Antisipasi Penyalahgunaan, Penyediaan Minyak Goreng Bersubsidi Diatur Ketat
Permendag Nomor 1 Tahun 2022 untuk mengawal penyediaan minyak goreng bersubsidi diterbitkan. Selain HET, regulasi itu mengatur pula syarat dan sanksi bagi pelaku usaha yang akan terlibat, serta pembentukan tim pengawas.
Oleh
hendriyo widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kementerian Perdagangan mengatur ketat mekanisme penyediaan dan pendistribusian minyak goreng kemasan sederhana bersubsidi yang didanai Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Pengaturan itu dimaksudkan untuk mengantisipasi penyalahgunaan dana dan penjualan minyak goreng di atas harga eceran tertinggi.
Mekanisme penyediaan minyak goreng bersubsidi itu diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Sederhana untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Selain mengatur harga eceran tertinggi (HET), regulasi yang ditandatangani pada 11 Januari 2022 itu mengatur pula syarat dan sanksi bagi pelaku usaha yang akan terlibat, serta pembentukan tim pengawas.
Dalam regulasi itu, HET minyak goreng kemasan sederhana bersubsidi ditetapkan Rp 14.000 per liter. Penyediaan minyak goreng tersebut akan berlangsung selama enam bulan dan ditujukan bagi masyarakat, termasuk usaha mikro dan kecil.
Para pelaku usaha, dalam hal ini produsen, pengemas, dan distributor yang akan terlibat dalam penyediaan dan penyaluran wajib mendaftar ke Kementerian Perdagangan. Setelah diverifikasi dan ditetapkan, mereka wajib membuat perjanjian pembiayaan penyediaan dengan BPDPKS.
Para pelaku usaha juga dapat menggunakan merek minyak goreng kemasan sendiri. Adapun yang tidak memiliki merek dagang sendiri, bisa menggunakan merek Minyakita yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag).
“Pelaku usaha yang menggunakan merek dagang Minyakita dikecualikan dari syarat standardisasi produk. Namun, mereka harus mendapatkan minyak goreng itu dari produsen yang minyak gorengnya sudah terstandardisasi,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan ketika dihubungi di Jakarta, Kamis (13/1/2022).
Permendag itu juga mengatur pelibatan jaringan distribusi dan pengecer. Untuk mendapatkan pembayaran dari BPDPKS, mereka wajib melampirkan laporan rekapitulasi dan bukti transaksi penjualan pada setiap jaringan distribusi yang berisikan nama jaringan distribusi, volume, harga dari yang diserahkan, dan faktur pajak.
Menurut Oke, selama proses penyediaan minyak goreng bersubsidi itu, para pelaku usaha yang terlibat dalam penyediaan akan dipantau oleh tim pengawas. Jika melanggar regulasi itu, pelaku usaha, termasuk pengecer, akan dikenai sanksi berupa penghentian sementara penyaluran minyak goreng bersubsidi hingga dicabut izin usahanya.
“Regulasi itu antara lain untuk mengantisipasi terjadinya penyalahgunaan dana dan penjualan minyak goreng bersubsidi di atas HET. Salah satu mekanisme pengawasan yang akan dilakukan adalah memasang label harga pada kemasan mulai Februari 2022,” ujarnya.
Regulasi itu antara lain untuk mengantisipasi terjadinya penyalahgunaan dana dan penjualan minyak goreng bersubsidi di atas HET.
Sebelumnya, untuk menstabilkan harga minyak goreng, pemerintah akan menggelontorkan minyak goreng kemasan sederhana bersubsidi sebanyak 1,2 miliar liter selama enam bulan ke depan. Jika masih dibutuhkan, pemerintah akan menambahnya menjadi 2 miliar liter hingga akhir tahun ini.
Pendistribusian minyak goreng seharga Rp 14.000 per liter itu akan menyasar pasar-pasar tradisional atau pasar rakyat yang selama ini dipantau Kemendag. Selisih harga pasar atau harga keekonomian di tingkat provinsi dengan HET akan disubsidi mengunakan dana BPDPKS.
Berdasarkan Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kemendag, per 12 Januari 2022, rata-rata nasional harga minyak goreng curah dan kemasan sederhana masing-masing Rp 17.900 per liter dan Rp 19.100 per liter. Disparitas harga minyak goreng di berbagai daerah di Indonesia juga masih tinggi.
Untuk minyak goreng kemasan sederhana di Aceh sudah tembus Rp 24.500 per liter dan di Papua Barat Rp 22.000 per liter. Adapun harga terendah berada di Kalimantan Tengah Rp 17.000 per liter dan Jawa Timur Rp 17.250 per liter.
Sementara itu, ID Food atau Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pangan bekerja sama dengan Holding PT Perkebunan Nusantara III (PTPN) juga akan menggelontorkan minyak goreng seharga Rp 14.000 per liter. Kedua perusahaan induk tersebut tengah menyiapkan 750.000 liter minyak goreng kemasan sederhana.
Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) dan juga ID Food, Arief Prasetyo Adi, mengatakan, minyak goreng kemasan sederhana yang akan dijual dengan harga terjangkau itu bukan minyak goreng bersubsidi. Minyak goreng tersebut merupakan produksi PTPN III.
ID Food akan mendistribusikannya ke lokasi-lokasi yang membutuhkan atau melalui jaringan toko dan warung-warung pangan yang dikelola ID Food. “Kami juga akan menjualnya secara daring agar daya jangkaunya bisa lebih luas,” ujarnya.