Rapat Dewan Gubernur BI memutuskan mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 3,50 persen, suku bunga Deposit Facility 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility 4,25 persen.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan tetap mempertahankan tingkat suku bunga acuan atau BI rate pada level 3,5 persen. Tingkat suku bunga terendah sepanjang sejarah ini sudah bertahan selama setahun terakhir. Kebijakan ini untuk mendorong pemulihan ekonomi dengan tren suku bunga rendah.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, Rapat Dewan Gubernur BI memutuskan mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 3,50 persen, suku bunga Deposit Facility 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility 4,25 persen.
”Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas inflasi, nilai tukar, dan sistem keuangan serta upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan eksternal yang meningkat,” ujar Perry dalam jumpa pers paparan hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Kamis (10/2/2022).
Kebijakan suku bunga murah ditetapkan BI untuk menurunkan suku bunga dasar kredit (SBDK). Hal ini diharapkan dapat menurunkan suku bunga kredit bank menjadi lebih murah. Cara ini diharapkan merangsang dunia usaha untuk mengambil kredit bank sehingga bisa mendorong penyaluran kredit yang pada akhirnya memicu pemulihan kondisi perekonomian.
Kebijakan suku bunga murah pun berhasil menurunkan SBDK. Pada Februari 2021, SBDK perbankan berada pada level 10,11 persen. Kini, SBDK berada pada posisi 8,70 persen.
Pertumbuhan penyaluran kredit bank juga mengalami perbaikan. Setelah pada paruh pertama tahun lalu pertumbuhan penyaluran kredit selalu negatif, pertumbuhan kredit tumbuh positif sejak Juni 2021. Sampai dengan Desember 2021, penyaluran kredit tumbuh 5,24 persen secara tahunan.
Pada saat BI menetapkan suku bunga acuan sebesar 3,5 persen pada Februari 2021, pertumbuhan ekonomi triwulan I-2021 masih berada di jalur negatif, yakni minus 0,74 persen. Setelah itu, pertumbuhan ekonomi kembali masuk ke zona positif dengan pertumbuhan pada triwulan IV-2021 mencapai 5,02 persen. Adapun sepanjang 2021, pertumbuhan ekonomi tercatat 3,69 persen.
Faktor eksternal
Keputusan BI mempertahankan suku bunga acuan sudah mempertimbangkan tingkat inflasi dan ketidakpastian global. Tingkat inflasi pada Januari 2022 mencapai 0,56 persen atau lebih tinggi dibandingkan dengan Januari 2021 yang tercatat 0,28 persen.
Terkait faktor global, BI juga mencermati kemungkinan pemicu inflasi dari disrupsi rantai pasok global. Banyak negara sedang mencatat kenaikan inflasi. Hal ini dipicu penawaran barang dan jasa yang tidak pulih secepat permintaan global. Inflasi di negara asal barang impor bisa merembet ke inflasi domestik.
Perry menjelaskan, keputusan tersebut diambil dengan menimbang inflasi inti yang tetap rendah di tengah permintaan domestik yang mulai meningkat. ”Kebijakan ini untuk menjaga inflasi sesuai proyeksi,” ujarnya.
Dalam berbagai kesempatan, Perry mengatakan, BI akan menaikkan suku bunga acuan ketika ada kenaikan inflasi. Tahun ini, BI memproyeksikan inflasi pada kisaran 3 persen plus minus 1 persen. Adapun untuk tahun ini, kebijakan BI akan lebih fokus pada menjaga kestabilan sistem keuangan.
Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Teuku Riefky, mengatakan, keputusan BI mempertahankan tingkat suku bunga acuan sudah tepat. Hal ini disebabkan permintaan domestik diperkirakan bakal menurun menyusul peningkatkan jumlah kasus Covid-19 yang dipicu varian Omicron.
”Inflasi memang kembali mencatatkan tren kenaikan. Namun, pola tersebut akan berlangsung sementara seiring dengan merebaknya varian Omicron,” ujar Riefky.