Pemerintah Mengalkulasi Potensi Penerimaan Program Pengungkapan Sukarela
Pemerintah mulai mengalkulasi dan menganalisis potensi penerimaan negara dari pelaksanaan program pengungkapan sukarela wajib pajak yang akan berlangsung pada 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mencoba mengalkulasi potensi penerimaan dari penyelenggaraan program pengungkapan sukarela yang dimulai pada 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022. Kendati demikian, ditegaskan pemerintah bahwa nilai penerimaan bukanlah target utama dari program pengungkapan sukarela.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Neilmaldrin Noor mengatakan, target utama dari program pengungkapan sukarela ini adalah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Dalam program ini, pemerintah ingin meningkatkan kepatuhan sukarela dari wajib pajak sehingga nantinya para wajib pajak bisa masuk dalam sistem perpajakan yang telah dibuat pemerintah.
Dalam program ini, pemerintah ingin meningkatkan kepatuhan sukarela dari wajib pajak sehingga nantinya para wajib pajak bisa masuk dalam sistem perpajakan yang telah dibuat pemerintah. (Neilmaldrin Noor)
”Kalkulasi untuk menentukan target penerimaan (dari penyelenggaraan program pengungkapan sukarela) masih dalam analisis dan penghitungan, yang dilakukan bersama pihak-pihak terkait,” ujarnya.
Ditjen Pajak telah menelisik potensi harta kekayaan wajib pajak calon peserta program pengungkapan sukarela. Potensi itu didapat pemerintah berdasarkan data yang diterima otoritas pajak dari yurisdiksi/negara mitra melalui authomatic exchange of information (AEoI) sejak 2018 hingga Desember 2020.
Terdapat dua klasifikasi data yang telah dihimpun AEoI untuk ditindaklanjuti. Pertama, data saldo atau nilai simpanan atas kepemilikan rekening di luar negeri dan dalam negeri dari 131.438 wajib pajak. Kedua, data penghasilan 50.095 wajib pajak atas bunga, penjualan, dan penghasilan lainnya.
Kasubdit Penyuluhan Pajak Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Inge Diana Rismawanti memperkirakan total kekayaan yang tengah diklarifikasi dari kedua klasifikasi data tersebut mencapai Rp 1.346 triliun.
”Kita berharap dari jumlah wajib pajak yang mencapai sekitar 180.000 itu nanti akan ada yang mengikuti program pengungkapan sukarela,” ujarnya.
Inge menambahkan, potensi harta kekayaan yang dilaporkan dalam program pengungkapan sukarela masih bisa bertambah karena Direktorat Jenderal Pajak masih memiliki basis data wajib pajak lainnya yang bersumber dari internal Kementerian Keuangan ataupun lembaga mitra eksternal.
Potensi repatriasi
Dalam program pengungkapan sukarela ini, tarif yang dikenakan untuk harta luar negeri yang direpatriasi akan lebih rendah ketimbang harta deklarasi luar negeri. Meski begitu, minat wajib pajak untuk melakukan repatriasi dinilai tidak akan besar.
Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia Prianto Budi Saptono memperkirakan wajib pajak belum tergiur untuk merepatriasi harta mereka ke dalam negeri. Ia memperkirakan hanya 10 persen dari uang wajib pajak di luar negeri yang akan direpatriasi kembali di Indonesia.
Prediksi ini berkaca pada pelaksanaan tax amnesty periode 2016-2017. Terlebih lagi, imbal hasil investasi di luar negeri dinilai relatif lebih aman.
”Mungkin mayoritas peserta program pengungkapan sukarela akan memilih hanya deklarasi harta saja,” kata Prianto.
Tarif yang berlaku dalam program ini dibagi menjadi dua golongan. Pertama, subyek wajib pajak orang pribadi dan badan peserta program pengampunan pajak dengan basis aset per Desember 2015 yang belum diungkapkan saat mengikuti program ini.
Tarif PPh final itu akan dikenakan 11 persen untuk deklarasi luar negeri, 8 persen untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri, serta 6 persen untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri yang diinvestasikan dalam surat berharga negara (SBN), hilirisasi sumber daya alam (SDA), atau energi terbarukan.
Sementara itu, kebijakan tarif kedua dikenakan pada subyek wajib pajak orang pribadi dengan basis aset perolehan 2016 sampai 2020 yang belum dilaporkan dalam SPT tahunan 2020. Tarif PPh final ini akan dikenakan 18 persen untuk deklarasi dan 14 persen untuk aset luar negeri repatriasi ataupun aset dalam negeri yang diinvestasikan dalam SBN, hilirisasi SDA, atau energi terbarukan.
Neilmaldrin meningatkan, pengalihan harta dari luar negeri ke dalam negeri punya batasan waktu. ”Repatriasi atau pengalihan harta ke Indonesia dilakukan paling lambat 30 September 2022 melalui bank nasional,” kata Neilmaldrin.