Waskita Tertatih-tatih Kumpulkan Modal Kerja meski Dapat Dana Negara
Bisnis jangka panjang Waskita Karya sangat bagus. Namun, untuk jangka pendek, Waskita kesulitan likuiditas untuk menambah modal kerja.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Waskita Karya (Persero) Tbk telah dan akan mendapatkan penyertaan modal negara pada 2021 dan 2022 masing-masing Rp 7,9 triliun dan Rp 3 triliun. Kendati begitu, perusahaan milik negara ini masih tertatih-tatih mengumpulkan tambahan likuiditas untuk membiayai proyek pembangunan infrastruktur yang ditugaskan negara.
Direktur Utama Waskita Karya Destiawan Soewardjono mengatakan, pada 2021, perseroan mendapatkan PMN Rp 7,9 triliun yang digunakan untuk menggarap tujuh ruas tol, termasuk Tol Kayu Agung-Palembang-Betung dan Ciawi-Sukabumi. Kemudian pada 2022, perseroan akan menerima PMN Rp 3 triliun.
Sebanyak Rp 2 triliun dari PMN itu akan digunakan untuk menyelesaikan pembangunan Tol Kayu Agung-Palembang-Betung dan Rp 996 miliar untuk Ciawi-Sukabumi. Progres pembangunan Tol Kayu Agung-Palembang-Betung sudah mencapai 63,92 persen dan ditargetkan rampung pada 2023. Adapun progres Jalan Tol Ciawi-Sukabumi mencapai 51,16 persen dan ditargetkan kelar pada Mei 2025.
”Pembangunan jalan Ciawi-Sukabumi ini memakan waktu lama karena pendanaan tidak hanya berasal dari PMN, tetapi juga ekuitas. Namun, kami akan upayakan agar tetap selesai maksimal November 2024,” kata Destiawan dalam rapat dengar pendapat di Komisi VI Dewan Perwakilan rakyat (DPR) yang digelar secara hibrida, Senin (14/2/2022).
Pembangunan jalan Ciawi-Sukabumi ini memakan waktu lama karena pendanaan tidak hanya berasal dari PMN, tetapi juga ekuitas.
Di tengah tugas merampungkan sejumlah proyek strategis pemerintah itu, Waskita juga tengah merestrukturisasi utang yang mencapai Rp 90,9 triliun pada tahun 2019. Dari jumlah tersebut, Rp 70,9 triliun merupakan utang bank dan obligasi, sementara sisanya adalah utang terhadap vendor.
Waskita juga telah memberikan pinjaman tunai kepada anak usahanya, PT Waskita Toll Road, sebesar Rp 6,42 triliun untuk modal kerja. Pinjaman itu diberikan dengan bunga 8 persen per tahun dan dalam jangka waktu tiga tahun sampai 31 Desember 2025.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Waskita Karya Taufik Hendra Kusuma menambahkan, berbagai upaya memperkuat modal kerja dan mengurangi utang telah dilakukan. Selain PMN, Waskita juga telah melakukan right issue atau hak memesan efek terlebih dahulu pada akhir 2021.
Waktu itu targetnya Rp 4 triliun, tetapi hanya terealiasi Rp 1,5 triliun karena minat pasar tengah turun. Perolehan right issue itu menyebabkan komposisi saham pemerintah berubah dari 66,04 persen menjadi 75,34 persen.
Pada tahun ini, lanjut Taufik, perseroan akan melanjutkan right issue tersebut untuk mendapatkan dana sekitar Rp 3,9 triliun hingga Rp 4 triliun. Upaya itu juga dalam rangka mengembalikan komposisi saham pemerintah menjadi 66,04 persen.
”Kondisi pasar modal masih menantang pada tahun ini. Selain pasar yang masih belum baik, kompetisi antarperusahaan milik negara untuk mendapatkan tambahan pendanaan dari pasar modal juga cukup kuat. Jika target right issue itu tidak tercapai, beban Waskita akan semakin besar,” ujarnya.
Jika target right issue itu tidak tercapai, beban Waskita akan semakin besar.
Taufik menambahkan, untuk mengurangi tekanan finansial perusahaan, Waskita juga akan melanjutkan divestasi jalan tol yang telah beroperasi pada tahun ini, yakni 4-5 ruas. Hal itu bertujuan mengurangi beban utang Waskita yang berasal dari investasi dan konstruksi jalan tol.
Hingga akhir tahun lalu, perseroan telah melepas empat ruas jalan tol dengan total transaksi Rp 6,8 triliun ke sejumlah investor. Manajemen Waskita menargetkan bisa melepas utang Rp 54 triliun melalui divestasi jalan tol pada 2025.
Pada 27 September 2021, Kementerian BUMN menggulirkan delapan skema penyelamatan Waskita Karya. Kedelapan skema itu ialah pemindahtanganan aset (asset recycling) inti dan khusus, restrukturisasi utang dan anak perusahaan, penjaminan pinjaman dan obligasi, penyertaan modal negara, restrukturisasi bisnis, serta perbaikan tata kelola dan manajemen risiko (Kompas, 28/9/2021).
Bisnis jangka panjang Waskita sangat bagus. Namun, untuk jangka pendek ini, Waskita kesulitan likuiditas untuk menambah modal kerja.
Anggota Komisi VI DPR, Harris Turino, menilai, bisnis jangka panjang Waskita sangat bagus. Namun, untuk jangka pendek, Waskita kesulitan likuiditas untuk menambah modal kerja. Jika Waskita tidak mendapatkan tambahan dana dari right issue, proyek-proyek yang direncanakan akan terganggu.
”Saya khawatir rencana Waskita ini menjadi mimpi kosong dan justru bisa membebani perusahaan. Saya berharap, pemerintah dan Waskita benar-benar dapat memastikan mendapatkan pendanaan tersebut,” kata dia.
Sementara anggota Komisi VI yang lain, Herman Khaeron, meminta agar pemerintah dan manajemen Waskita melihat kembali penugasan-penugasan yang secara bisnis tidak menguntungkan Waskita. Jangan sampai Waskita kembali terjebak pada utang, kerugian, bahkan kebangkrutan.