Lagi, Dua Pegawai Pajak Ditetapkan sebagai Tersangka Suap
WR dan AS diduga telah menerima uang yang selanjutnya disetorkan kepada Angin dan Dadan. Jumlahnya Rp 15 miliar dari PT GMP, 500.000 dollar Singapura dari PT BPI Tbk, dan 3 juta dollar Singapura dari PT JB.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi kembali menetapkan dua pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan sebagai tersangka suap pemeriksaan pajak pada 2016 dan 2017. Kasus itu sebelumnya menyeret Direktorat Jenderal Pajak yang telah menyeret Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Angin Prayitno Aji ke meja hijau.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, dalam jumpa pers, Kamis (11/11/2021), mengungkapkan, dari pengembangan perkara, KPK menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan suap pemeriksaan pajak pada 2016 dan 2017 di Direktorat Jenderal Pajak. Mereka adalah WR yang sampai Mei 2021 menjabat sebagai supervisor Tim Pemeriksa Pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak dan Kepala Pajak Bantaeng, Sulawesi Selatan, serta AS selaku Ketua Tim Pemeriksa pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak yang kini menjabat Fungsional Pemeriksa Pajak pada Kanwil DJP Jawa Barat II.
Pada Rabu (10/11/2021), penyidik menangkap tersangka WR di Makassar. Kemudian, WR dibawa ke Jakarta untuk ditahan karena dianggap tidak kooperatif.
”Tersangka WR tidak kooperatif. Mungkin salah satunya tidak hanya karena kehadiran, tetapi keterangan-keterangan yang mungkin tidak kooperatif,” kata Nurul.
Sebelumnya, dalam perkara tersebut, penyidik KPK telah menetapkan enam tersangka, termasuk Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani, yang kini sudah menjalani persidangan. Selain kedua orang itu, terdapat empat tersangka lain yang dalam perkara selaku konsultan pajak dan kuasa wajib pajak.
Nurul menjelaskan, WR bersama AS melakukan pemeriksaan perpajakan untuk tiga wajib pajak, yaitu PT GMP untuk tahun pajak 2016, PT BPI Tbk untuk tahun pajak 2016, dan PT JB. Pemeriksaan dilakukan atas perintah Angin dan Dadan. Atas hasil pemeriksaan pajak yang telah diatur dan dihitung sedemikian rupa, tersangka WR dan AS diduga telah menerima uang yang selanjutnya disetorkan kepada Angin dan Dadan. Jumlahnya Rp 15 miliar dari PT GMP, 500.000 dollar Singapura dari PT BPI Tbk, dan 3 juta dollar Singapura dari PT JB.
Dari total penerimaan tersebut, tersangka WR diduga menerima jatah pembagian sebesar 625.000 dollar Singapura. Selain itu, WR juga diduga menerima suap dari beberapa wajib pajak lain. Saat ini, penyidik telah menyita tanah dan bangunan milik WR. Aset yang berada di Bandung, Jawa Barat, itu diduga didapat dari suap dan gratifikasi terkait pemeriksaan pajak.
Menurut Nurul, korupsi sektor pajak dengan modus mengurangi jumlah pajak yang seharusnya dibayarkan menjadi salah satu sebab target penerimaan negara pada sektor ini tidak tercapai. Selain itu, penyalahgunaan wewenang para penyelenggara negara demi keuntungan pribadi tersebut telah mencederai kepercayaan masyarakat yang patuh memenuhi kewajiban pajaknya.
”KPK meminta para pengelola keuangan negara tidak lagi melakukan permufakatan jahat dengan pihak-pihak lainnya sehingga mengorupsi hak-hak negara. Kami berharap kasus ini merupakan kasus terakhir dari adanya kongkalikong penyuapan agar meringankan kewajiban pajak dengan menyuap pegawai-pegawai pajak,” kata Nurul.
Mengenai belum adanya tersangka dari pihak korporasi, menurut Nurul, hal itu terkait dengan strategi penyelidikan KPK, yakni dari hilir ke hulu. Jika dalam perkembangan ditemukan adanya unsur pidana dari korporasi atau ada keuntungan bagi korporasi, penyidik akan meminta pertanggungjawaban sebagai korporasi.
”Apakah kemudian akan ke sana? Tentu semua berproses sesuai dengan perolehan alat bukti yang kami sedang sidik. Maka, kami selalu dari hilir naik ke atas,” terang Nurul.
Deputi Bidang Penindakan KPK Karyoto menambahkan, setidaknya sudah ada 10 kasus suap petugas pajak yang ditangani. Penyidik akan mengusut inisiator suap pengurusan pajak, apakah dari penerima atau pemberi suap.
Terkait dengan pihak yang menginisiasi suap, lanjut Karyoto, mesti disadari bahwa sistem perpajakan di Indonesia yang sulit telah mendorong orang atau pihak tertentu untuk menyewa konsultan pajak. Sementara tugas konsultan pajak adalah memberikan jasa terkait pembayaran pajak.
”Kalau orang sudah menyewa konsultan pajak, siapa yang bertanggung jawab? Maka, harus kami perhatikan betul, siapa yang punya inisiatif di dalam. Karena bukan hanya tiga perusahaan yang terdeteksi memberikan (suap). Apakah ini pola atau ini main satu-satu,” ujar Karyoto.
Di sisi lain, lanjut Karyoto, jumlah petugas pajak masih minim. Sementara mereka harus memeriksa wajib pajak yang jumlahnya ratusan ribu, bahkan jutaan. Hal itu merupakan tantangan berat bagi Kementerian Keuangan.
Dalam kesempatan itu, Inspektur Jenderal Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh mengatakan, pihaknya prihatin akan adanya kasus dugaan suap yang melibatkan oknum pegawai Ditjen Pajak Kemenkeu tersebut. Kemenkeu tidak menoleransi tindakan itu karena telah mengkhianati proses perbaikan yang saat ini sedang dilakukan.
Terhadap adanya potensi penerimaan negara yang belum disetorkan oleh ketiga perusahaan yang diduga terlibat tersebut, lanjut Awan, Kemenkeu telah membentuk tim khusus. Tim pemeriksa itu merupakan tim gabungan yang melibatkan unsur fungsional pemeriksa pajak, unsur fungsional penilai pajak, unsur kepatuhan internal, dan Inspektorat Jenderal Kemenkeu.
”Yang menjadi komitmen kami bahwa Kemenkeu terus melakukan perbaikan tata kelola pemerintahan yang lebih baik, memberikan pelayanan kepastian hukum kepada masyarakat untuk dapat melaksanakan hak dan kewajibannya dengan lebih baik dan akuntabel,” kata Awan.
Secara terpisah, pengajar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, berpandangan, karakteristik kejahatan suap biasanya terjadi karena sudah ada keinginan yang sama dari tiap-tiap pihak dalam kapasitasnya sebagai pemberi dan penerima suap. Dengan demikian, unsur kejahatannya sudah ada sejak awal karena tiap-tiap pihak sudah memiliki tujuan masing-masing.