Cegah Korupsi, Celah Interaksi Petugas dan Wajib Pajak Ditutup
Salah satu agenda reformasi perpajakan adalah perbaikan sistem untuk memperkecil interaksi antara petugas pajak dan wajib pajak. Melalui upaya tersebut, diharapkan tindak pidana korupsi bisa tertutup.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan berkomitmen menekan tindak korupsi di sektor perpajakan dengan meningkatkan integritas pegawai sembari menutup celah interaksi antara petugas dan wajib pajak. Ini sejalan dengan upaya reformasi perpajakan yang tengah dilakukan pemerintah.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo meminta seluruh jajaran Direktorat Jenderal Pajak untuk terus meningkatkan komitmen dalam menghindari praktik korupsi di setiap menjalankan tugas. Menurut dia, negara yang kuat adalah negara yang pajaknya terkumpul tinggi dan tingkat korupsinya rendah.
Hal tersebut disampaikan dalam acara Puncak Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) secara virtual, Kamis (2/12/2021). Ia menambahkan, institusi DJP terus melakukan pembenahan agar bisa bekerja secara kredibel.
”Selain harus mengumpulkan penerimaan pajak, jajaran DJP juga harus peka dan sensitif serta responsif terhadap kebutuhan ekonomi. Di sisi lain, kami terus berupaya untuk meningkatkan tata kelola perpajakan. Tidak boleh ada korupsi,” ujar Suryo.
Upaya DJP untuk memperkuat integritas sekaligus menanamkan budaya antikorupsi meliputi implementasi sejumlah program, di antaranya sistem penyampaian pengaduan dugaan tindak pidana korupsi serta pengawasan pelaksanaan proses bisnis oleh atasan langsung. Selain itu, DJP juga menerapkan zona integritas menuju wilayah bebas dari korupsi (WBK) serta wilayah birokrasi bersih dan melayani (WBBM).
Sayangnya, upaya serta mekanisme tersebut belum mampu membendung tindak pidana korupsi di lingkup internal DJP. Pada November lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua pegawai DJP, yakni WR dan AS, sebagai tersangka suap pemeriksaan pajak pada 2016 dan 2017. Kasus itu sebelumnya menyeret Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP Angin Prayitno Aji ke meja hijau.
Diberitakan sebelumnya, WR bersama AS melakukan pemeriksaan perpajakan terhadap tiga wajib pajak, yaitu PT GMP untuk tahun pajak 2016, PT BPI Tbk untuk tahun pajak 2016, dan PT JB. Atas hasil pemeriksaan pajak yang telah diatur dan dihitung sedemikian rupa, tersangka WR dan AS diduga menerima uang yang selanjutnya disetorkan kepada Angin. Jumlahnya Rp 15 miliar dari PT GMP, 500.000 dollar Singapura dari PT BPI Tbk, dan 3 juta dollar Singapura dari PT JB.
Terkait hal tersebut, Suryo mengatakan, salah satu agenda reformasi perpajakan adalah perbaikan sistem untuk memperkecil interaksi antara petugas pajak dan wajib pajak. Melalui upaya tersebut, ia berharap celah untuk melakukan tindak pidana korupsi bisa tertutup.
Selain itu, DJP akan menindaklanjuti setiap rekomendasi yang ada sebagai upaya perbaikan, melakukan internalisasi corporate value, sekaligus menerapkan komitmen integritas pimpinan agar dapat menjadi contoh bagi para pegawai DJP.
”Budaya antikorupsi terus kami kembangkan. Kami menerapkan hukum sebagai cara mengingatkan, termasuk bercerita, tidak hanya internal, tapi juga masyarakat, karena terjadinya korupsi tidak hanya satu pihak, melainkan dua pihak atau tiga pihak,” kata Suryo.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan alasan terkait kerentanan pegawai pajak terjerat praktik korupsi. Menurut dia, kerentanan timbul karena pegawai pajak memiliki tugas dan kewenangan yang luar biasa, mulai dari menelaah administrasi perpajakan hingga menentukan besaran nilai pajak.
”Kewenangan tersebut rentan semua dengan kasus korupsi. Perlu diingat pula bahwa tindak korupsi pegawai pajak tidak hanya dilakukan dengan mencuri uang negara, namun juga dengan menerima gratifikasi hingga melakukan pemerasan,” ucap Firli.
Sementara itu, mantan komisioner KPK, Erry Riyana Hardjapamekas, mengatakan, upaya DJP dalam mereformasi sistem perpajakan sudah cukup komprehensif. Namun, implementasi sistem tersebut masih perlu ditingkatkan guna mengurangi adanya kemungkinan korupsi.
”Dari sisi strategi dan program, berbagai hal menurut saya sangat lengkap. Tinggal implementasi, konsistensi, reward dan punishment yang belum berjalan sesuai yang diharapkan dalam perencanaan. Itu tidak bisa sendiri, harus ada pengawasan masyarakat,” kata Erry.