Momentum bagi Optimalisasi Energi Terbarukan di Indonesia
Potensi energi terbarukan Indonesia yang melimpah harus dimanfaatkan sebaik mungkin di tengah lonjakan harga energi fosil.
Oleh
ARIS PRASETYO, MEDIANA, ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan harga minyak mentah dunia dan tingginya ketergantungan Indonesia terhadap impor minyak mentah maupun bahan bakar minyak harus menjadi momentum untuk terus mengoptimalkan pemanfaatan sumber energi terbarukan. Sektor transportasi adalah salah satu sektor signifikan dalam proses transisi energi dari energi fosil ke energi terbarukan.
Data dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menunjukkan, produksi minyak di Indonesia terus merosot dalam enam tahun terakhir. Pada 2016, produksi minyak tercatat sebanyak 831.000 barel per hari dan menurun hingga menjadi 660.000 barel per hari pada 2021. Tahun ini, pemerintah menargetkan produksi minyak sebanyak 703.000 barel per hari.
Dari konsumsi bahan bakar minyak (BBM) nasional yang sebanyak 1,4 juta barel per hari hingga 1,5 juta barel per hari, maka Indonesia perlu mengimpor minyak mentah dan BBM sekitar 800.000 barel per hari.
Dengan kenaikan harga minyak mentah dunia dan gas alam, menurut anggota Komisi VII DPR dari Partai Keadilan Sejahtera, Mulyanto, situasi tersebut tak menguntungkan Indonesia yang berstatus sebagai pengimpor bersih (net importer) minyak sejak 2004. Indonesia harus membayar lebih banyak untuk impor minyak, termasuk elpiji, sehingga berpotensi menguras devisa negara.
”Perlu strategi jangka pendek, menengah, dan panjang untuk mengantisipasi kian tergantungnya Indonesia pada impor minyak mentah dan elpiji yang kurang menguntungkan dari sisi fiskal,” ujar Mulyanto saat dihubungi, Senin (14/2/2022), di Jakarta.
Jangka pendek tersebut, menurut Mulyanto, adalah dengan penghematan konsumsi BBM. Adapun strategi jangka menengah adalah dengan mempercepat pembangunan kilang minyak dalam negeri. Pembangunan kilang baru dibutuhkan untuk mengolah minyak mentah menjadi BBM ataupun produk petrokimia lainnya.
”Strategi jangka panjangnya adalah mempercepat introduksi energi terbarukan di sektor pembangkit listrik untuk menggantikan batubara dan solar, serta pengembangan kendaraan listrik di sektor transportasi untuk mengurangi pemakaian BBM,” kata Mulyanto.
Terkait optimalisasi sumber energi terbarukan, Sekretaris Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Sahid Junaidi, mengungkapkan, dari potensi energi terbarukan di Indonesia yang sebanyak 3.600 gigawatt (GW), pemanfaatannya baru 11,15 GW. Potensi energi terbarukan terbesar ada di jenis tenaga surya, yaitu sekitar 3.295 GW.
”Diperlukan upaya yang lebih keras untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber energi terbarukan di Indonesia. Dari sisi kebijakan maupun infrastruktur harus mendukung rencana optimalisasi tersebut,” kata Sahid dalam webinar tentang transisi energi, Kamis (10/2), di Jakarta.
Beberapa hal yang dilakukan pemerintah, imbuh Sahid, untuk mengoptimalkan sumber energi terbarukan di Indonesia adalah mempercepat penerbitan Peraturan Presiden tentang harga jual listrik dari energi terbarukan; aturan tentang pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap; kewajiban penggunaan bahan bakar nabati; kemudahan perizinan; serta pemberian insentif fiskal dan nonfiskal untuk pemanfaatan energi terbarukan.
Kendaraan listrik
Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, upaya mengurangi ketergantungan pada minyak bisa juga dilakukan dengan mempercepat pengembangan kendaraan listrik di Indonesia. Jenis kendaraan listrik yang paling realistis untuk diprioritaskan pengembangannya adalah sepeda motor listrik. Pasalnya, pemakaian sepeda motor di Indonesia jauh lebih banyak ketimbang mobil.
Upaya mengurangi ketergantungan pada minyak bisa juga dilakukan dengan mempercepat pengembangan kendaraan listrik di Indonesia.
”Untuk meningkatkan minat masyarakat menggunakan kendaraan listrik, salah satu caranya adalah dengan memberikan insentif pajak kendaraan bermotor dan menerapkan pajak yang lebih tinggi bagi kendaraan berbahan bakar minyak,” kata Fabby.
Pemerintah menargetkan sebanyak 15 juta kendaraan listrik, terdiri dari 2 juta unit roda empat dan 13 juta unit roda dua, beroperasi di Indonesia pada tahun 2030. Apabila terealisasi, target tersebut dapat menghemat impor BBM setara 77.000 barel per hari. Penghematan impor itu juga bisa menghemat devisa 1,8 miliar dollar AS dan menurunkan emisi gas karbon 11,1 juta ton.