Jelang Pelaksanaan JKP, Pusat Pasar Kerja Perlu Dibuat Lebih Inklusif
Pelaksanaan Informasi Pasar Kerja perlu dibuat lebih inklusif agar efektif mempertemukan pemberi kerja dan pencari kerja. Pembenahan perlu dilakukan sebelum program Jaminan Kehilangan Pekerjaan berlaku awal tahun depan.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sistem informasi pasar kerja yang inklusif berperan penting untuk menekan angka pengangguran dan mendukung pelaksanaan Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang akan dimulai tahun depan. Namun, masih ada sejumlah tantangan yang membuat sistem itu belum efektif untuk mempertemukan pemberi dan pencari kerja.
Riset oleh SMERU Institute menunjukkan, ada kekurangan dalam pelaksanaan Sistem Informasi Pasar Kerja (SIPK) yang dijalankan pemerintah, Karirhub-Sisnaker. Dalam pengamatan atas 1.009 lowongan kerja yang tayang pada Karirhub-Sisnaker sepanjang Juli-November 2021, perusahaan belum memanfaatkan layanan SIPK. Pengusaha dan pencari kerja lebih memilih menggunakan platform swasta.
Riset itu menyimpulkan, terbatasnya jumlah lowongan kerja pada Karirhub-Sisnaker secara tidak langsung juga disebabkan oleh kewajiban Wajib Lapor Ketenagakerjaan Perusahaan (WLKP) yang belum berjalan. Perusahaan yang bersedia mengisi WLKP hanya sedikit dan biasanya adalah perusahaan besar atau perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja asing (TKA).
Sementara usaha mikro dan kecil (UMK) yang jumlahnya mendominasi sektor usaha nasional belum tentu bersedia menyampaikan data jaminan sosial pekerjanya pada laporan WLKP. Sementara salah satu syarat untuk mengunggah lowongan kerja di Karirhub-Sisnaker adalah sudah menjalankan kewajiban WLKP.
Peneliti senior SMERU Institute, Palmira Bachtiar, selaku salah satu anggota peneliti riset tersebut, Selasa (14/12/2021), menilai, pelaksanaan SIPK perlu dioptimalkan dan dibuat lebih inklusif agar efektif mempertemukan pemberi kerja dan pencari kerja.
Dari sisi pemberi kerja, pemerintah dapat memberikan relaksasi terkait kewajiban WLKP di tahap awal pelaksanaan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) agar pelaksanaan SIPK menjadi lebih inklusif. Namun, relaksasi itu sebaiknya hanya bersifat sementara agar tidak kontraproduktif dengan upaya mendorong kepatuhan pelaporan WLKP.
Sebab, meski menjadi hambatan dalam memasang lowongan pekerjaan, WLKP berperan penting untuk hal-hal lain, seperti pengawasan ketenagakerjaan. ”Ini memang jadi dilema, tetapi sebaiknya pemerintah menerapkan skema pull daripada push, apalagi dalam kondisi Covid-19. Diberi keleluasaan dulu, nanti dari situ baru diajak memenuhi WLKP,” kata Palmira.
Implikasi lain dari kewajiban WLKP adalah lowongan kerja yang diumumkan perusahaan belum benar-benar mencerminkan kebutuhan perusahaan. Berdasarkan hasil pemantauan SMERU Institute atas lowongan kerja di Karirhub-Sisnaker, 84 persen dari lowongan yang diunggah perusahaan baru akan berakhir pada Desember 2021.
WLKP mengharuskan perusahaan untuk melaporkan status kerja dan jaminan sosial pekerjanya serta mengisi rencana perekrutan satu tahun ke depan. Pengisian itu bersifat formalitas dan menjadi alasan mayoritas lowongan kerja pada Karirhub-Sisnaker sifatnya masih berupa perencanaan, bukan kebutuhan lowongan kerja yang riil.
”Perusahaan yang benar-benar sedang mencari pekerja baru tidak akan menayangkan lowongan kerjanya dengan durasi sepanjang itu. Banyak perusahaan sudah punya mekanisme rekrutmen sendiri,” ujar Palmira.
Karirhub-Sisnaker juga belum optimal dimanfaatkan oleh para pencari kerja. Meski ada peningkatan akses pencarian kerja dari hanya 760.000 pada Juli 2021 menjadi 1,42 juta pada November 2021, jumlah itu belum mencerminkan angka pengangguran terbuka yang pada Agustus 2021 mencapai 9,1 juta orang.
Beberapa kendalanya, antara lain, pendaftaran masih dilakukan secara daring tanpa pendampingan petugas pengantar kerja. Sementara itu, masih ada problem kesenjangan dan literasi digital di sejumlah daerah. ”Angka (akses pencarian kerja) ini sangat kecil dibandingkan dengan jumlah pencari kerja pada platform swasta,” katanya.
Ia merekomendasikan agar Karirhub-Sisnaker dapat dihubungkan dengan platform pencarian kerja di tingkat pemerintah daerah dan swasta agar petugas pengantar kerja di setiap dinas ketenagakerjaan dapat mendampingi para pencari kerja.
Sudah ada komitmen
Saat dihubungi, Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengatakan, JKP yang akan dijalankan mulai Februari 2021 akan menjadi momentum untuk memperbaiki sistem informasi pencari kerja pemerintah. Selama ini, ia mengakui, sistem tersebut belum digarap optimal.
”Dulu belum ada komitmen terintegrasi dari berbagai unit di Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengoptimalkan sistem ini. Kali ini, dengan target JKP, kami yakin situasinya berbeda. Perusahaan dan pencari kerja sama-sama akan mendapat benefit lewat JKP sehingga aspek demand dan supply akan lebih terpenuhi,” ujar Anwar.
Saat ini, pemerintah sedang terus menjajaki sosialisasi kepada pelaku usaha agar mau memanfaatkan layanan SIPK. Akhir tahun ini menjadi target untuk mengintegrasikan sistem informasi pasar kerja.
”Akhir tahun ini sudah harus beres. Kami lihat animo perusahaan mulai membaik. Kami juga akan mendorong peran disnaker di daerah untuk membantu mengoptimalkan fungsi pusat pasar kerja,” ujarnya.
Di sisi lain, pencari kerja diyakini akan lebih banyak mengakses Karirhub-Sisnaker. Sebab, program JKP tidak hanya menyediakan benefit informasi pasar kerja, tetapi juga konseling dan pelatihan dan vokasi. ”Kami juga akan mengintegrasikan sistem ini dengan disnaker (dinas tenaga kerja) di daerah, platform swasta, dan career development di berbagai universitas,” kata Anwar.