Pembentukan badan layanan umum untuk pungutan batubara dikhawatirkan berdampak pada kenaikan tarif dasar listrik yang harus ditanggung pelanggan.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Anggota Komisi VII DPR menolak rencana pemerintah membentuk badan layanan umum atau BLU untuk pungutan batubara sebagai solusi atas krisis pasokan batubara untuk pembangkit listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) akhir-akhir ini. Upaya memperketat pengawasan pemenuhan kebutuhan batubara dalam negeri lebih diprioritaskan. Pembentukan BLU dikhawatirkan dapat menaikkan tarif dasar listrik.
Hal itu mengemuka dalam rapat kerja anggota Komisi VII DPR dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Kamis (13/1/2022), di Jakarta. Salah satu agenda rapat adalah membahas krisis pasokan batubara, termasuk kebijakan larangan ekspor batubara, yang terjadi akhir-akhir ini. Rapat dipimpin Ketua Komisi VII DPR dari Partai Nasdem Sugeng Suparwoto dan dihadiri jajaran pejabat Kementerian ESDM.
Rapat kerja ini antara lain menyimpulkan Komisi VII DPR mendesak pemerintah memperketat pengawasan pemenuhan kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) batubara untuk pembangkit listrik PLN. Mereka juga menolak rencana pembentukan BLU batubara sebagai solusi atas krisis pasokan batubara yang terjadi akhir-akhir ini.
”Komisi VII DPR mendesak Menteri ESDM agar meningkatkan pengawasan pelaksanaan DMO batubara dan memberi sanksi tegas kepada perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban DMO batubara. Komisi VIII DPR juga mendesak Menteri ESDM untuk tidak memberlakukan harga DMO batubara berdasarkan harga pasar,” ucap Sugeng saat membacakan kesimpulan rapat.
Apabila kebijakan DMO batubara menggunakan harga pasar, menurut anggota Komisi VII DPR dari Partai Gerindra, Kardaya Warnika, artinya pemerintah tak memahami makna sesungguhnya dari DMO batubara tersebut. Selain itu, harga DMO batubara berdasar harga pasar akan memengaruhi besaran tarif listrik pelanggan.
Anggota Komisi VII dari Partai Amanat Nasional, Nasril Bahar, menambahkan, pemerintah sudah seharusnya bersikap tegas kepada perusahaan tambang batubara yang tidak menunaikan kewajiban DMO batubara. Kalaupun memberikan sanksi berupa denda, pemerintah juga harus menegakkan sanksi tersebut.
”Data perusahaan tambang batubara yang tidak patuh DMO batubara semestinya diumumkan. Jangan ditutup-tutupi. Berapa jumlah perusahaan dan sanksi denda yang masuk menjadi penerimaan negara mesti diungkap kepada publik,” ujar Nasril Bahar.
Data perusahaan tambang batubara yang tidak patuh DMO batubara semestinya diumumkan. Jangan ditutup-tutupi. Berapa jumlah perusahaan dan sanksi denda yang masuk menjadi penerimaan negara mesti diungkap kepada publik.
Dalam rapat tersebut, Arifin mengatakan, ada 47 perusahaan tambang batubara yang sudah memenuhi kewajiban DMO 100 persen, 32 perusahaan memenuhi DMO 75-100 persen, dan 25 perusahaan memenuhi DMO 50-75 persen. Kemudian, ada sekitar 428 perusahaan tambang batubara yang sama sekali belum memenuhi kewajiban DMO.
Menurut Arifin, perusahaan tambang batubara yang tidak memenuhi kewajiban DMO akan diterapkan sanksi berupa denda. Denda dihitung dari selisih harga di internasional dikurangi harga DMO batubara dikali volume ekspor. Kementerian ESDM juga telah meminta PLN memperbaiki sistem kontrol suplai batubara ke pembangkit listrik yang terkoneksi langsung dengan sistem di kementerian.
”PLN sudah menyebutkan suplai batubara ke PLTU cukup aman. Kami bersama lintas kementerian/lembaga terus berkoordinasi agar stok batubara ke PLTU terus aman sehingga bisa memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk rakyat dan negara,” ucap Arifin.
Dosen Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Fahmy Radi, mengemukakan, skema BLU sesungguhnya tidak akan menyelesaikan masalah, tetapi justru akan menimbulkan masalah baru. Menurut dia, dalam skema BLU Batubara, PLN membeli barubara dengan harga pasar, bukan dengan harga DMO yang ditetapkan pemerintah. Selisih harga pasar dengan harga DMO ditanggung BLU yang dananya berasal dari iuran pengusaha yang mengekspor batubara.
Namun, Fahmy menilai tidak ada jaminan bahwa PLN akan mendapatkan pasokan sesuai kebutuhan meskipun batubara dibeli sesuai harga pasar. Berdasarkan kontrak jangka panjang, pengusaha akan mendahulukan pembeli di luar negeri ketimbang menjual ke PLN yang mendasarkan pada kontrak jangka pendek.
”Kalau itu benar, tidak dapat dihindari PLN akan kembali mengalami krisis pasokan batubara dan berpotensi terjadi pemadaman di sebagian besar pembangkit listrik PLN,” ujar Fahmy.
Tidak ada jaminan bahwa PLN akan mendapatkan pasokan sesuai kebutuhan meskipun batubara dibeli sesuai harga pasar. Berdasarkan kontrak jangka panjang, pengusaha akan mendahulukan pembeli di luar negeri ketimbang menjual ke PLN yang mendasarkan pada kontrak jangka pendek.
Fahmy lantas memberikan ilustrasi. Berdasarkan kebutuhan batubara PLN sebesar 5,1 juta ton, penggantian selisih antara harga pasar dan harga DMO batubara 70 dollar AS per ton, jumlahnya sangat besar. Kalau harga pasar batubara saat ini mencapai 203 dollar AS per ton, total penggantian dari iuran mencapai 816 juta dollar AS. Dengan dana sebesar itu, tak tertutup kemungkinan ada keengganan pengusaha membayar iuran.
”Kalau iuran itu gagal dibayarkan kepada PLN karena keengganan pengusaha, biaya pokok penyediaan listrik sudah pasti membengkak. Dalam kondisi tersebut, kalau tidak ingin bangkrut, PLN harus menaikkan tarif listrik yang makin memberatkan rakyat,” ucap Fahmy.
Fahmy juga mengatakan, dengan konsep BLU batubara dan segala konsekuensinya itu, ada kemungkinan negara harus menambah subsidi listrik dengan memakai dana APBN. Akibatnya, APBN akan membengkak.
Menurut Fahmy, daripada menggunakan skema BLU yang berpotensi menimbulkan masalah baru, pemerintah sebaiknya tetap menggunakan skema DMO batubara yang ada dengan melakukan perbaikan kebijakan. Misalnya, jadwal pendistribusian pasokan DMO batubara ke PLN dibuat per bulan dari sebelumnya yang cenderung per tahun.
”Hal yang tak kalah penting, sanksi kepada perusahaan tambang batubara yang tidak memenuhi kewajiban DMO mesti ditegakkan pemerintah,” ujarnya.