Bentuk Kelompok Kerja, Serikat Buruh dan Kadin Perkuat Dialog Bipartit
Selain memperkuat dialog bipartit, kelompok kerja bersama antara buruh dan pengusaha ini juga dibentuk untuk memperkuat pengawasan ketenagakerjaan di lapangan. Iklim hubungan industrial diharapkan menjadi lebih kondusif.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah polemik kenaikan upah minimum dan putusan Mahkamah Konstitusi tentang Undang-Undang Cipta Kerja, dua pentolan serikat buruh bertemu dengan pimpinan Kamar Dagang dan Industri Indonesia. Kedua pihak itu bersepakat membentuk kelompok kerja khusus untuk memperkuat dialog bipartit dan pengawasan ketenagakerjaan.
Pertemuan itu diadakan Senin (6/12/2021) dan dihadiri oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, dan Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid.
Andi Gani mengatakan, pertemuan itu dilakukan untuk memperkuat dialog sosial antara kelompok buruh dan pengusaha, terutama di tengah memburuknya kondisi hubungan industrial akibat pengesahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan dampak pandemi Covid-19.
Dari hasil pertemuan itu, buruh dan pengusaha bersepakat membentuk kelompok kerja bersama. Pokja itu diharapkan bisa memperkuat dialog bipartit terkait berbagai isu ketenagakerjaan. Menurut dia, ini pertama kali buruh membentuk pokja dengan pengusaha di luar LKS Tripnas (Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional) yang ada di bawah Kementerian Ketenagakerjaan.
”Ini perdana, untuk memperbaiki komunikasi yang selama ini kurang baik. Sekaligus menunjukkan kalau buruh tidak hanya bisa unjuk kekuatan di jalanan, tetapi juga bisa membangun dialog sosial,” kata Andi saat dihubungi, Selasa (7/12/2021).
Selain memperkuat dialog bipartit, pokja juga akan berfungsi memperkuat pengawasan ketenagakerjaan di lapangan. Selama ini, proses pengawasan relatif lemah karena kurangnya jumlah dan kualitas tenaga pengawas di dinas ketenagakerjaan di daerah-daerah.
Data Kemenaker, per Oktober 2021, diperlukan 6.000 pengawas yang disebar di semua kabupaten/kota. Namun, kenyataannya, jumlah pengawas saat ini hanya 1.586 orang dan hanya terpusat di Jakarta atau ibu kota provinsi.
Menurut dia, pengawasan tidak bisa hanya diserahkan ke pemerintah saja. ”Serikat buruh dan pengusaha akan sama-sama mengawasi dan melakukan introspeksi tentang penegakan hak-hak pekerja. Kalau ada perusahaan yang tidak menjalankan (hukum ketenagakerjaan), bisa segera ditegur atau diteruskan ke pemerintah,” ujar Andi.
Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan Kadin Adi Mahfudz mengatakan, pembentukan pokja itu termasuk dalam program kerja strategis Kadin di bidang ketenagakerjaan. Dialog sosial antara buruh dan pengusaha diharapkan lebih baik sehingga mendorong ekosistem hubungan industrial yang kondusif.
Beberapa isu strategis yang akan dibahas dalam pokja adalah pelatihan untuk meningkatkan kapasitas dan keahlian pekerja menyambut disrupsi 4.0, pendirian koperasi pekerja dan buruh, serta mengembangkan ekosistem pendidikan dan pelatihan vokasi yang selaras dengan kebutuhan industri.
”Harapannya, program ini tidak hanya sebatas normatif, tetapi bisa jadi program kerja riil yang berkesinambungan,” ujar Adi.
Polemik upah
Selain pembentukan pokja, beberapa hal yang ikut dibahas dalam pertemuan tersebut adalah polemik upah minimum. Saat ini, buruh di berbagai daerah masih melakukan unjuk rasa dan mogok nasional untuk menuntut kenaikan upah minimum. Diharapkan, ada satu titik tengah yang tidak merugikan buruh dan tidak memberatkan pengusaha.
Andi mengatakan, konfederasi buruh sebenarnya tidak memaksakan kenaikan upah minimum sebesar 4-5 persen itu dipukul rata. Sebagai perbandingan, rata-rata nasional kenaikan upah minimum 2022 hanya mencapai 1,09 persen, di bawah tingkat inflasi tahunan per Oktober 2021 sebesar 1,66 persen.
”Kalau perusahaan memang tidak mampu dan bisa membuktikan lewat laporan keuangan selama dua tahun terakhir, pekerja pasti maklum. Kami juga tidak memaksa UMKM harus membayar upah minimum. Tetapi, jangan dilupakan, banyak sektor yang justru tumbuh luar biasa selama pandemi ini,” kata Andi.
Hal lain yang ikut dibahas adalah polemik UU Cipta Kerja pasca-putusan Mahkamah Konstitusi, akhir pekan lalu. Pekan ini, kelompok buruh akan berunjuk rasa ke Mahkamah Konstitusi untuk meminta fatwa agar memperjelas berbagai tafsir atas putusan uji formil yang dinilai ambigu dan kompromistis itu.
Selain itu, ada pula rencana untuk menggugat surat keputusan penetapan upah minimum provinsi ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Andi mengatakan, buruh pada dasarnya mendukung investasi asalkan tidak drastis mereduksi hak dan perlindungan buruh.
”Kami mendukung investasi asal memang untuk kesejahteraan buruh. Masalah investasi ada banyak, dari pungutan liar, korupsi, dan perizinan. Itu yang perlu diatasi, bukan hak dan perlindungan buruh yang disasar,” ujarnya.