Bali Disiapkan untuk Pelaksanaan Skema ”Travel Bubble” dengan Jepang
Untuk kembali memikat wisatawan mancanegara datang ke Indonesia, pemerintah terus berupaya memperluas sasaran skema ”travel bubble” atau gelembung perjalanan. Setelah Batam dan Bintan, sasaran berikutnya adalah Bali.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah Batam dan Bintan, pemerintah akan terus memperluas destinasi pariwisata untuk dipakai uji coba pembukaan kembali kunjungan wisatawan mancanegara dengan memakai skema travel bubble atau ”gelembung perjalanan”. Sasaran berikutnya adalah Bali. Pemerintah RI akan menggandeng Pemerintah Jepang untuk menerapkan skema itu di Bali.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Baparekraf) Sandiaga S Uno mengatakan hal itu saat konferensi pers mingguan, Senin (24/1/2022), di Jakarta. Jepang merupakan pasar potensial untuk pariwisata Indonesia, khususnya Bali. Sebelum pandemi Covid-19, sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS), lebih dari 500.000 wisatawan asal Jepang berkunjung ke Indonesia setiap tahun.
”Jumlah kunjungan wisatawan Jepang terbesar kelima setelah Malaysia, Singapura, China, dan India. Lebih dari 50 persen di antaranya tiba di Indonesia melalui Bali dengan penerbangan langsung dari Jepang,” ujarnya.
Sandiaga mengatakan, penerbangan langsung dari Jepang dan masa karantina yang pendek di kedua negara menjadi faktor krusial bagi wisatawan Jepang yang akan berkunjung ke Bali. Sebab, rata-rata durasi kunjungan wisatawan Jepang berkunjung ke Bali hanya 7 hingga 14 hari.
Seperti diketahui, Pemerintah Indonesia sudah membuka kembali Bali untuk kunjungan wisatawan mancanegara sejak Oktober 2021. Belum ada penerbangan langsung dari luar negeri yang mendarat ke Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai sejak itu.
Menurut Sandiaga, sejalan dengan uji coba skema gelembung perjalanan, kementerian/lembaga dan pemerintah daerah telah melakukan beberapa kegiatan, seperti kegiatan konsultasi penguatan promosi budaya di Jakarta dan Bandung. Kementerian Luar Negeri mengharapkan koordinasi dan dukungan lebih lanjut untuk promosi pariwisata dan budaya Bali ke Kedutaan Besar RI (KBRI) Tokyo di Jepang. Pemerintah RI juga telah meminta PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) mengaktifkan kembali penerbangan langsung Jepang-Indonesia.
”Untuk penerapan gelembung perjalanan Jepang-Bali, kami putuskan memakai penerbangan langsung. GIAA mendapat penugasan (dari pemerintah). Kami pastikan tidak akan merugi,” kata Sandiaga.
Dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR pada hari yang sama di Kompleks DPR, Jakarta, Sandiaga menyampaikan, pada tahun 2022 Kemenparekraf/Baparekraf menargetkan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) mencapai 1,8 juta-3,6 juta orang, pergerakan wisatawan nusantara 550 juta, kontribusi industri pariwisata terhadap produk domestik bruto 4,3 miliar dollar AS, dan penerimaan devisa pariwisata 0,47 miliar-1,7 miliar dollar AS.
Dia menjelaskan, khusus target jumlah kunjungan wisman yang berkisar 1,8 juta-3,6 juta orang diharapkan bisa diperoleh dari implementasi skema gelembung perjalanan, terutama di Batam, Bintan, dan Bali. Selain itu, beberapa agenda kegiatan internasional juga akan mengisi di tiga destinasi itu. Bali, misalnya, akan dipakai untuk perhelatan penyelenggaran pertemuan G-20.
”Skema gelembung perjalanan juga akan diterapkan untuk perhelatan MotoGP di Mandalika, Nusa Tenggara Barat. Hanya, skema hanya berlaku bagi pemain dan kru,” ungkap Sandiaga.
Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf mengatakan, hingga sekarang industri pariwisata di Bali masih terpuruk. Kebijakan pembatasan sosial yang beberapa kali terjadi membuat pemulihan tidak bisa cepat.
Untuk memikat kembali wisman datang ke Bali, tantangannya bukan hanya pada durasi karantina, melainkan juga penerbangan langsung. Menurut dia, beberapa pelaku industri pariwisata di Bali sudah sempat menyarankan agar penerbangan langsung juga diadakan dari Victoria dan Melbourne (Australia) ke Bali.
”Sebab, 60 persen dari total kunjungan wisman ke Bali berasal dari Australia. Dari dua kota itu (Victoria dan Melbourne). Industri pariwisata di Bali juga masih ’berdarah-darah ’ sehingga pelaku industri pariwisata meminta agar ada stimulus usaha untuk membantu,” kata Dede.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung, Bali, Rai Suryawijaya mengatakan, jumlah kamar hotel yang tersedia di Bali sekitar 146.000 unit. Rata-rata tingkat okupansi sekarang sekitar 15 persen. Ada pula hotel di Bali yang memiliki tingkat okupansi di bawah 10 persen.
Menurut dia, pembahasan penerapan skema gelembung perjalanan Jepang-Bali sudah dilakukan sejak tahun lalu dan bahkan sempat mencuat ada penerbangan langsung Haneda-Denpasar (Bali). Namun, realisasinya belum kunjung muncul.
”Sebenarnya, negara pasar untuk industri pariwisata di Bali, di luar Jepang, telah membuka diri untuk penerapan gelembung perjalanan, misalnya Australia, Korea Selatan, dan Selandia Baru. Akan tetapi, hal itu kembali ke keputusan pemerintah pusat,” ucap Rai.