Serikat Petani Kelapa Sawit berharap moratorium sawit berlanjut untuk memperpanjang momentum penyelesaian persoalan deforestasi. Apabila moratorium tak diperpanjang, petani juga mengkhawatirkan dampak surplus pasokan.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Serikat petani kelapa sawit berharap pemerintah memperpanjang moratorium izin perkebunan sawit. Selain khawatir dengan pasokan yang akan berlebih, komitmen menunda izin perkebunan baru merupakan bukti bahwa pemerintah serius menyelesaikan masalah deforestasi.
Masa berlaku Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit telah berakhir pada Minggu (19/9/2021). Hingga berita ini ditulis, pemerintah belum mengonfirmasi moratorium ini akan diperpanjang atau tidak.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud sebelumnya mengatakan, laporan evaluasi pelaksanaan inpres ini telah diberikan kepada Presiden.
Dari sisi petani, Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto berharap kebijakan moratorium sawit dapat berlanjut untuk memperpanjang momentum penyelesaian persoalan deforestasi.
Dia menyebutkan, moratorium sejatinya menjadi momentum bagi Indonesia untuk menepis stigma negatif yang kerap melekat pada komoditas perkebunan tersebut.
”Lewat moratorium, pelaku usaha dan pemerintah harus mengubah pandangan bahwa ekonomi sawit semata-mata dicapai melalui pembukaan lahan,” katanya.
Menurut Darto jumlah izin perkebunan sawit di Indonesia sudah banyak dengan luas area tutupan sawit mencapai 16,38 juta hektar. Dengan luas lahan tersebut, Indonesia mampu menikmati surplus pasokan kelapa sawit mendekati 5 juta ton pada 2020.
Sejak moratorium izin perkebunan sawit dimulai pada 2018, lanjut Darto, di akhir tahun surplus pasokan kelapa sawit mencapai 2,5 juta ton kemudian naik menjadi 3,5 juta ton pada 2019.
Jika pemerintah memutuskan untuk tidak memperpanjang moratorium izin perkebunan sawit, pasokan sawit yang surplus terlalu besar bisa berdampak negatif pada rantai pasok. Harga sawit di pasar nasional dan pasar global pada akhirnya berisiko turun dengan serapan produksi perkebunan rakyat menjadi tidak optimal.
”Jika produksi yang sudah surplus ini ditambah dengan peningkatan produktivitas dan pemberian izin perkebunan baru, yang dikhawatirkan malah akan kontradiktif dengan program peremajaan sawit rakyat,” kata Darto.
Seandainya moratorium sawit diperpanjang, Darto berharap instruksi presiden yang baru dapat lebih melibatkan peran Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPD-PKS) sebagai penanggung jawab dana pelaksanaan aspek-aspek moratorium di lapangan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), realisasi ekspor Indonesia pada Agustus 2021 mencapai 21,42 miliar dollar AS, naik 20,95 persen dibandingkan pada Juli 2021 serta melonjak 64,1 persen dibandingkan ekspor Agustus 2020.
Lonjakan ini salah satunya dipengaruhi oleh peningkatan nilai ekspor minyak kelapa sawit.
Industri pengolahan mencatat nilai ekspor sebesar 16,37 miliar dollar AS yang tumbuh 20,67 persen secara bulanan atau 52,62 persen secara tahunan. Kenaikan ini ditopang oleh ekspor komoditas minyak kelapa sawit yang melonjak 168,68 persen secara bulanan.