Transformasi perbankan menuju platform digital mendorong perluasan inklusi keuangan. Bank akan berubah dan memberikan layanan digital sejalan dengan perubahan masyarakat dan perkembangan teknologi digital.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Transformasi perbankan menuju platform digital diyakini akan mendorong perluasan inklusi keuangan. Perubahan perilaku konsumen dan perkembangan teknologi menuntut perbankan berubah dan memberikan layanan digital.
Arah dan kecenderungan transformasi layanan perbankan berplatform digital, menurut ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah Redjalam, bank akan mengalami perubahan ketika masyarakatnya berubah dan bertumbuh sebagai masyarakat digital.
Ketika mengisi sesi ”Jago Bootcamp”, kegiatan edukasi jurnalis dengan fokus pada isu bank digital, yang difasilitasi PT Bank Jago Tbk di Canggu, Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali, Kamis (28/10/2021), Piter menerangkan, kemunculan bank juga berasal dari kebutuhan masyarakat.
Adapun Penasihat Eksekutif Pengembangan Bisnis Bursa Efek Indonesia (BEI), Poltak Hotradero, mengatakan, populasi pengguna ponsel pintar (smartphone) di Indonesia termasuk besar. Namun, menurut Poltak, dalam sesi edukasi bank digital di Canggu, jumlah kepemilikan rekening bank di Indonesia masih relatif kecil. Poltak menyatakan, masyarakat di Indonesia juga masih perlu didorong kesadarannya untuk berinvestasi dan mengakses layanan perbankan lainnya.
Populasi masyarakat Indonesia yang belum memiliki rekening bank dan memiliki akses memadai ke kredit, investasi, serta asuransi masih besar. Dalam lampiran Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 4 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Strategi Nasional Keuangan Inklusif disebutkan, data Global Findex 2017 menunjukkan 49 persen penduduk dewasa di Indonesia memiliki akses kepada lembaga keuangan formal.
Meskipun terjadi peningkatan jumlah pemilik rekening bank di Indonesia, secara persentase, jumlah penduduk Indonesia yang memiliki akun itu masih lebih rendah dibandingkan rata-rata di dunia dan di negara berkembang.
Di sisi lain, pertumbuhan populasi ponsel di Indonesia termasuk tinggi. Dalam pemberitaan Kompas.id edisi 5 Maret 2021, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan populasi ponsel di Indonesia sudah mencapai 338,2 juta jiwa.
Angka itu menunjukkan setiap satu orang penduduk Indonesia sudah memiliki satu atau lebih ponsel. Sebanyak 40 persen dari jumlah seluruh ponsel di Indonesia masih ponsel tanpa internet, sedangkan 60 persen adalah ponsel pintar.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, jumlah bank tradisional diperkirakan semakin berkurang. Mengutip hasil studi Financial Times 2020, diperkirakan hanya 20 persen bank konvensional yang masih bertahan karena terjadinya perubahan kelompok demografi. Bank selanjutnya akan berubah dengan menyesuaikan perubahan masyarakat dan perkembangan teknologi.
Dalam sesi edukasi bank digital bagi jurnalis ”Jago Bootcamp”, Canggu, Kuta Utara, Kamis (28/10/2021), Bhima menyebutkan perkembangan bank digital mengarah ke tiga model, yakni, direct bank, neobank, dan challenger bank. Tiga model bank digital itu memiliki perbedaan dalam karakter dan operasinya.
Sesi edukasi tentang bank digital yang difasilitasi Bank Jago di Canggu, Badung, juga menghadirkan pembicara dari Kementerian Dalam Negeri, yang diwakili Mensuseno, Kepala Subdirektorat Pengelolaan Data Center Disaster Recovery Center di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, secara virtual.
Memudahkan
Lebih lanjut Poltak mengatakan, praktik bank digital lebih efisien dibandingkan bank konvensional. Bank digital juga tidak membutuhkan kantor di gedung besar karena hanya memerlukan koneksi dengan jaringan internet. Menurut Poltak, digitalisasi perbankan menjadi keniscayaan kompetitif karena bank akan dapat terus berkembang apabila mampu menekan biaya operasional dan menjangkau segmen pasar baru yang lebih luas.
Perilaku konsumer semakin beralih ke digital dan dalam kesehariannya lebih berada di ekosistem ini. Dalam situasi demikian, bank harus hadir untuk memenuhi kebutuhan konsumen. (Kharim Siregar)
Adapun Piter menyebutkan, bank digital potensial berkembang. Bisnis perbankan tidak berubah, tetapi cara pelayanan dan transaksi perbankan menjadi digital, baik berupa layanan perbankan secara daring (online banking) maupun layanan lainnya yang lebih dari online banking.
Menurut Bhima, kehadiran bank digital juga akan berdampak bagi upaya literasi keuangan menjadi lebih meluas dan lebih baik. Bank digital membantu perencanaan keuangan karena menyediakan model pembagian rekening secara spesifik. Bahkan, Bank Dunia menilai bank digital mampu menjadi pemicu naiknya minat investasi.
Kehadiran bank digital juga diharapkan membantu usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk mengakses layanan perbankan, termasuk akses kredit dan pembiayaan, karena bank digital dinilai memiliki potensi menyalurkan kredit ke sektor bisnis yang selama ini belum disentuh bank konvensional.
Secara terpisah, Presiden Direktur PT Bank Jago Tbk Kharim Siregar mengatakan, ekspansi bisnis Bank Jago bersama mitra strategisnya juga mendukung percepatan inklusi keuangan di Indonesia. Dalam pemaparannya di Canggu, Kuta Utara, Badung, Kamis (28/10/2021) malam, Kharim mengungkapkan, Bank Jago sedang memperkuat fondasi mereka selama 2021 untuk pengembangan usaha mulai 2022.
Bank Jago membangun kemitraan strategis dengan platform lending, investor, dan wealth management berbagai ekosistem digital. ”Perilaku konsumer semakin beralih ke digital dan dalam kesehariannya lebih berada di ekosistem ini. Dalam kondisi ini, bank harus hadir untuk memenuhi kebutuhan konsumen,” kata Kharim.