Kebutuhan riil biomassa untuk pembangkit listrik di Indonesia belum terpetakan. Hal itulah yang menyebabkan pasokan biomassa belum mendapatkan kepastian penyerap (off taker).
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Potensi biomassa di Indonesia yang melimpah perlu dioptimalkan untuk mendukung bauran energi baru dan terbarukan 23 persen pada 2025. Pemanfaatan biomassa pada pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU dapat mengurangi ketergantungan pada batubara. Tantangannya adalah bagaimana menjaga keandalan pasokan biomassa.
Menurut Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan, pembakaran biomassa bercampur batubara pada PLTU atau dikenal dengan metode co-firing adalah salah satu cara mudah mengoptimalkan potensi energi terbarukan selain tenaga surya. Selain co-firing, pengembangan pembangkit listrik tenaga biomassa berskala kecil juga perlu didorong.
”Apabila dioptimalkan, pemanfaatan biomassa bisa berkontribusi besar terhadap target bauran energi baru dan terbarukan di Indonesia,” ujar Mamit saat dihubungi, Jumat (18/2/2022), di Jakarta.
Data Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), per November 2021 porsi biomassa dalam bauran energi nasional sebesar 0,22 persen. Pada 2022, porsi biomassa dalam bauran energi nasional diharapkan tumbuh menjadi 0,62 persen.
Tantangan pemanfaatan biomassa sebagai bahan bakar pembangkit listrik, lanjut Mamit, adalah keandalan pasokan, terutama untuk biomassa dari pelet kayu. Untuk menjamin kecukupan pasokan pelet kayu, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) bisa bekerja sama dengan instansi lain, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau dengan Perhutani.
Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Edi Wibowo menuturkan, pihaknya sudah mendata potensi biomassa di pulau-pulau besar, yakni Sumatera, Kalimantan, Jawa-Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Biomassa itu berbahan dari kelapa sawit, tebu, karet, kelapa, sekam padi, jagung, singkong, kayu, limbah ternak, dan sampah perkotaan.
”Dari survei terakhir, potensi (biomassa di Indonesia) sudah mencapai 56.000 megawatt,” ucap Edi dalam webinar bertajuk ”Investasi Energi Baru dan Terbarukan dalam Pengembangan Biomassa di Indonesia”, Rabu (16/2).
Terkait kendala pengembangan biomassa, menurut Edi, belum terpetakan kebutuhan riil biomassa untuk pembangkit listrik di Indonesia. Hal itulah yang menyebabkan pasokan biomassa belum mendapatkan kepastian penyerap (off taker). Selain itu, juga harga jual yang belum ekonomis dan kompetitif.