Peritel Berkomitmen Serap Komoditas Sistem Resi Gudang
Pengembangan pasar untuk komoditas-komoditas yang dikelola berbasis sistem resi gudang (SRG) terus dilakukan. Salah satunya adalah dengan menjalin kemitraan dengan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia.
Oleh
hendriyo widi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia atau Aprindo berkomitmen menjadi penjamin serapan dan pembeli siaga komoditas pangan dari petani, nelayan, dan peternak dalam ekosistem resi gudang. Aprindo juga bersedia menjadi pengelola gudang dalam sistem resi gudang tersebut.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Aprindo Roy Nicholas Mandey, Rabu (22/12/2021), mengatakan, peran sistem resi gudang (SRG) dalam jaringan ritel modern di Indonesia sangat besar. SRG mengelola 20 komoditas, antara lain mencakup komoditas pokok dan penting, seperti beras, gula, dan ayam karkas beku. Oleh karena itu, SRG dapat menjadi sumber penyediaan barang di jaringan ritel.
Melalui SRG, peritel bisa memperoleh komoditas pangan dari tangan pertama, yakni petani, peternak, nelayan, dan petambak. Harganya tentu akan lebih baik dibandingkan dengan komoditas sama yang didapat dari tangan kedua dan ketiga.
”Harga dari tangan pertama yang lebih baik itu juga nanti akan mengubah skema harga produk-produk tersebut di tingkat ritel. Dengan begitu, masyarakat bisa mendapatkan produk-produk itu dengan harga terbaik,” kata Roy dalam pembukaan Forum Bisnis Sistem Resi Gudang dan Pengusaha Ritel yang digelar secara virtual di Jakarta.
Oleh karena itu, lanjut Roy, Aprindo berkomitmen menjadi penjamin serapan (offtaker) dan pembeli siaga (standby buyer) komoditas-komoditas dalam ekosistem SRG di berbagai wilayah Nusantara. Dalam sistem lelang pembelian komoditas itu nanti, Aprindo akan menggandeng supplier (pemasok) yang sudah bermitra dengan peritel.
”Melalui koperasi kelolaan Aprindo, kami juga akan merintis pembangunan dan menjadi pengelola gudang SRG. Komitmen itu akan menjadi resolusi kami pada 2022,” ujarnya.
Aprindo berkomitmen menjadi penjamin serapan (offtaker) dan pembeli siaga (standby buyer) komoditas-komoditas dalam ekosistem SRG di berbagai wilayah Nusantara.
SRG merupakan instrumen usaha pascapanen yang menerapkan mekanisme tunda jual dan dikelola oleh koperasi atau badan usaha. Sistem ini bertujuan melindungi produsen bahan pangan dan bahan baku industri di saat harga komoditas mereka anjlok.
Ada 20 komoditas yang dapat dikelola dengan SRG. Komoditas-komoditas itu adalah gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut, rotan, garam, gambir, teh, kopra, timah, bawang merah, ikan, pala, ayam karkas beku, gula kristas putih, dan kedelai.
Kementerian Perdagangan mencatat, hingga Juni 2021, terdapat 123 gudang berbasis SRG yang tersebar di 105 kabupaten dan kota di 25 provinsi. Namun, tidak semua gudang berbasis SRG itu terkelola dan beroperasi dengan baik.
Dari jumlah tersebut, hanya 28 gudang yang berjalan baik dan dikelola secara berkelanjutan, 29 gudang mulai aktif dan berkembang, 43 gudang berhenti beroperasi, dan 23 gudang sama sekali belum pernah dimanfaatkan.
Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengakui, pemanfaatan gudang berbasis SRG di sejumlah daerah belum berjalan maksimal. Gudang-gudang yang dibangun itu banyak yang tidak dipakai untuk menyimpan komoditas-komoditas yang telah ditentukan dalam SRG.
”Kami telah meminta agar pemerintah daerah dapat memanfaatkannya dengan baik, bekerja sama dengan pengelola gudang. Kolaborasi pengembangan ekosistem SRG juga terus dilakukan, salah satunya dengan Aprindo, untuk menggeliatkan SRG sekaligus membantu petani, peternak, dan nelayan,” katanya.
Hingga 22 Desember 2021, nilai penerbitan resi komoditas dalam SRG tercatat sebesar Rp 501,6 miliar dengan total pembiayaan mencapai Rp 347,6 miliar. Capaian positif pengelolaan SRG itu jauh lebih tinggi dari realisasi SRG pada 2020 yang nilai penerbitan resinya sebesar Rp 191,21 miliar dengan total pembiayaan Rp 117,72 miliar.
Kepala Biro Pembinaan dan Pengawasan SRG dan Pasar Lelang Komoditas Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Widiastuti menambahkan, dari tahun ke tahun, partisipasi pelaku usaha komoditas dalam memanfaatkan SRG semakin meningkat. Dalam tiga tahun terakhir ini, nilai pemanfaatan SRG tumbuh positif.
Untuk lebih mengembangkan SRG, pengembangan pasar sangat dibutuhkan, seperti ritel modern dan industri pengolahan.
Pada 2019 dan 2020, nilai transaksi SRG masing-nasing tumbuh 11 persen dan 72 persen. Kemudian, hingga 21 Desember 2021, pertumbuhan transaksinya mencapai 160 persen.
”Untuk lebih mengembangkan SRG, pengembangan pasar sangat dibutuhkan, seperti ritel modern dan industri pengolahan. Oleh karena itu, kami menjalin kemitraan dengan Aprindo untuk memperkuat ekosistem SRG,” ujarnya.