Tak Ada Dusta Dalam Permintaan dan Penawaran (Analisis)
Analisis ekonomi tentang bagaimana kinerja ekspor Indonesia mencapai puncaknya.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·4 menit baca
Dalam film The Wolf of Wallstreet (2013), ada sebuah adegan yang agaknya menjadi pelajaran atau intisari dari kegiatan ekonomi. Dihadapan para peserta seminar, praktisi pasar modal dan pelatih bisnis Jordan Belfort meminta para peserta seminar untuk menjual sebuah pena. Para peserta pun berusaha memasarkannya dengan memberi pesan bahwa pena itu memiliki desain cantik, bisa digunakan untuk menuliskan ide, dan hal-hal serupa lainnya. Jordan tidak puas. Teknik pemasaran seperti itu tidak akan berhasil menjual pena itu. Baginya, pena baru bisa dijual ketika ada sebuah kertas dan ada seseorang yang membutuhkannya untuk menuliskan sesuatu di kertas itu. Permintaan dan penawaran.
Ada ungkapan, jika pintu ditutup, maka bukalah jendela. Di kala pandemi, tekanan ekonomi membuat permintaan dari pasar dalam negeri lesu bahkan terkontraksi. Permintaan dalam negeri melemah, begitu pula penawaran. Tak heran banyak pelaku usaha yang bisnisnya lesu. Namun, peluang besar justru datang dari permintaan global. Tak diduga sebelumnya, pandemi justru meningkatkan kinerja ekspor Indonesia mencapai puncaknya.
Data Kementerian Perdagangan menyebutkan, total ekspor Indonesia sampai dengan September 2021 mencapai 163,4 miliar dollar AS (Rp 2.320 triliun), bertumbuh 40,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Puncaknya kinerja ekspor ada pada Agustus dimana ekspor satu bulan itu mencapai 21,43 miliar dollar AS (Rp 300,43 triliun), yang merupakan tertinggi sepanjang sejarah. Selain itu, Indonesia mencatat surplus neraca perdagangan selama 17 bulan terakhir.
Meroketnya kinerja ekspor Indonesia ini tak lepas dari membaiknya pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang utama Indonesia usai terpuruk tahun lalu. Ketika perekonomian negara mitra dagang utama Indonesia sudah pulih, maka permintaan dari sana pun meningkat. Hal inilah yang memicu lonjakan ekspor Indonesia.
Cina sebagai negara mitra dagang utama Indonesia, misalnya, mengalami pertumbuhan mencapai 18,3 persen pada kuartal I 2021. Cina sudah mengalami pemulihan ekonomi sejak triwulan kedua 2020 setelah melalui krisis pandemi Covid-19.
Adapun berdasarkan data Kementerian Perdagangan, ekspor Indonesia ke Cina selama semester I pun terlihat paling tinggi. Nilai ekspor Indonesia ke Cina mencapai US$ 22,45 miliar atau setara dengan 21,82 persen dari keseluruhan ekspor.
Keberhasilan eksportir ini karena mampu menjawab kebutuhan negara mitra dagang utama Indonesia. Eksportir Indonesia mampu menawarkan atau memasok barang yang dibutuhkan dari permintaan yang tinggi dari negara mitra dagang utama yang ekonominya sudah pulih ini.
Bertepatan dengan kinerja ekspor yang tengah kinclong ini, penghargaan Primaniyarta seperti menemukan relevansinya.Primaniyarta adalah penghargaan tahunan yang diberikan Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan kepada perusahaan Indonesia atau eksportir yang dinilai paling berprestasi di bidang ekspor dan dapat menjadi teladan bagi eksportir lainnya.
Tahun ini, total ada 20 eksportir yang mendapatkan penghargaan ini yang terbagi dalam tujuh kategori. Adapun kategori yang diperlombakan adalah eksportir muda, eksportir berbasis digital marketing, eksportir high tech, eksportir berkelanjutan, eksportir pelopor produk baru, eksportir pelopor pasar non tradisional, dan eksportir pembangunan merek global.
Mereka menyisihkan 34 perusahaan lainnya yang juga nominator dari seluruh kategori. Artinya, total ada 54 perusahaan yang menjadi nominator. Penghargaan diberikan setelah para proses penjurian pada 11 Oktober —15 Oktober 2021. Adapun tim juri beranggotakan pengamat ekonomi, praktisi bisnis, akademisi, jurnalis, dan anggota Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.
Dari hasil penjurian, para pemenang adalah mereka yang tak hanya menggeliat kala pandemi namun juga bisa menjawab kebutuhan dunia dengan mengekspor produk-produknya. Seperti PT Bio Farma (Persero) misalnya. Pada tahun ini Badan Usaha Milik Negara ini mendapatkan penghargaan kategori eksportir pelopor pasar non tradisional.
Produsen vaksin ini turut berkontribusi dalam penuntasan pandemi tak hanya di dalam negeri namun juga seluruh dunia. Dengan kapasitas produksi 3,2 miliar dosis per tahun, Bio Farma memenuhi kebutuhan vaksin nasional maupun dunia melalui Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak (UNICEF).
“Bio Farma juga berperan aktif meningkatkan ketersediaan vaksin di negara-negara berkembang,” tulis panitia Primaniarta dalam keterangan resminya.
Menjawab kebutuhan dunia akan produk suplemen dan obat-obat peningkat imunitas tubuh, PT Dexa Medica juga terus memasarkan produknya ke berbagai negara di seluruh dunia. Melalui Stimuno, produk andalan perusahaan, imunomodulator berbahan herbal ini berhasil mendunia bahkan menjadi top of mind di Myanmar, Kamboja, dan Filipina. Penghargaan tahun ini adalah tahun kelima Dexa Group mendapatkan penghargaan Primaniyarta berturut-turut sejak 2017.
Hukum permintaan dan penawaran di dunia ekonomi itu memang tidak pernah berdusta. Transaksi akan terjadi bila ada penawaran yang sesuai kebutuhan, begitupula sebaliknya.