PLN Diminta Benahi Pasokan Energi Primer Pembangkit Listrik
Buntut kisruh pasokan batubara untuk pembangkit PLN, Kementerian BUMN mencopot Rudy Hendra Prastowo sebagai Direktur Energi Primer PLN untuk digantikan oleh Hartanto Wibowo. Krisis pasokan tak boleh terulang.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir meminta jajaran direksi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dapat mengatasi masalah pasokan batubara dan gas alam cair sebagai sumber energi primer pembangkit listrik. Untuk mengatasi masalah pasokan batubara bagi kebutuhan PLN, Erick menyebutkan kontrak pembelian jangka panjang bisa menjadi jalan keluarnya.
Erick mengatakan hal itu lewat siaran pers seiring pemberhentian Rudy Hendra Prastowo sebagai Direktur Energi Primer PLN, Kamis (6/1/2022), di Jakarta. Posisi Rudy digantikan oleh Hartanto Wibowo. Direktur Energi Primer PLN bertugas menangani pasokan energi untuk pembangkit listrik PLN, baik stok batubara maupun gas alam cair (LNG).
”Saya minta Saudara Hartanto memastikan hal-hal yang kita alami belakangan (kekurangan pasokan batubara) tidak boleh terjadi lagi. Sebab, saya rasa, Indonesia merupakan negara penghasil sumber daya alam dan kalau dilihat komposisinya (ketersediaan batubara) cukup aman,” ujar Erick.
Mengenai pemenuhan kewajiban kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) batubara, menurut Erick, cara mengatasinya dengan mendukung pembelian batubara dalam jangka panjang. Hal ini dapat dilakukan sebab harga DMO batubara untuk sektor kelistrikan sudah ditetapkan pemerintah. Saat ini harga DMO batubara ditetapkan 70 dollar AS per ton.
”Kalau harga batubara di pasar lebih murah dari DMO, boleh ada negosiasi ulang sesuai harga pasar. Kalau harga di pasar lebih mahal dari DMO, itu yang diambil adalah harga DMO. Akan tetapi, kontrak jual-beli batubara mesti bersifat jangka panjang dan harga per tahun bisa dikaji,” ucap Erick.
Terkait pergantian direksi tersebut, Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN Agung Murdifi mengatakan, pergantian direksi merupakan hal yang biasa terjadi. Hal ini menjadi bagian dari upaya meningkatkan kinerja perusahaan.
”PLN terus berkomitmen untuk bertransformasi guna memberikan pelayanan yang terbaik dan prima bagi semua pelanggan. Kami mengucapkan selamat bertugas dan akan mendukung penuh Hartanto Wibowo sebagai direksi PLN. Kami juga menyampaikan terima kasih atas dedikasi yang telah diberikan oleh Rudy Hendra Prastowo,” kata Agung.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Agus Pambagio, berpendapat, kinerja BUMN semestinya berdasarkan indikator penilaian pencapaian target yang jelas. Dengan demikian, pergantian direksi menjadi lebih terukur. Hal seperti ini seharusnya juga diterapkan PLN.
”Apabila dikaitkan dengan tersendatnya pasokan batubara ke pembangkit listrik yang belakangan terjadi, kejadian itu bukan semata-mata salah PLN. Pemerintah, kan, menyampaikan ada 400-an perusahaan tambang batubara yang tidak memenuhi kewajiban DMO,” ucap Agus.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ridwan Jamaludin, Sabtu (1/1), melarang ekspor batubara bagi pemegang izin usaha pertambangan (IUP) atau izin usaha pertambangan khusus (IUPK) tahap kegiatan operasi produksi, IUPK lanjutan operasi kontrak/perjanjian, dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara.
Larangan itu ditempuh guna menjamin kebutuhan batubara pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) PLN dan produsen listrik swasta (IPP). Jika pelarangan ekspor tak diambil, kekurangan pasokan batubara berdampak pada lebih dari 10 juta pelanggan PLN, mulai dari masyarakat umum hingga industri di dalam dan di luar Jawa, Madura, dan Bali.
”Jika larangan ekspor tak dilakukan, hampir 20 PLTU dengan daya sekitar 10.850 megawatt akan padam. Hal ini berpotensi mengganggu kestabilan perekonomian nasional. Saat pasokan batubara untuk pembangkit terpenuhi, bisa ekspor,” ujar Ridwan.
Pada Senin lalu, Presiden Joko Widodo meminta BUMN beserta anak perusahaannya dan perusahaan swasta yang bergerak di bidang pertambangan, perkebunan, ataupun pengolahan sumber daya alam lainnya memprioritaskan kebutuhan dalam negeri sebelum mengekspor.