Optimisme Dunia Usaha Tak Terusik Revisi UU Cipta Kerja
Pelaku usaha tidak keberatan jika UU Cipta Kerja disempurnakan demi menghindari munculnya ketidakpastian di masa depan akibat banyaknya penolakan dan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
UU Cipta Kerja Tetap Berlaku, Revisi UU Nomor 12 Tahun 2020 Sedang Berjalan
JAKARTA, KOMPAS – Optimisme pelaku usaha tetap terjaga meski Undang-Undang Cipta Kerja telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi. Keyakinan ini menjadi modal dasar untuk menjaga iklim berusaha selagi regulasi sapu jagat itu direvisi dalam waktu selambat-lambatnya dua tahun.
Survei Litbang Kompas yang diadakan pada 27 Desember 2021-25 Januari 2022 terhadap 85 responden pelaku usaha mikro, kecil, menengah, dan besar menunjukkan, putusan Mahkamah Konstitusi terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada akhir November 2021 lalu tidak terlalu mengganggu optimisme pelaku usaha.
Hal itu terlihat dari mayoritas pelaku usaha atau sebanyak 84,7 persen responden yang tetap optimistis menyikapi kondisi berusaha di tahun 2022. Optimisme itu terutama dipengaruhi kondisi berusaha yang saat ini sudah membaik dan pandemi Covid-19 yang relatif mereda.
Baca juga: Investasi dan Ekspor Jadi Kunci Pemulihan Ekonomi 2022
Persepsi pengusaha terhadap kemudahan berusaha di Indonesia pada Desember 2021 pasca putusan MK terkait UU Cipta Kerja juga masih positif, bahkan lebih optimistis dibandingkan kondisi pada April 2021. Sebagai gambaran, per Desember 2021, 76,5 persen pengusaha optimistis memulai usaha baru. Sementara, per April 2021, hanya 71,2 persen pengusaha yang merasa optimistis.
Secara umum, hampir semua indikator menunjukkan bahwa kemudahan berusaha per Desember 2021 lebih baik. Misalnya, dalam hal mendapatkan listrik, pembayaran pajak, perdagangan lintas negara, penegakan kontrak, dan penyelesaian kepailitan.
Dalam survei Litbang Kompas, mayoritas pelaku usaha atau sebanyak 51,8 persen juga setuju dengan putusan MK yang menegaskan UU Cipta Kerja cacat secara formil. Pengusaha yang paling banyak merasa setuju dengan putusan MK itu adalah pengusaha berskala mikro, yang mendominasi struktur usaha di Indonesia. Sementara, pengusaha besar tercatat sebagai kalangan yang paling tidak setuju dengan putusan MK. Namun, meski tidak setuju dengan putusan MK, optimisme pengusaha besar dalam menjalankan usaha di tahun 2022 tetap tinggi.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Sarman Simanjorang menilai, revisi UU Cipta Kerja dalam waktu dua tahun ke depan tidak akan terlalu memengaruhi optimisme pengusaha. Pelaku usaha juga tidak keberatan jika UU sapu jagat itu disempurnakan demi menghindari munculnya ketidakpastian di masa depan akibat banyaknya penolakan dan gugatan ke MK.
Pasalnya, jika berlangsung lama dan berlarut-larut, pro-kontra serta gejolak sosial dan politik di masyarakat akibat UU Cipta Kerja pada akhirnya juga akan berdampak pada kegamangan iklim berusaha di Indonesia.
Pelaku usaha juga tidak keberatan jika UU sapu jagat itu disempurnakan demi menghindari munculnya ketidakpastian di masa depan akibat banyaknya penolakan dan gugatan ke MK.
"Menurut hemat kami, tidak ada masalah kalau direvisi demi arah yang lebih baik. Memang, kehadiran UU Cipta Kerja ini jawaban bagi benang kusut perizinan berusaha yang selama ini menyulitkan pengusaha. Tetapi, UU ini juga perlu disempurnakan agar ke depan bisa benar-benar berlaku paripurna tanpa ada penolakan,” katanya di Jakarta, Senin (31/1/2022).
UU ini juga perlu disempurnakan agar ke depan bisa benar-benar berlaku paripurna tanpa ada penolakan.
Menurut dia, dunia usaha juga ingin substansi UU diperbaiki, khususnya untuk mendorong implementasi UU Cipta Kerja konsekuen dengan realita di lapangan. Ia mencontohkan, sistem perizinan berusaha terpadu berbasis risiko (OSS-RBA) yang belum dijalankan di semua daerah serta kebijakan upah minimum 2022 di Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat yang menurutnya tidak sesuai ketentuan pengupahan di UU Cipta Kerja.
Selain itu, pelaku usaha di daerah juga ingin ada pembagian kewenangan yang lebih jelas dan setara antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam memberikan perizinan usaha dan mengawasi izin usaha.
Selama masa revisi, hal yang dibutuhkan pengusaha adalah jaminan kepastian bahwa UU Cipta Kerja dan peraturan turunan yang diterbitkan sebelum putusan MK masih berlaku. Pasalnya, saat ini, masih ada simpang siur pandangan di kalangan pengusaha terkait hasil putusan MK. Ada yang menganggap UU Cipta Kerja masih berlaku, ada pula yang menganggap UU lama otomatis berlaku.
