Pesantren bukan sekadar menjadi tempat menuntut ilmu. Pemerintah ingin pula menjadikan pesantren sebagai tempat mencetak wirausaha baru.
Oleh
STEFANUS OSA TRIYATNA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pesantren bukan sekadar tempat menuntut ilmu, melainkan juga berpotensi menjadi tempat yang baik dalam mencetak wirausaha baru, terutama melalui pengembangan kewirausahaan para santri. Dari pesantren-pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia, gerakan penciptaan wirausaha baru dapat ikut berkontribusi bagi perekonomian nasional.
Salah satu upaya mendorong kewirausahaan di lingkungan pesantren, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) bersama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memulai komitmen bersama dengan penandatanganan nota kesepahaman (MOU) pengembangan koperasi di lingkungan pesantren. Penandatanganan MOU itu sekaligus dalam perayaan hari lahir ke-99 Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Syaichona Cholil Bangkalan, Madura, Jawa Timur, Kamis (17/2/2022) malam.
Kesepakatan itu sekaligus menjadi komitmen untuk sama-sama meningkatkan dan memberdayakan ekonomi umat di kalangan santri. Penandatanganan MOU dihadiri Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Menteri BUMN Erick Thohir, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan Ketua PBNU Yahya Cholil Staquf.
Teten, dalam keterangan persnya, mengatakan, nota kesepahaman ini menjadi langkah nyata implementasi Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengembangan Kewirausahaan Nasional Tahun 2021-2024. Seperti telah berulang kali ditekankan, rasio kewirausahaan masih perlu terus dikejar agar bangsa ini mencapai kemandirian ekonomi.
Tahun 2024, ujar Teten, target rasio kewirusahaan harus tumbuh 3,95 persen atau sekitar 1,5 juta wirausaha baru. Di negara maju, rasio kewirausahaan sudah mencapai 10-14 persen. Indonesia masih tertinggal cukup jauh.
”Saya sudah diingatkan oleh Gus Yahya (Yahya Cholil Staquf), MOU ini jangan cuma asal teken saja, tetapi juga harus ada bukti. PBNU menargetkan mampu mencetak 10.000 wirausaha baru. Justru saya bilang ini masih sedikit. Jumlah santri yang tersebar di seluruh Indonesia sangat banyak. Kita bersama bisa mencetak jumlahnya lebih dari itu,” kata Teten.
Penciptaan wirausaha baru tersebut, menurut rencana, akan dilakukan melalui pendekatan inkubasi yang programnya sudah ada di Kementerian Koperasi dan UKM. Tinggal nanti, kata Teten, pembiayaannya bisa disinergikan dengan Kementerian BUMN.
Selain itu, ada kredit usaha rakyat (KUR) yang jumlahnya terus bertambah. Perbankan pun diminta menaikkan pembiayaannya ke usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) hingga 30 persen pada 2024. Bahkan, Kementerian Koperasi dan UKM juga memiliki Lembaga Pengelola Dana Bergulir-KUMKM yang bisa membantu pembiayaan dana bergulir lewat koperasi.
Kementerian Koperasi dan UKM, lanjut Teten, diberi tugas oleh pemerintah untuk mengembangkan koperasi pondok pesantren (koppontren). Saat ini, pihaknya telah melakukan pilot project di Koppontren Al-Ittifaq, Jawa Barat, sebagai salah satu koperasi sektor riil di sektor pangan yang terhubung dengan pasar modern.
”Kebutuhan pasokan buah-buahan hingga 56 ton. Namun, yang baru bisa dipenuhi sebanyak 6 ton. Koppontren ini akan menjadi distributor dari pesantren lainnya, tidak hanya di Jabar. Selain itu, ada juga Ponpes Sunan Drajat di Lamongan (Jatim), memiliki koperasi yang menghubungkan 17 ponpes lainnya di Jatim sebagai contoh jaringan ritel modern,” jelas Teten.
Menurut hasil pemetaan Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Agama dan Keagamaan, tahun 2020 dan 2021 terdapat 90,48 persen dari 11.868 pesantren sudah memiliki unit usaha. Bahkan, 2,58 persen pesantren memiliki 3-5 jenis usaha.
”Sinergi dan kolaborasi bisa kita bangun dengan kuat, maka akan mendatangkan dampak yang besar bagi pembangunan perekonomian di Indonesia, termasuk yang datang dari lingkungan pesantren,” ujar Teten.
Tahun 2022, Kementerian Koperasi dan UKM ingin mewujudkan pemulihan transformatif pada UMKM dan koperasi. Pemulihan ini tidak sekadar tumbuh kembali seperti kondisi sebelum pandemi, tetapi sekaligus menyiapkan UMKM dan koperasi agar lebih siap menghadapi krisis ataupun perubahan lingkungan di masa-masa akan datang.
Ke depan, pemerintah juga akan menyasar langsung pelaku UMKM dan koperasi anak muda, perempuan, serta fokus untuk mendukung pengembangan usaha ramah lingkungan. Tentunya, keterlibatan santri-santri muda dan alumni pesantren sangat diharapkan.
Hal senada diungkapkan Erick Thohir. Pihaknya siap mendorong terciptanya wirausaha baru. BUMN, sebagaimana diamanahkan Presiden, diminta untuk mengintervensi dan menuntaskan kesenjangan sosial. Salah satu upayanya dengan memperkuat ekonomi umat, yakni dari pesantren-pesantren.
”Indonesia ini masyarakat Muslim-nya terbesar, tetapi kita tidak masuk 10 bahkan lima besar industri halalnya. Untuk itu, kami mendorong PBNU menjadi mercusuar kebangkitan ekonomi dengan kerja sama BUMN dan PBNU,” ucap Erick.
Sebagai langkah awal, BUMN dan pesantren di bawah NU mempersiapkan untuk penyediaan komoditas pangan dari pesantren. Mengingat, saat ini, ada gejolak soal stabilitas harga pangan. ”Kami di BUMN punya banyak sektor usaha di pangan sehingga ini sangat bisa disinergikan,” ujar Erick.
Gus Yahya berharap kerja sama tak hanya mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia, tetapi juga membangun kemandirian ekonomi pondok pesantren. Diharapkan, MOU dengan Kementerian Koperasi dan UKM ini membawa keberkahan dan kemaslahatan bagi umat serta bangsa dan negara.