Pelarangan eskpor batubara masih berlangsung di tengah kelangkaan pasokan batubara untuk pembangkit listrik PLN. Pemerintah Indonesia perlu memitigasi dampak pelarangan ekspor batubara tersebut.
Oleh
MEDIANA/HENDRIYO WIDI/ARIS PRASETYO
·5 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Lampu menerangi PLTU Sintang di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Minggu (10/10/2021). PLTU Sintang yang memiliki kapasitas terpasang sebesar 21 Megawatt (MW) menggunakan bahan bakar co-firing atau pencampuran biomassa dengan batu bara dalam hal ini cangkang sawit. Penggunaan cangkang sawit membantu meningkatkan bauran energi terbarukan.
JAKARTA, KOMPAS — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) memastikan tidak akan ada pemadaman listrik akibat krisis pasokan batubara yang menjadi sumber energi primer pembangkit listrik. PLN terus berupaya menjaga stabilitas pasokan energi primer, khususnya batu bara, agar dapat memenuhi standar minimal 20 hari operasi untuk seluruh pembangkit listrik PLN ataupun produsen listrik swasta.
“Arahan Presiden Joko Widodo sudah sangat jelas bahwa tidak akan ada pemadaman dalam skala apapun. Maka, untuk jangka pendek, strategi PLN adalah menghindari pemadaman. PLN berupaya memastikan (ketersediaan) 20 juta ton batubara untuk kebutuhan di pembangkit listrik dalam kondisi aman dengan minimal 20 hari operasi di Januari 2022,” ujar Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo, Rabu (5/1/2022), di Jakarta.
Sebagai langkah antisipasi ke depan, imbuh Darmawan, PLN akan melakukan kontrak jangka panjang dan perikatan volume dengan swing 20 persen. Sementara harga batu bara tetap akan mengacu pada regulasi pemerintah dengan skema cost, insurance, and freight (CIF/beli batubara dengan harga sampai di tempat) atau skema free on board (FOB/beli batubara di lokasi tambang).
Pada Rabu petang, PLN sudah mendapatkan kontrak pasokan batubara sehingga total menjadi 13,9 juta ton. Jumlah tersebut terdiri dari 10,7 juta ton untuk kontrak yang sudah ada dan 3,2 juta ton dari kontrak tambahan. Tambahan pasokan ini akan masuk ke pembangkit PLN secara bertahap. Perseroan pun terus meningkatkan kecepatan dan efektivitas bongkar muat kapal pengangkut batubara.
Untuk mencegah kelangkaan pasokan energi primer pembangkit listrik, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan kesiapannya memasok gas alam cair (LNG) untuk sektor kelistrikan. Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief Setiawan Handoko mengatakan, dalam tiga tahun terakhir, sektor hulu migas selalu berhasil memenuhi komitmen jumlah kargo LNG untuk bahan bakar pembangkit listrik.
“Kita tahu bersama bahwa ke depan, peran gas alam semakin strategis dalam proses transisi energi menuju net zero emission. Dalam proses tersebut, SKK Migas memastikan bahwa sektor hulu migas sudah dan tetap akan berkomitmen memasok LNG untuk pembangkit listrik,” ujar Arief.
Saat ini, pasokan LNG untuk kelistrikan berasal dari kilang LNG Bontang di Kalimantan Timur dan LNG Tangguh di Papua Barat. Realisasi pasokan LNG untuk PLN dari kedua kilang tersebut sebanyak 58 kargo di 2019, 40 kargo di 2020, dan 54 kargo di 2021. “Semua kebutuhan bisa dipenuhi, termasuk beberapa permintaan yang berubah dari jadwal semula,” ucap Arief.
Bahkan, imbuh Arief, berdasar catatan SKK Migas, terdapat kargo-kargo yang secara kontraktual sudah disiapkan, namun tidak terserap PLN, yaitu 13 kargo di tahun 2020 dan 11 kargo di tahun 2021.
Sektor hulu migas mulai memasok LNG untuk domestik di tahun 2012 dengan volume sebanyak 14 kargo. Jumlah tersebut terus meningkat dengan angka tertinggi 60 kargo di tahun 2019. Turunnya permintaan LNG akibat pandemi, di tahun 2020 pasokan LNG untuk domestik turun ke 50 kargo. Sektor kelistrikan adalah pengguna utama pasokan LNG.