“Yang paling penting, pemerintah meluruskan bahwa berbagai produk hukum yang merupakan turunan UU Cipta Kerja masih berlaku selama revisi UU dilakukan. Ini bisa membantu memberi kepastian dalam berusaha,” ujar Sarman.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Shinta W Kamdani menilai, fakta bahwa UU Cipta Kerja masih perlu direvisi akan membuat pelaku usaha berpikir ulang sebelum berinvestasi tahun ini. Namun, revisi UU Cipta Kerja bukan kekhawatiran utama. Saat ini, pengusaha was-was mengantisipasi potensi pembatasan sosial jika penyebaran varian Omicron terus meningkat, serta lebih mewaspadai potensi kenaikan harga energi dan beban pajak di sektor tertentu.
Pemerintah perlu bergerak cepat sembari mengkomunikasikan perkembangan positif dari proses revisi UU tersebut kepada investor. “Khususnya, ke arah yang mendukung peningkatan kepastian, keyakinan berusaha, dan efisiensi iklim usaha
Baca juga: Ciptakan Kemudahan Berusaha
Menurutnya, pemerintah perlu bergerak cepat sembari mengkomunikasikan perkembangan positif dari proses revisi UU tersebut kepada investor. “Khususnya, ke arah yang mendukung peningkatan kepastian, keyakinan berusaha, dan efisiensi iklim usaha,” ujar Shinta.
Sementara itu, Presiden Direktur AKR Corporindo Haryanto Adikoesoemo memandang, kendati optimisme pengusaha dalam negeri masih terjaga, tidak demikian halnya dengan investor asing. Pasca putusan MK, investor asing mulai mengkhawatirkan kepastian berusaha di Indonesia. Hal itu tampak dari respons sejumlah investor asing yang sedang ia jajaki untuk berinvestasi di Kawasan Ekonomi Khusus JIIPE, Gresik, Jawa Timur.
“Mereka khawatir apakah UU Cipta Kerja nantinya masih akan tetap memberi mereka insentif dan fasilitas seperti sekarang atau jadi berkurang? Oleh karena itu, semakin cepat pemerintah memperbaiki UU Cipta Kerja dan mengesahkannya kembali, itu akan membantu menarik lebih banyak lagi investor asing ke Indonesia,” ujarnya dalam acara Kompas Collaboration Forum, Jumat (4/2/2022).
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja mengatakan, kenaikan harga sejumlah komoditas unggulan akhir-akhir ini merupakan momentum yang perlu dikelola dengan menjaga daya tarik berinvestasi di Indonesia. "Kalau hanya mengandalkan modal dalam negeri tidak akan cukup, kita tetap butuh support asing. Kami optimistis UU ini bisa segera dilaksanakan lagi dan bisa melancarkan masuknya investasi asing," ujarnya.
Tidak ada keraguan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta pelaku usaha untuk tidak khawatir. Ia meyakini, revisi UU Cipta Kerja tidak akan terlalu memengaruhi investor. Pasalnya, kepastian kegiatan dari penanaman modal sendiri sudah dinaungi lewat payung hukum UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Di samping itu, berbagai kesepakatan perdagangan dan investasi bilateral akan ikut menjamin kepastian berusaha bagi investor asing. Pemerintah juga memastikan bahwa seluruh peraturan turunan UU Cipta Kerja yang telah diterbitkan sejak jauh hari masih berlaku dalam waktu dua tahun ini.
"Jadi, soal kepastian usaha, sebenarnya kita punya peraturan berlapis yang menjamin. Kebijakan fiskal dan insentif lainnya yang didapat para investor itu tetap berjalan, karena peraturan turunannya sudah ada. Hal-hal itu tidak akan langsung berubah dalam waktu singkat,” katanya.
Soal kepastian usaha, sebenarnya kita punya peraturan berlapis yang menjamin. Kebijakan fiskal dan insentif lainnya yang didapat para investor itu tetap berjalan, karena peraturan turunannya sudah ada.
Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi Yuliot mengatakan, meskipun ada putusan MK di akhir tahun, kinerja investasi tetap bisa terjaga hingga akhir 2021 tanpa keraguan dari investor.
Kementerian Investasi mencatat, realisasi investasi sepanjang tahun 2021 mencapai nilai Rp 901,2 triliun. Capaian itu berhasil melampaui target yang dipasang Presiden Joko Widodo yakni Rp 900 triliun serta melebihi target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2019-2024 yakni senilai Rp 858,5 triliun.
Dalam kurun waktu tiga bulan terakhir di tahun 2021, realisasi investasi naik 26,7 persen atau Rp 241,8 triliun. Sebagian besar investasi yang masuk merupakan penanaman modal asing (PMA) dengan nilai Rp 122,3 triliun (50,6 persen), berimbang dengan penanaman modal dalam negeri (PMDN) senilai Rp 119,3 triliun (49,4 persen). Nilai investasi asing itu meningkat dibandingkan tiga triwulan sebelumnya.
“Justru di penghujung tahun, investasi asing meningkat lebih banyak, yang artinya investor asing tidak ada keraguan untuk berinvestasi sekalipun ada putusan uji materi di akhir tahun. Kalau investor ragu, seharusnya realisasi investasi tahun lalu tidak bisa mencapai target,” kata Yuliot.