Forum G-20 Dapat Memperluas Kapasitas Keuangan Digital Indonesia
BI tengah membangun koneksi untuk mendukung sistem pembayaran lintas negara di antara anggota G-20. Kerja sama perluasan sistem pembayaran lintas negara QRIS dengan negara anggota G-20 itu jadi langkah strategis
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia akan memanfaatkan posisi sebagai ketua presidensi G-20 selama setahun ke depan untuk memperluas kapasitas ekonomi dan keuangan digital. Dalam forum G-20, negara peserta termasuk Indonesia bisa saling berdiskusi dan membahas kemungkinan kerja sama untuk memperluas kapasitas masing-masing.
Hal tersebut mengemuka dalam acara Indonesia Fintech Summit Day 1, Sabtu (11/12/2021), yang diselenggarakan secara hibrida, baik daring maupun luring, di Nusa Dua, Bali.
Hadir sebagai panelis dalam diskusi di forum ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso. Diskusi dimoderatori oleh Ketua Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Pandu Sjahrir. Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid turut hadir memberikan materi.
Perry menjelaskan, dalam forum G-20, pihaknya berupaya memperluas penggunaan sistem pembayaran lintas negara (cross border) melalui metode pindai kode QRIS (Quick Response Indonesia Standart)dengan negara-negara anggota G-20.
”Kami sedang membangun koneksi antar negara peserta G-20 sebuah sistem pembayaran lintas negara. Tahun ini sudah dimulai dengan penggunaan QRIS untuk pembayaran di Thailand. Tahun depan rencananya akan diperluas hingga ke wilayah regional (Asia Tenggara),” ujar Perry.
Kerja sama perluasan sistem pembayaran lintas negara QRIS dengan negara anggota G-20 itu menjadi sangat strategis. G-20 beranggotakan 19 negara utama dan Uni Eropa yang merepresentasikan sekitar 60 persen populasi dunia, mencakup 75 persen perdagangan global, dan 80 persen produk domestik bruto dunia.
”Sistem pembayaran ini sangat esensial. Tidak ada aktivitas ekonomi yang tanpa transaksi. Di sanalah sistem pembayaran hadir dalam bentuk digital untuk memudahkan masyarakat ke depannya dalam transaksi lintas negara,” ujar Perry.
Sri Mulyani mengatakan, total ada 157 pertemuan dalam forum G-20 di hingga tahun depan. Dari jumlah tersebut, 24 pertemuan di antaranya akan secara khusus membahas industri keuangan. Ia menjelaskan, forum diskusi G-20 bisa memberi gambaran sejauh mana kemajuan ekonomi dan keuangan digital dunia saat ini.
”Negara-negara peserta G-20 ini kan negara yang punya pengaruh terhadap dunia. Dalam diskusi kita bisa saling diskusi dan belajar, sejauh mana inovasi ekonomi keuangan digital tiap negara. Ini bermanfaat ke depannya untuk mengembangkan kapasitas Indonesia di bidang ini,” ujar Sri Mulyani.
Infrastruktur digital
Selain memanfaatkan forum G-20, pemerintah terus mendorong pertumbuhan kapasitas ekonomi dan keuangan digital Indonesia. Salah satunya melalui alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dikhususkan untuk pembangunan dan pengembangan infrastruktur digital.
Sri Mulyani menjelaskan, pandemi Covid-19 mengharuskan digitalisasi di tiap aspek kehidupan. Merespons situasi tersebut, struktur APBN telah menganggarkan secara khusus untuk belanja infrastruktur digital. Sejak 2019 hingga 2022, pemerintah telah mengganggarkan belanja infrastruktur digital total sebesar Rp 77 triliun. Rinciannya sebesar Rp 7 triliun pada 2019, Rp 10 triliun pada 2020, Rp 25 triliun pada 2021, dan Rp 35 triliun pada 2022.
”Pembangunan dan pengembangan infrastruktur digital ini diperuntukkan bukan hanya untuk mendorong bisnis ekonomi dan keuangan digital, tetapi juga yang terpenting untuk memperluas akses internet dan digital hingga ke pelosok. Harapannya tak akan ada lagi desa yang tertinggal, sekolah yang tertinggal, puskemas yang tertinggal,” ujar Sri Mulyani.
Wimboh menambahkan, Indonesia punya potensi pasar ekonomi keuangan digital yang sangat besar. Pada 2025 diperkirakan potensi ekonomi keuangan digital bakal mencapai 124 miliar dollar AS (Rp 1.760 triliun). Ia menjelaskan, sektor keuangan akan menjadi sektor pertama yang mengawali transformasi digital di berbagai sektor lainnya. Sebab, sektor ini vital dan hadir dalam setiap sektor lainnya.
Setelah sektor finansial ini terdigitalisasi dengan optimal, lanjut Wimboh, digitalisasi akan masuk ke sektor pertanian, pendidikan, dan properti. Ia membayangkan ke depannya akan hadir aplikasi produk pertanian yang mempertemukan petani dan pembeli produk pertanian secara e-dagang serta terhubung langsung dengan teknologi finansial/bank digital. Begitu juga dengan sektor lainnya.
”Harapannya semuanya ini terhubung satu sama lain dalam ekosistem yang satu kesatuan,” ujar Wimboh.
Menurut Arsjad Rasjid, pembangunan infrastruktur digital diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dan keuangan digital. Hal ini diharapkan bisa memperluas inklusi keuangan di Indonesia. Sebab, digitalisasi layanan jasa keuangan bisa menjangkau segmen yang sebelumnya tidak tersentuh.