Tetap dilarang
Secara terpisah, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menuturkan, bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Kementerian Perhubungan, pihaknya akan segera merampungkan persoalan tersendatnya pemenuhan kewajiban kebutuhan domestik batubara (domestic market obligation/DMO) batubara untuk sektor kelistrikan. Selain untuk memenuhi pasokan batubara dalam negeri, usaha tersebut ditujukan agar ekspor batubara kembali normal.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Suasana senja di kawasan jalan akses di Waduk Cirata yang berada di wilayah Kabupaten Purwakarta, Kamis (23/9/2021). Waduk yang memiliki luas sekitar 62 kilometer persegi ini selain berfungsi untuk pengendali banjir di aliran Sungai Citarum dan irigasi pertanian juga dimanfaatkan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Cirata. PLTA Cirata memiliki kapasitas terpasang 1008 MW dan menjadi PLTA yang terbesar di Indonesia.
Terkait dengan perusahaan yang sudah memenuhi kewajiban DMO hingga 75 persen-100 persen, bahkan lebih dari 100 persen, mereka juga menunggu larangan ekspor batubara dicabut. “Jadi, hingga kini, masih belum ada perusahaan yang diiiznkan ekspor,” ujar Lutfi saat dihubungi Rabu.
Sebelumnya, Kementerian ESDM melarang sementara ekspor batubara dengan mengeluarkan Surat Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM No B-1605/2021. Larangan ini ditujukan bagi pemegang izin usaha pertambangan (IUP) atau izin usaha pertambangan khusus (IUPK) tahap kegiatan operasi produksi, IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian, dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B).
Kebijakan itu ditempuh guna menjamin terpenuhinya kebutuhan batubara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) grup PLN dan produsen listrik swasta yang kekurangan pasokan batubara.
Pemerintah juga akan mengubah mekanisme kewajiban pemenuhan DMO batubara. Semula jadwal pemenuhan itu tidak ada. Kini setiap eksportir batubara wajib memenuhi ketentuan DMO sebesar 25 persen dari total produksi tahunan setiap mereka hendak mengekspor batubara.
Mengutip keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam Tbk Apollonius Andwie, mengatakan, perseroan masih menghitung dampak larangan ekspor batubara tersebut. Entitas anak perusahaan, yakni PT Internasional Prima Coal, telah memiliki komitmen perjanjian jangka panjang untuk memasok batubara kepada PLTU milik PLN maupun kepada pembangkit listrik milik swasta.
Hal yang sama disampaikan Direktur PT Resource Alam Indonesia Tbk Agoes Soegiarto. Menurut dia, saat ini anak usaha perseroan, yakni PT Insani Baraperkasa, masih menunggu evaluasi dan peninjauan kembali sesuai yang tertera dalam Surat Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM No B-1605/2021. Dia berharap, dalam waktu tidak terlalu lama, perseroan sudah mendapatkan surat kelanjutan ekspor batubara. Tujuannya adalah memberikan kepercayaan kepada pelanggan.
Penegakan aturan
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara berpendapat, apapun bentuk mekanisme pelaksanaan kewajiban pemenuhan batubara kebutuhan domestik tidak menjadi persoalan. Hal terpenting adalah pengawasan dan penegakkan pelaksanaan kewajiban tersebut.
Menurut dia, kejadian kekurangan stok batubara untuk PLTU pada awal 2022 menjadi pembelajaran agar pengawasan dan penegakan kewajiban itu diterapkan dengan baik. “Hal itu penting mengingat harga batubara pada 2022 diperkirakan masih cukup tinggi, sehingga tetap menjadi daya tarik produsen batubara untuk mengekspornya,” ujar Bhima.
Bhima juga mengingatkan, larangan ekspor batubara pada 1-31 Januari 2022 dapat menjadi bumerang bagi Indonesia. Kebijakan itu bisa memicu negara pengimpor batubara menggugat Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
“Negara-negara tersebut juga dapat meretaliasi Indonesia. Bisa saja mereka menghambat perdagangan komoditas yang dibutuhkan Indonesia. Pemerintah perlu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan itu,” katanya.