Keterpaduan Data Dukung Peremajaan Kebun Kelapa Sawit
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit menjalin kerja sama pertukaran data dengan Badan Pusat Statistik. Dengan data tunggal dan terpadu, segenap keputusan/kebijakan diharapkan berpijak pada data yang sama.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDPKS menjalin kerja sama terkait data perkebunan kelapa sawit dengan Badan Pusat Statistik. Dengan data yang lebih akurat, pelaksanaan sejumlah program diharapkan lebih optimal, salah satunya program peremajaan kebun kelapa sawit.
BPDPKS, yang diresmikan pada 2015, adalah badan layanan umum di bawah Kementerian Keuangan yang bertugas mengelola dana perkebunan kelapa sawit. Lembaga ini bertugas mengelola dana perkebunan kelapa sawit sesuai kebijakan komite pengarah dengan memperhatikan program pemerintah.
Tarif layanan yang dikenakan terdiri dari tarif pungutan dana perkebunan atas ekspor kelapa sawit, crude palm oil (CPO), dan/atau produk turunannya, serta tarif iuran pelaku usaha perkebunan kelapa sawit.
Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman, seusai menandatangani perjanjian kerja sama pertukaran data dengan BPS, di Jakarta, Selasa (25/1/2022), mengatakan, kerja sama itu dilatari keinginan bersama dalam mewujudkan optimalisasi tata kelola dan informasi mengenai industri kelapa sawit. Kualitas data pun diharapkan meningkat.
”Kami sangat membutuhkan data terkait profiling perkebunan sawit serta produktivitas perkebunan sawit rakyat. Nantinya dapat dilihat seberapa jauh output atau outcome (hasil) dari program BPDPKS dalam bentuk peremajaan sawit rakyat. Setelah peremajaan, produktivitas diharapkan meningkat,” ujar Eddy.
Data tersebut, lanjut Eddy, baru dapat diketahui dari evaluasi data akurat hasil sensus atau survei di lapangan. Sebagai mitra BPS, BPDPKS akan menyuplai data miliknya. Data itu dapat diolah serta disampaikan sebagai informasi yang bermanfaat bagi publik.
Situs Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat, Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) merupakan salah satu program strategis nasional guna meningkatkan produktivitas tanaman perkebunan kelapa sawit. Upaya itu ditempuh dengan menjaga luasan lahan agar pemanfaatannya optimal dan menyelesaikan masalah legalitas lahan.
Pemerintah menargetkan PSR pada 2020-2022 dapat terealisasi seluas 540.000 hektar yang tersebar di banyak wilayah di Indonesia. Wilayah-wilayah itu yakni Pulau Sumatera seluas 397.200 hektar, Jawa 6.000 hektar, Kalimantan 86.300 hektar, Sulawesi 44.500 hektar, dan Papua 600 hektar.
Dengan data tunggal dan terpadu, semua pihak diharapkan dapat mengambil keputusan dengan berpijak pada data yang sama. ”Termasuk BPDPKS. Misalnya, terkait program penghimpunan dana. Dengan data akurat, kami bisa mengetahui potensi ekspor kelapa sawit kita. Juga realisasi ekspor, nilai, dan volume serta potensi kontribusi pada pertumbuhan PDRB (produk domestik regional bruto),” katanya.
Menurut data BPS, ekspor minyak kelapa sawit pada 2020 mencapai 27,3 juta ton dengan nilai 18,4 miliar dollar Amerika Serikat. India menjadi negara tujuan ekspor utama dengan nilai terbesar, yakni 3 miliar dollar AS, disusul China 2,9 miliar dollar AS, dan Pakistan 1,7 miliar dollar AS.
India menjadi negara tujuan ekspor utama dengan nilai terbesar, yakni 3 miliar dollar AS, disusul China 2,9 miliar dollar AS, dan Pakistan 1,7 miliar dollar AS.
Dikawal
Sekretaris Utama BPS Atqo Mardiyanto menambahkan, kala dunia masih berjuang menghadapi disrupsi, tantangan serta isu global mengenai sistem pangan dan pertanian perlu dikawal bersama. Hal itu penting guna memastikan sistem pangan dan pertanian mampu memenuhi kebutuhan manusia, terutama penduduk Indonesia, secara berkelanjutan.
Ia menyoroti peran BPDPKS yang tahun ini menggelontorkan Rp 7,6 triliun guna memastikan ketersediaan minyak goreng yang terjangkau masyarakat. ”Tantangan-tantangan seperti itu harus disikapi dengan cepat, termasuk produksi pertanian yang terbatas akibat perubahan iklim,” ujarnya.
Selama ini, kata Atqo, tata kelola data di institusi dan lembaga di Indonesia, yang biasa disebut data sektoral, belum digunakan secara optimal. Bisa jadi hal itu dikarenakan datanya belum berkualitas atau valid atau ada kesalahan dalam pengumpulannya. Namun, bisa juga datanya sudah baik, tetapi digunakan hanya secara internal.
BPS juga tengah menyiapkan Sensus Pertanian 2023. ”Perkebunan kelapa sawit menjadi komoditas yang pasti akan didata. Mudah-mudahan tak ada (halangan) pandemi Covid-19 lagi sehingga sensus berjalan baik dan BPDPKS juga akan memperoleh variabel-variabel yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan,” kata Atqo.
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono mengemukakan, pihaknya sangat mendukung kerja sama data antara BPDPKS dan BPS. Pasalnya, akurasi dan keterpaduan data menjadi hal sangat penting bagi dunia usaha.
Gapki juga telah menjalin kerja sama dengan BPS. ”Dengan adanya Sensus Pertanian pada 2023, mudah-mudahan akan mendukung (terciptanya) satu data, satu suara (dalam) industri perkebunan kelapa sawit,” kata Mukti.