Kekuatan Obligasi Negara Diuji dalam Menahan Dana Repatriasi
Harta peserta program pengungkapan sukarela yang akan direpatriasi bisa membawa dampak positif terhadap pasar obligasi Indonesia. Instrumen SBN yang secara khusus menyerap dana ini mesti kokoh mengunci dana repatriasi.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Otoritas fiskal meyakini program pengungkapan sukarela dapat mengalirkan dana repatriasi dari luar negeri menuju instrumen obligasi yang dikelola negara. Namun, untuk menghindari risiko kebocoran dana, pemerintah perlu mendesain instrumen obligasi yang mampu mengunci dana repatriasi tetap berada di dalam negeri.
Pemerintah mulai awal tahun ini hingga 30 Juni 2022 mengelar program pengungkapan sukarela untuk para wajib pajak yang belum melaporkan hartanya. Tarif yang dikenakan pemerintah kepada para wajib pajak beragam, mulai dari 6 persen hingga 18 persen, bergantung pada jenis harta.
Salah satu jenisnya, yakni harta di luar negeri repatriasi yang diinvestasikan dalam surat berharga negara (SBN), hilirisasi sumber daya alam, dan energi terbarukan, dikenai tarif sebesar 6 persen bagi wajib pajak yang tidak ikut program tax amnesty periode 1 Januari- 31 Maret 2017.
Pemerintah punya harapan agar pasar SBN akan ikut mendapat sentimen positif karena dari aliran dana repatriasi dan reinvestasi yang masuk ke pasar keuangan dalam negeri.
Melalui skema tersebut, pemerintah punya harapan agar pasar SBN akan mendapat sentimen positif dari aliran dana repatriasi dan reinvestasi yang masuk ke pasar keuangan dalam negeri.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor membenarkan bahwa salah satu tujuan penyelenggaraan program pengungkapan sukarela adalah untuk meningkatkan aliran investasi yang masuk ke Tanah Air.
”Program ini menawarkan wajib pajak yang hartanya di luar negeri untuk membawanya kembali ke Indonesia. Dana repatriasi juga diharapkan meningkatkan aliran modal ke dalam negeri,” ujarnya, Senin (3/1/2022).
Ketentuan mengenai program pengungkapan sukarela tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak. Peraturan ini menjadi aturan turunan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Adapun investasi SBN dapat dilakukan di pasar perdana dengan mekanisme private placement melalui dealer utama. Kewajiban investasi atau holding period ditetapkan selama lima tahun.
Belajar dari amnesti pajak (tax amnesty) yang digelar pemerintah lima tahun lalu, agar dana repatriasi tidak menguap, Neilmaldrin mengatakan, pemerintah akan terus membangun iklim investasi yang kompetitif.
Pemberlakuan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja diharapkan mampu memperbaiki kekurangan dalam iklim investasi di Indonesia dengan memberikan kemudahan berusaha, penyelesaian hambatan birokrasi, dan percepatan proses pemberian izin yang transparan.
”Selain itu, Indonesia sudah membuktikan diri menjadi negara yang stabil dalam bidang ekonomi dan politik sehingga bisa menjadi negara tujuan investasi yang baik,” kata Neilmaldrin.
Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia, Prianto Budi Saptono, menjelaskan, kewajiban investasi di pasar SBN selama lima tahun berlandaskan pada proyeksi jangka waktu perlu ditempuh dalam mewujudkan pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19.
”Periode penahanan selama lima tahun tersebut bertujuan agar pemerintah memiliki dana masyarakat untuk menggenjot perekonomian yang diyakini akan mencapai puncaknya setelah lima tahun,” ujarnya.
Kewajiban investasi di pasar SBN selama lima tahun berlandaskan pada proyeksi jangka waktu yang perlu ditempuh dalam mewujudkan pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19. (Prianto Budi Saptono)
Ekonom makroekonomi dan pasar keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia, Teuku Riefky, menilai aliran dana repatriasi peserta program pengungkapan sukarela bisa membawa dampak positif terhadap pasar obligasi Indonesia. Dampak positif ini salah satunya berkurangnya volatilitas pasar SBN Indonesia.
”Dana repatriasi yang diinvestasikan ini pasti tidak sedinamis dana yang masuk dari investor asing yang biasanya sangat tergantung dengan sentimen global,” kata Riefky.
Dengan begitu, lanjutnya, masuknya dana repatriasi dapat menambah ketahanan pasar obligasi di tengah ketidakpastian yang timbul akibat tapering off dan peningkatan suku bunga kebijakan dari bank-bank sentral negara lain.
Risiko pengalihan
Di tengah potensi aliran dana repatriasi ke pasar SBN tahun ini, Prianto tidak memungkiri akan tetap ada risiko dialihkannya dana hasil repatriasi yang ditanamkan pada SBN kembali ke luar negeri. Hal ini jadi tantangan pemerintah ke depan, yaitu meningkatkan daya tarik investasi dan menguatkan infrastruktur dalam rangka menjaga dana tetap diinvestasikan di Indonesia.
Sementara itu, Direktur Surat Utang Negara Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kementerian Keuangan Deni Ridwan menyampaikan, saat ini pemerintah tengah menyiapkan aturan teknis mengenai SBN atau obligasi negara khusus peserta program pengungkapan sukarela.
Sayangnya, Deni masih belum dapat memaparkan lebih lanjut mengenai jenis instrumen SBN atau obligasi negara apa yang akan secara khusus digunakan sebagai media penyerapan dana repatrasi. ”Sedang disiapkan detailnya, dalam waktu dekat akan segera kami publikasikan,” ujarnya
Di sisi lain, berdasarkan kajian Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, pemerintah mengejar harta kekayaan wajib pajak peserta program pengungkapan sukarela sedikitnya Rp 1.346 triliun
Angka tersebut berasal dari saldo atau nilai atas rekening wajib pajak yang belum diungkapkan, yakni mencapai Rp 670 triliun. Kemudian, penghasilan wajib pajak yang didapat dari bunga, penjualan, dan penghasilan di luar negeri senilai Rp 676 triliun.