi perikanan di Indonesia tidak sanggup bersaing dengan investor besar dan akan sulit memenuhi persyaratan kontrak yang ditetapkan KKP.
”Jangan sampai manfaat ekonomi yang didapat melalui PNBP tidak sebanding dengan tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan masifnya penangkapan ikan dengan segala jenis alat tangkap,” kata Abdi, Rabu.
Ia menambahkan, implementasi penangkapan ikan terukur oleh KKP juga semestinya perlu menghitung tingkat kesiapan teknis, manfaat, serta risiko secara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Uji coba yang direncanakan Maret 2022 harus pula melihat kesiapan pelabuhan dan pengawasan untuk mengantisipasi pelanggaran serta potensi konflik sosial antara nelayan kecil dan korporasi yang memperoleh kuota tangkapan ikan.
”Jangankan kesiapan teknis operasional, kesiapan administrasi seperti peraturan menteri, petunjuk teknis sampai saat ini belum terbit,” kata Abdi.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO
Kapal nelayan di Kelurahan Sepempang, Kecamatan Bunguran Timur, Natuna, Kepulauan Riau, bersandar di Pelabuhan Teluk Baruk, Jumat (6/3/2020).
Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Walhi Parid Ridwanuddin menyatakan, kebijakan penangkapan ikan terukur dengan sistem kontrak memberikan karpet merah bagi korporasi asing. Ikatan kontrak terhadap 4-5 investor per zona industri lewat metode lelang terbuka dinilai merupakan langkah negara membuka eksploitasi dan liberalisasi sumber daya ikan di laut Indonesia.
Ia menambahkan, KKP semestinya fokus menjalankan mandat UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam melalui skema kebijakan perlindungan dan pemberdayaan keluarga nelayan yang didominasi nelayan kecil dan tradisional.
Dalam Rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Tata Cara Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di WPP-NRI dengan sistem kontrak, persyaratan badan usaha untuk menjadi peserta lelang, antara lain, memiliki modal usaha paling sedikit Rp 200 miliar, mengajukan paling sedikit 50 kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan berukuran lebih dari 100 GT, kapal berbendera Indonesia, dan anak buah kapal (ABK) berkewarganegaraan Indonesia.
Secara terpisah, dalam konsultasi publik terkait rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penangkapan Ikan Terukur di Sibolga, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini mengatakan, kuota dalam sistem kontrak akan terbagi menjadi kuota industri, kuota nelayan lokal, dan kuota bukan tujuan komersial.
”Kalau ada yang bilang nelayan kecil tidak dapat kuota, itu salah besar. Justru kita utamakan, sisanya baru untuk industri, baik pelaku usaha yang sudah ada maupun yang baru mulai merintis usahanya di bidang ini,” ujarnya, dalam keterangan pers, Rabu.
Zaini menegaskan, sistem kontrak akan memberikan kepastian berusaha bagi pelaku usaha, antara lain kepastian terkait waktu, karena bisa langsung mengajukan 15 tahun dan bayar perizinan sekali. Dengan perjanjian kerja sama itu, tidak ada risiko pencabutan izin usaha perikanan dan izin penangkapan ikan sepanjang memenuhi ketentuan.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin mengatakan akan mengawal jalannya penangkapan ikan terukur dengan penerapan teknologi yang terintegrasi. Pengawasan mencakup dokumen perizinan berusaha, jumlah kuota penangkapan ikan, alat tangkap beserta alat bantu, operasional penangkapan ikan, kesesuaian pelabuhan pangkalan, ikan hasil tangkapan, serta distribusi domestik dan ekspor. ”Kami tidak segan-segan memberikan sanksi bagi pelaku usaha yang nakal dan tidak mengikuti regulasi yang ada,” ujarnya.