Akses Vaksin Tidak Merata Ancam Pemulihan Ekonomi Global
Akses vaksin belum merata di seluruh dunia menyebabkan pemulihan ekonomi tak serempak. Capaian vaksinasi Covid-19 di negara-negara miskin rata-rata baru 6 persen, sementara negara maju di atas 70 persen.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·5 menit baca
ROMA, KOMPAS — Pemulihan ekonomi global akibat pandemi Covid-19 di seluruh dunia saat ini tengah terjadi. Namun, akses vaksin yang belum merata di seluruh dunia menyebabkan pemulihan ekonomi tak terjadi secara serempak. Inflasi kenaikan energi dan disrupsi di sisi pasokan juga menjadi ancaman bagi pemulihan ekonomi dunia.
Sampai saat ini, capaian vaksinasi di negara-negara Afrika masih kurang dari 3 persen populasi. ”Rata-rata yang di negara-negara miskin baru 6 persen dari penduduknya, sementara negara-negara maju sudah melakukan vaksinasi di atas 70 persen atau bahkan mendekati 100 persen dan mereka sudah melakukan boosting,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam keterangannya di Hotel Splendide Royal, Roma, Italia, Sabtu (30/10/2021) waktu setempat, seusai mendampingi Presiden Joko Widodo dalam KTT G-20 di La Nuvola.
Sampai saat ini, capaian vaksinasi di negara-negara Afrika masih kurang dari 3 persen populasi.
Selain akses vaksin yang tidak merata, pemulihan ekonomi dunia juga terancam inflasi kenaikan energi dan disrupsi suplai. Hal tersebut terjadi di seluruh negara yang pemulihan ekonominya sangat cepat tetapi mengalami komplikasi dalam bentuk kenaikan harga energi dan disrupsi suplai. ”Artinya apa? Waktu permintaan pulih dengan cepat dan kuat ternyata suplainya tidak mengikuti,” kata Menkeu Sri Mulyani.
Kenaikan energi terjadi sangat cepat karena investasi di bidang energi, terutama yang tidak terbarukan, sudah merosot tajam dihadapkan pada lonjakan permintaan energi akibat pemulihan ekonomi. Hal tersebut yang kemudian mendorong inflasi yang tinggi di sejumlah negara. ”(Hal) Ini menjadi ancaman pemulihan ekonomi global. Indonesia perlu juga tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya rembesan hal tersebut,” katanya.
Menkeu Sri Mulyani mengatakan, Covid-19 adalah ancaman nyata terhadap perekonomian dunia. Terkait hal tersebut, pembahasan antara menteri keuangan dengan menteri kesehatan negara-negara G-20 menyepakati untuk membangun sebuah mekanisme yang disebut persiapan menghadapi pandemi atau pandemic preparednes.
”Hari ini dunia tidak siap menghadapi pandemi. Nyatanya (pandemi) telah menyebabkan biaya sampai 12 triliun dollar AS, 5 juta orang meninggal, dan lebih dari 250 juta orang yang terkena pandemi ini, maka dunia harus menyiapkan lebih baik,” kata Sri Mulyani.
Di dalam KTT G-20 kali ini disepakati akan ada joint finance health task force atau satuan kerja antara menteri keuangan dan menteri kesehatan di bawah G-20. Satuan kerja tersebut bertujuan menyiapkan pencegahan, persiapan, dan respons terhadap pandemi.
Satuan kerja ini dipimpin oleh Menteri Keuangan Indonesia dan Italia. ”Indonesia sebagai tuan rumah atau presidensi mulai Desember dan Italia yang sekarang ini menjadi presidensi. Tentu peran Indonesia menjadi penting karena Indonesia adalah negara yang besar dan kita juga punya komitmen terhadap vaksinasi kita,” ujar Menkeu Sri Mulyani.
Indonesia sebagai tuan rumah atau presidensi mulai Desember. Tentu peran Indonesia menjadi penting karena Indonesia adalah negara yang besar dan kita juga punya komitmen terhadap vaksinasi kita.
Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden menginformasikan, para pemimpin negara-negara G-20 pun membahas upaya bersama keluar dari krisis akibat pandemi Covid-19, baik krisis kesehatan maupun krisis ekonomi. Para pemimpin sepakat dan menyampaikan pandangan tentang pentingnya mencapai strategi global vaksinasi yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
”Para leader juga menyampaikan pandangan perlunya melakukan vaksinasi 40 persen pada akhir 2021, 70 persen pada pertengahan 2022. Ini sebenarnya adalah global strategy yang diberikan oleh WHO yang didukung oleh para leader dari G-20,” ujar Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi.
