Hasil Rapat Umum Pemegang Saham PLN tahun 2021 memutuskan dan menetapkan direktur utama yang baru. Perubahan ini diharapkan bisa membuat perusahaan lebih cepat bertransformasi.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Senin (6/12/2021), memutuskan untuk mengangkat Darmawan Prasodjo sebagai direktur utama PLN menggantikan Zulkifli Zaini. Sebelumnya, Darmawan Prasodjo menjabat sebagai wakil direktur utama PLN. Pemerintah berpesan agar PLN jangan sampai membebani keuangan negara.
Dalam keterangan resminya, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, Zulkifli Zaini yang menjabat sebagai Direktur Utama PLN sejak Desember 2019 dinilai telah menjalankan perusahaan dengan baik. Dalam kurun dua tahun kepemimpinannya, kinerja keuangan membaik dan berhasil membukukan pendapatan usaha sebanyak Rp 345,4 triliun dan mencetak laba bersih Rp 5,99 triliun di 2020. Ia juga berpesan kepada direktur utama PLN yang baru untuk meningkatkan transformasi yang berlangsung di organisasi PLN.
”Transisi energi yang dilakukan PLN perlu dilakukan dengan penuh terobosan sehingga tidak membebani negara dan masyarakat,” kata Erick.
Secara terpisah, Darmawan menyampaikan, selama dua tahun menjabat sebagai wakil direktur utama PLN, kinerja PLN dinilai positif oleh pemerintah. Ia mengakui ada tanggungan PLN dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang menempatkan porsi pembangkit listrik dari sumber energi baru dan terbarukan sebesar 51,6 persen. Di masa transisi itu, yakni mengurangi pembangkit listrik dari energi fosil ke energi yang lebih bersih, PLN harus bisa melaluinya dengan mulus.
Pada masa transisi itu, yakni mengurangi pembangkit listrik dari energi fosil ke energi yang lebih bersih, PLN harus bisa melaluinya dengan mulus.
”Selama proses transisi itu, pemerintah berpesan agar jangan sampai membebani APBN. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi kami. Harus bisa dipecahkan oleh PLN,” kata Darmawan.
Mengenai kelebihan pasokan listrik, Darmawan menyatakan bahwa PLN telah melakukan upaya untuk menaikkan permintaan listrik secara holistik. Sebagai contoh, program pengembangan kompor induksi, pengembangan mobil listrik, dan pemanfaatan energi listrik untuk peningkatan produktivitas pertanian adalah usaha-usaha yang dilakukan PLN dengan menggandeng sejumlah lembaga dan kementerian terkait.
Terkait kondisi utang, dia menyebut melakukan refinancing terhadap utang yang berstatus jatuh tempo. Dia juga berkomitmen memetakan strategi keuangan sehingga tingkat pengembalian investasi (IRR) lebih besar daripada pengeluaran.
Beban finansial
Dihubungi secara terpisah, peneliti pada Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattov, mengatakan, pemerintah sebagai pemegang saham PLN memiliki target ambisius, mulai dari perbaikan aspek finansial, operasional, hingga implementasi energi baru dan terbarukan. Dengan target seperti itu, organisasi PLN perlu direstrukturisasi secara besar-besaran.
Pada saat bersamaan, pemerintah juga memiliki agenda nasional untuk transisi energi. Misalnya, rencana pembentukan perusahaan induk (holding) BUMN panas bumi. Rencana ini akan berimbas ke aset PLN. Contoh lainnya adalah rencana pemerintah menata ulang organisasi PLN sebagai perusahaan induk yang memiliki sejumlah subholding di bawahnya, seperti apa yang dilakukan pemerintah terhadap PT Pertamina (Persero).
Dengan target seperti itu, organisasi PLN perlu direstrukturisasi secara besar-besaran.
”Dengan kondisi sekarang atau belum ditambah dorongan meningkatkan pembangkit listrik energi terbarukan, PLN mempunyai beban pembelian tenaga listrik terus naik. Pada 2020, sekitar 16,6 persen biaya operasional dipakai perusahaan membeli tenaga listrik dan diesel. Pada tahun yang sama, PLN mengalami surplus listrik sekitar 26,84 persen,” papar Abra.
Di luar situasi tersebut, Abra menambahkan, ada faktor ekonomi politik yang ikut memengaruhi kinerja PLN. Misalnya, tarif listrik yang sampai sekarang belum disesuaikan, tetapi di sisi lain pemerintah memberikan kompensasi dan subsidi di tengah usaha menekan defisit anggaran di APBN.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa berpendapat senada. Hal pertama yang perlu dilakukan PLN adalah mengevaluasi rencana transformasi perusahaan sehingga selaras dengan agenda dekarbonisasi Indonesia. Dalam kurun 5 tahun mendatang, PLN semestinya segera meningkatkan aset energi terbarukan, modernisasi grid, serta memastikan infrastruktur listrik yang tetap andal dan akses terjangkau.
Hal kedua adalah menyasar ke aspek finansial. Fabby berpendapat, PLN harus mengalokasikan investasi yang cukup besar. Namun, dia mengakui bahwa PLN masih berhadapan dengan sumber pendapatan yang masih dibayang-bayangi dengan tarif listrik yang tidak bisa naik dan mengelola potensi kelebihan kapasitas pembangkit listrik.