Di tengah perlambatan ekonomi dalam negeri, peluang besar justru terbuka dari pasar global. Namun, bukannya tanpa tantangan, ada sejumlah persoalan yang perlu dibenahi.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·4 menit baca
Di tengah perlambatan ekonomi dalam negeri, peluang besar justru terbuka dari pasar global. Namun, bukannya tanpa tantangan, ada sejumlah persoalan yang perlu dibenahi. Para eksportir ini pun curhat permasalahan mereka kepada Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi yang ditemani Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Didi Sumedi dan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid.
Curhat itu disampaikan oleh enam eksportir dari perusahaan berbeda kepada Lutfi secara virtual pada acara 45 Menit Bersama Menteri Perdagangan: Jelang Expo 2020 Dubai: UKM Ekspor ke Timur Tengah, Jumat (1/10/2021). Pada saat itu, Lutfi, Didi, dan Arsjad sedang berada di Dubai, Uni Emirat Arab, untuk persiapan acara tersebut.
Terhubung dengan telekonferensi, berbeda jarak ribuan kilometer dan berbeda waktu tiga jam lebih cepat di Indonesia, tak menjadi persoalan untuk berkomunikasi di antara mereka. Kesempatan yang langka untuk berdialog mengungkapkan unek-unek itu tak mereka sia-siakan. Selama kurang lebih 45 menit, Lutfi mendengarkan curhat para eksportir berskala UMKM itu.
”Salah satu kendala kami adalah melonjaknya biaya kontainer untuk pengiriman barang mulai akhir 2020 sampai saat ini. Dulu biaya kontainer 40 feet untuk pengantaran ke wilayah Timur Tengah sekitar 2.300 dollar AS, saat ini melonjak hampir lima kali lipat menjadi 10.000 dollar AS,” ujar Nursyamsu dari PT Nudira Sumber Daya Indonesia.
Eksportir arang briket ke Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain, Jordania, dan Sudan tersebut lalu mengusulkan solusi berupa pemberian subsidi biaya ongkos kirim kontainer itu kepada pemerintah.
Curhat soal meroketnya biaya kontainer juga diungkapkan oleh Johan dari PT Legong Bali Nusantara. Eksportir berbagai jenis kerupuk itu mengungkapkan, selain biaya kontainer yang mahal, pasokannya juga harus menunggu hingga 2-3 bulan. Permintaan dari pembeli pun beralih ke penjual kerupuk lainnya, terutama berasal dari negara-negara yang tidak kesulitan pengiriman barang, seperti negara-negara di sekitar wilayah Timur Tengah.
”Jadi, kami bisa kena kerugian dua kali. Pengirimannya mahal dan pembelinya pergi karena tidak bisa memenuhi pengiriman tepat waktu akibat kekurangan kontainer,” ujar Johan.
Menanggapi keluhan itu, Lutfi mengatakan, pihaknya mengusulkan untuk mengubah cara pengiriman barang dari kontainer kapal menjadi kargo udara dengan pesawat. Pihaknya mengatakan sudah berkomunikasi dengan maskapai Garuda Indonesia yang bersedia memberikan potongan harga untuk pengangkutan komoditas ekspor itu.
”Pesawat ini, kan, penumpangnya sedang turun. Padahal, mereka ini ada tidak ada penumpang penerbangan tetap berjalan. Nah, kita bisa memanfaatkan pengangkutan kargo udara ini untuk pengiriman barang ekspor untuk pengganti kontainer kapal yang sedang mahal,” ujar Lutfi.
Eksportir juga mengharapkan Lutfi dan jajarannya bisa mencarikan calon pembeli (buyer) untuk mereka. Salah satunya dikemukakan oleh Ani Murdiati dari PT Sinar Prima Food yang merupakan eksportir kopi bubuk dalam kemasan dengan merek Kopi Selera Kita ke Arab Saudi.
Sebelum pandemi, target pasar mereka adalah jemaah haji dan umrah asal Indonesia. Namun, sejak pandemi, kegiatan ibadah haji dan umrah ditiadakan sehingga Ani kehilangan pembeli.
”Ekspornya stop karena konsumsi terbesar buat jemaah haji Indonesia di Arab Saudi,” jelas Ani.
Ani pun memutar otak dengan mencoba masuk ke pasar dalam negeri. Sebelumnya, dia pernah mencoba pasar dalam negeri, tetapi gagal karena kalah bersaing dengan perusahaan kopi bubuk saset besar. Namun, kali ini karena punya pengalaman menjual produk yang bisa menembus pasar ekspor, dia akhirnya bisa memasarkan produknya di gerai ritel Alfamart. Selain itu, kini dia memperluas produknya sehingga tak hanya kopi, tetapi juga kecap, saus tomat, dan cabai.
Mendengar cerita itu, Lufti pun bertanya kepada Ani, ”Bu Ani, apa yang bisa saya bantu?”
”Kalau boleh dibantu minta tolong dipertemukan dengan pembeli, Pak. Karena eksportir ini kalau tidak ada pasar ekspornya, ya, tidak bisa jalan, kan, Pak,” jawab Ani.
Menanggapi itu, Lutfi menjanjikan untuk menugaskan stafnya untuk menghubungi Ani. Ia mengusulkan untuk memperluas pasar ke Mesir dan Turki melalui saluran atase perdagangan di dua negara itu.
Arsjad yang mendampingi penuh Lutfi dan Didi juga ikut mendengar seluruh curhat para eksportir itu. Ia mengatakan, ini adalah kesempatan baik dari eksportir untuk mengungkapkan unek-unek dan kendala mereka di lapangan agar bisa segera dicarikan solusi oleh pemerintah.
”Dalam persaingan yang ketat ini, kita memerlukan agility dalam pengambilan keputusan yang berasal dari masalah nyata yang dihadapi pelaku usaha,” ujar Arsjad.
Semoga janji-janji pemerintah untuk mencarikan solusi tidak hanya basa-basi, tetapi juga serius diimplementasikan sehingga eksportir UMKM semakin bersemangat berinovasi dan meningkatkan daya saingnya.