Hal lain yang banyak disinggung para pemimpin adalah kerja sama erat antara menteri keuangan dan menteri kesehatan. Selain itu, juga kerja sama dengan organisasi internasional seperti WHO, Bank Dunia, IMF (Dana Moneter Internasional), dan organisasi lainnya, termasuk ketersediaan dana dalam menghadapi pandemi.
Presiden Joko Widodo dalam pernyataannya pun menekankan pentingnya penguatan arsitektur kesehatan global inklusif yang berpegang teguh pada prinsip solidaritas, keadilan, transparansi, dan kesetaraan. Presiden mengusulkan beberapa langkah, antara lain, pertama membuat mekanisme penggalangan sumber daya kesehatan global.
Kedua, menyusun protokol kesehatan global untuk aktivitas lintas negara. ”Ketiga, mengoptimalkan peran G-20 dalam upaya mengatasi kelangkaan dan kesenjangan vaksin, obat-obatan, dan alat kesehatan esensial,” kata Menlu Retno.
Selain penguatan ketahanan kesehatan global, Presiden Jokowi juga menekankan arti penting upaya mempercepat pemulihan ekonomi global yang lebih kuat, lebih inklusif, dan berkelanjutan. Pada saat ini terbentuk pandangan bersama di antara para pemimpin bahwa keadaan ini belum usai dan ekonomi dunia masih belum bangkit kembali.
Dukungan presidensi G-20
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan hasil dari sejumlah pertemuan bilateral Presiden Joko Widodo dengan para pemimpin negara. Salah satunya mengenai dukungan kepada Indonesia dalam presidensi G-20 tahun 2022.
Dalam pertemuan dengan Perdana Menteri (PM) Australia Scott Morrison, Indonesia dan Australia sepakat mengusulkan pembahasan mengenai ekonomi digital untuk diangkat dalam forum G-20 di Presidensi Indonesia nanti. Hal tersebut agar kebijakan dan regulasi di sektor digital tidak berbeda dari sektor konvensional, utamanya dari segi platform digital.
Airlangga Hartarto menuturkan, dukungan juga datang dari Presiden Perancis Emmanuel Macron saat melakukan pertemuan bilateral di Hotel Splendide Royal, Roma. Presiden Macron dan Presiden Jokowi membahas rencana pembentukan perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif antara Indonesia dengan Uni Eropa atau IEU-CEPA.
Presiden Jokowi meminta akselerasi dalam pembentukan IEU-CEPA yang diharapkan dapat meningkatkan perekonomian Indonesia. Akselerasi tersebut juga diharapkan meningkatkan ekspor Indonesia ke Eropa dan begitupun sebaliknya. Indonesia sebagai presidensi G-20 mempunyai daya tawar yang tinggi. ”Diharapkan manfaat bagi presidensi Indonesia di G-20 dan presidensi di IEU ini ada manfaat untuk meyelesaikan itu,” kata Menko Ekonomi Airlangga.
Pertemuan bilateral Presiden Jokowi dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga membahas akselerasi rencana pembentukan perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif antara Indonesia dengan Turki atau IT-CEPA. Akselerasi tersebut diharapkan dapat mengembalikan pasar besar minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia di Turki yang sebelumnya menurun.
”Ini tentunya untuk mengembalikan (pasar besar CPO) maka kita perlu untuk mengakselerasi IT-CEPA. Bapak Presiden menugaskan Menteri Perdagangan untuk menangani CEPA tersebut,” ujar Airlangga.
Presiden Jokowi meyakini IT-CEPA akan lebih memperkokoh kerja sama ekonomi kedua negara. ”Saya sarankan agar kita menugaskan Menteri Perdagangan masing-masing untuk segera mempercepat perundingannya. Tentu akan sangat baik jika IT-CEPA menjadi salah satu deliverable dari kunjungan Bapak Presiden (Erdogan) tahun depan,” kata Presiden Jokowi pada pertemuan bilateral yang juga membahas rencana kunjungan Presiden Erdogan ke Indonesia.
Kedua pemimpin menugaskan menteri luar negeri dari kedua negara mempersiapkan kunjungan tersebut dan termasuk diluncurkannya mekanisme strategis tingkat tinggi atau high level strategic mechanism. ”Saya menantikan kunjungan Yang Mulia ke Indonesia sekitar bulan Januari atau Februari 2022. Saya yakin kunjungan Yang Mulia akan makin mempererat hubungan Indonesia-Turki,” ujar Presiden Jokowi.