Saham Teknologi dan Digital Masih Berpeluang Beri Keuntungan
Saham-saham emiten di sektor digital dinilai masih berpeluang memberi keuntungan bagi investor di tengah perkembangan teknologi yang bergulir cepat. Namun, strategi dan kehati-hatian tetap diperlukan dalam berinvestasi.
Oleh
JOICE TAURIS SANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perkembangan dunia digital terus bergulir dan tidak dapat dihindari. Demikian pula dengan saham-saham pada sektor digital yang ada di Bursa Efek Indonesia. Saham pada sektor tersebut dinilai masih dapat memberikan peluang keuntungan bagi investor.
Meski demikian, investor tetap perlu berstrategi dan berhati-hati dalam berinvestasi pada sektor digital yang masih tergolong sektor baru di bursa. Beberapa hal masih harus tetap diperhatikan oleh para investor, seperti rotasi sektoral di bursa dan ketepatan waktu berinvestasi.
Tahun lalu, saham-saham pada sektor teknologi dan digital naik berkali lipat. Hanya saja, pada awal tahun ini, beberapa saham yang sempat naik malahan melemah. ”Digitalisasi merupakan keniscayaan, tidak dapat dihindari,” ujar Piter Abdullah Redjalam, Direktur Riset dari Center of Reform on Economics (Core) dalam diskusi tentang prospek saham digital yang digelar Kontan, Selasa (22/2/2022).
Piter memaparkan, potensi ekonomi digital di Indonesia masih berpeluang sangat besar untuk berkembang. Jika dilihat dari pengguna telepon genggam aktif yang mencapai 355 juta pengguna pada 2019, tahun ini diperkirakan akan naik menjadi 370 juta pengguna. Kenaikan juga terjadi pada pengguna internet, yakni dari 150 juta pengguna pada 2019 menjadi 202 juta pengguna pada tahun ini.
Piter mencontohkan digitalisasi yang terjadi dengan cepat pada sektor perbankan. Dahulu, konsumen harus datang ke kantor cabang bank pada jam tertentu untuk bertransaksi. Teknologi mesin anjungan tunai mandiri (ATM) membuat waktu lebih fleksibel lagi. Konsumen dapat datang kapan saja. Terkini, dengan teknologi digital, konsumen sudah tidak perlu ke luar rumah untuk bertransaksi dan dapat dilakukan dalam 24 jam.
Sementara itu, CEO Emtrade Ellen May berpendapat, saat ini porsi saham-saham pada sektor teknologi dan digital masih kecil bobotnya dalam perhitungan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Dia memperkirakan, jika nanti semakin banyak emiten dalam sektor teknologi yang ada di bursa, secara otomatis sektor ini menjadi incaran para manajer investasi.
Manajer investasi perlu memadukan sektor lain dengan sektor teknologi dan digital untuk dapat menyesuaikan pembobotan pada IHSG karena IHSG masih menjadi patokan kinerja bagi para manajer investasi. ”Tahun lalu sektor teknologi berkinerja sangat baik. Apakah tren akan berlanjut sampai tahun 2022 ini? Saya yakin tren penguatan saham teknologi masih lanjut, tetapi ada naik dan turunnya. Tetap ada rotasi pada sektor lain,” tutur Ellen.
Dia mengatakan, di bursa saat ini terjadi rotasi pada sektor komoditas yang memang harganya sedang naik. Lalu ada juga penguatan pada sektor perbankan yang besar. Ellen menyarankan para investor yang tertarik pada saham teknologi dan digital tetap memeriksa apakah saham yang diincar tersebut memang sedang dalam fase penguatan.
Menurut Ellen, perusahaan teknologi seperti perusahaan yang menjual mimpi dan kita belum tahu apakah mimpi itu akan menjadi kenyataan atau tidak. ”Sehingga salah satu strateginya adalah pada money management. Dalam berinvestasi, pakailah prinsip memasukkan batu besar ke dalam ember, lalu masukkan kerikil dan pasir,” lanjut Ellen.
Ellen menyarankan agar investor membagi portofolio investasi dengan bijak, seperti membeli saham perusahaan yang memang sudah solid dan mapan. Barulah membeli saham perusahaan lain yang berprospek baik dalam jangka menengah dan pendek, seperti saat ini saham sektor komoditas dan konstruksi. Lalu saham lain prospeknya lebih pendek. ”Mungkin nanti saatnya saham-saham teknologi kembali menguat,” kata Ellen.