Alokasi kuota impor gula mentah pada tahun 2022 meningkat menjadi 4,37 juta ton dari tahun 2021 yang sebanyak 3,78 juta ton. Sementara itu, total stok gula kristal putih atau konsumsi di tingkat nasional 1,3 juta ton.
Oleh
hendriyo widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengalokasikan impor gula mentah untuk bahan baku gula rafinasi dan konsumsi pada 2022 sebanyak 4,37 juta ton. Alokasi itu lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2021 lantaran untuk mengantisipasi kenaikan kebutuhan gula dan kondisi cuaca.
Kementerian Perdagangan mencatat, dari jumlah itu, alokasi impor gula mentah untuk gula kristal rafinasi (GKR) sebanyak 3,48 juta ton dan untuk gula kristal putih (GKP) atau konsumsi sebanyak 891.627 ton. Adapun pada 2021, impor gula mentah dialokasikan sebanyak 3,78 juta ton, terdiri dari 3,1 juta ton untuk bahan baku GKR dan 680.000 untuk GKP.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, penetapan alokasi impor gula mentah itu berdasarkan rapat koordinasi terbatas di tingkat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada 26 Oktober 2021. ”Alokasi tersebut berdasarkan asumsi kenaikan kebutuhan gula sebesar 5 persen pada tahun depan,” kata Oke ketika dihubungi di Jakarta, Senin (6/12/2021).
Alokasi impor gula mentah untuk gula kristal rafinasi sebanyak 3,48 juta ton dan untuk gula kristal putih atau konsumsi sebanyak 891.627 ton.
Selain itu, lanjut Oke, ketersediaan gula selama lima bulan pertama, Januari-Mei 2022, juga perlu dijaga karena belum memasuki musim giling. Untuk saat ini, harga gula konsumsi di dalam negeri masih terkendali dan stok masih mencukupi.
Per 3 Desember 2021, harga rata-rata nasional gula konsumsi Rp 13.100 per kilogram (kg). Harga tersebut sedikit di atas harga rata-rata acuan yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu Rp 12.500 per kg.
Jumlah tebu yang masuk ke pabrik-pabrik gula sebanyak 13,3 juta ton dengan jumlah gula yang diproduksi sebanyak 984.571 ton dengan rata-rata rendemen 7,4 persen. Harga gula yang terbentuk di tingkat pabrik antara Rp 10.225 dan Rp 11.550 per kg.
Saat ini, lanjut Oke, stok gula dari tebu petani di pabrik gula milik negara dan swasta sebanyak 1,28 juta ton, sedangkan gula berbahan baku gula mentah impor sebanyak 4.098 ton. Adapun stok gula milik Perum Bulog sebanyak 8.124 ton dan sisa stok GKP impor milik PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau RNI sebanyak 3.089,5 ton.
”Total stok tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan gula selama 4,99 bulan ke depan,” katanya.
Dalam Statistik Tebu Indonesia 2020, Badan Pusat Statistik menyebutkan, perluasan lahan tebu pada 2020 belum diikuti dengan peningkatan produksi gula nasional. Pada 2020, luas lahan tebu di Indonesia seluas 418.996 hektar (ha) atau bertambah dari tahun 2019 yang seluas 413.054 ha.
Jumlah produksi gula nasional pada 2020 sebanyak 2,12 juta ton atau lebih rendah daripada tahun 2019 yang sebanyak 2,23 juta ton. Adapun pada 2020, Indonesia mengimpor gula dan tetes tebu sebanyak 5,54 juta ton, meningkat 35,45 persen dari tahun 2019 yang sebanyak 4,09 juta ton.
Kolaborasi BUMN
Untuk meningkatkan luas lahan tebu dan produksi gula konsumsi, sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) berkolaborasi membenahi industri gula nasional melalui program Makmur. Penyiapan tata kelola budidaya tebu itu dilakukan oleh PT RNI, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III, Perum Perhutani, PT Pupuk Indonesia (Persero), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero), dan PT Asuransi Kredit Indonesia (Persero).
”Kami menargetkan luas tanaman tebu di wilayah RNI dan PTPN III bisa bertambah menjadi 40.000 hektar pada tahun 2022. Hal ini akan disertai dengan peningkatan kuantitas dan perbaikan kualitas tebu, dan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani,” kata Direktur Utama PT RNI Arief Prasetyo Adi.
Berdasarkan data Kementerian BUMN, PT RNI dan PTPN III Holding atau PTPN Group memiliki 197.000 hektar lahan dan 40 pabrik gula berkapasitas giling 146.000 ton tebu per hari (TCD). Dari 2,3 juta ton produksi gula nasional pada 2021, pabrik-pabrik gula kedua perusahaan pelat merah itu berkontribusi sekitar 46 persen atau 1 juta ton.
Sebelumnya, PTPN Group berencana membentuk perusahaan subholding Sugar Company (SugarCo) yang ditargetkan rampung pada akhir tahun ini. SugarCo membutuhkan investasi sebesar Rp 20 triliun untuk membangun lima pabrik gula dan merevitalisasi satu pabrik gula.
”Kami menargetkan bisa memprodukai GKP sebanyak 2 juta ton pada 2025 melalui revitalisasi bisnis tersebut. Produksi gula PTPN Group saat ini sebanyak 800.000 ton. Jumlah tersebut sekitar 11 persen dari pangsa pasar GKP dan GKR atau 34 persen dari total produksi domestik GKP,” kata Direktur Utama PTPN III Mohammad Abdul Ghani.
Kebutuhan gula konsumsi dan industri pada 2030 sebanyak 9,5 juta ton. Jika tidak ada pembenahan bisnis dan industri gula, impor gula bisa melonjak hingga 6,6 juta ton per tahun.
PTPN Group memperkirakan, kebutuhan gula konsumsi dan industri pada 2030 sebanyak 9,5 juta ton. Jika tidak ada pembenahan bisnis dan industri gula, impor gula bisa melonjak hingga 6,6 juta ton per tahun.
Saat ini, total kebutuhan gula konsumsi dan industri dalam setahun sebanyak 5,8 juta ton. Dengan total produksi sebanyak 2,18 juta ton, Indonesia masih mengalami defisit gula konsumsi dan industri sebanyak 3,62 juta ton.