Kasus harian Covid-19 telah menunjukkan penurunan. Perkembangan ini mendorong pelonggaran aktivitas masyarakat sehingga aktivitas ekonomi secara bertahap semakin pulih.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penurunan kasus harian Covid-19 telah mendorong pelonggaran aktivitas ekonomi domestik. Momentum pemulihan ekonomi domestik turut memperkokoh stabilitas sistem keuangan di paruh kedua tahun 2021.
Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terkait dengan perkembangan ekonomi makro di sektor keuangan, triwulan III-2021, secara virtual, Rabu (27/10/2021).
Turut hadir dalam konferensi pers tersebut anggota KSSK lainnya, yaknu Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa.
”Kondisi stabilitas sistem keuangan pada triwulan III-2021 berada dalam kondisi normal seiring dengan penurunan signifikan kasus Covid-19,” kata Sri Mulyani.
Pemulihan aktivitas ekonomi tersebut terlihat dari berbagai indikator yang terekam hingga September 2021, seperti PMI manufaktur yang mulai masuk ke zona ekspansif serta indeks mobilitas penduduk, indeks belanja masyarakat, penjualan kendaraan bermotor, penjualan semen dan konsumsi listrik yang mulai tumbuh.
”Kasus harian telah menunjukkan penurunan sejak awal Agustus 2021. Perkembangan ini mendorong pelonggaran aktivitas masyarakat atau PPKM sehingga aktivitas ekonomi secara bertahap makin pulih,” kata Sri Mulyani.
Meski demikian, ia mengatakan, KSSK akan terus mewaspadai risiko dari kondisi global, yaitu munculnya gelombang varian baru Covid-19, ketimpangan distribusi vaksin, serta gangguan pada suplai global yang bisa meningkatkan tingkat inflasi.
”Disrupsi pasokan global yang lebih panjang telah menimbulkan kenaikan harga seperti harga-harga energi serta memicu terjadinya inflasi,” ujar Sri Mulyani.
Kondisi itu yang membuat lembaga multilateral, seperti Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) ataupun Dana Moneter Internasional (IMF), telah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2021 masing-masing dari 5,8 persen dan 6 persen menjadi 5,7 persen dan 5,9 persen.
Dari sisi domestik, OECD memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 ada di angka 3,7 persen dan 2022 di angka 4,9 persen. Adapun IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 hanya 3,2 persen dan pada 2022 menjadi lebih tinggi di 5,9 persen.
Sementara itu, pemerintah memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi triwulan III-2021 dapat mencapai 4,5 persen, lalu pada triwulan IV-2021 proyeksinya lebih tinggi, yakni mencapai 5,4 persen. ”Jadi, secara keseluruhan pemerintah memperkirakan proyeksi ekonomi tahun ini di 4 persen, lebih tinggi dari IMF dan OECD,” ucap Sri Mulyani.
Pertumbuhan kredit
Sementara itu, Perry Warjiyo menegaskan bahwa bank sentral berkomitmen memastikan pelonggaran likuiditas untuk menopang stabilitas sistem keuangan. Sejak awal tahun ini hingga 15 Oktober 2021, BI sudah melakukan pelonggaran kuantitatif (quantitative easing/QE) sebesar Rp 129,92 triliun.
Selain itu, BI juga telah membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana untuk pendanaan APBN 2021. Hingga 15 Oktober 2021, tercatat BI sudah membeli SBN di pasar perdana sebesar Rp 142,54 triliun, terdiri dari Rp 67,08 triliun melalui mekanisme lelang utama dan Rp 75,46 triliun melalui mekanisme greenshoe option (GSO).
”Tahun ini, likuiditas sudah dibuat sangat longgar. Untuk itu, tahun depan pelonggaran sedikit demi sedikit akan dikurangi. Namun, akan tetap kita pastikan longgar untuk menopang pemulihan ekonomi,” ujar Perry.
Dari sisi pertumbuhan kredit, Wimboh Santoso memperkirakan pertumbuhan kredit tahun ini mencapai 4-5 persen, ditopang tingginya penyaluran kredit di sisi modal kerja dan konsumsi.
”Kredit ini tersebar pada kredit modal kerja tumbuh tahunan sebesar 2,85 persen, investasi 0,37 persen, dan konsumsi 2,95 persen,” ujarnya.
Tercatat hingga September 2021, pertumbuhan kredit sudah di jalur positif dengan realisasi 2,21 persen apbila dibandingkan dengan posisi September 2020. Adapun jika dihitung sejak awal Januari 2021, pertumbuhan kredit hingga September 2021 mencapai 3,12 persen.