Investasi Capai 73 Persen, Pemerintah Masih Kejar Rp 240 Triliun
Kementerian Investasi meyakini target investasi tahun ini akan tercapai. Dinamika global seperti krisis energi yang saat ini menerpa sejumlah negara dinilai bisa membawa peluang untuk menarik investasi ke Indonesia.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Proyek pembangunan pabrik pada salah satu lahan di kawasan industri di Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Selasa (17/4/2021). Berbagai fasilitas dan kemudahan perizinan berinvestasi dinilai mendorong berkembangnya kawasan industri di Kendal.
JAKARTA, KOMPAS — Sampai September 2021, realisasi investasi di Indonesia mencapai 73,3 persen dari target tahun 2021 senilai Rp 900 triliun. Capaian investasi sempat turun di triwulan III-2021 karena dampak peningkatan kasus pandemi Covid-19 dan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM.
Kementerian Investasi mencatat, pada triwulan III-2021, realisasi investasi mencapai Rp 216,7 triliun. Angka itu turun 2,8 persen dibandingkan capaian triwulan II-2021 kendati masih tumbuh 3,7 persen secara tahunan dibandingkan triwulan III-2020.
Adapun sepanjang Januari-September 2021, realisasi investasi mencapai Rp 659,4 triliun atau mencapai 73,3 persen dari target tahun 2021 yang dipatok Rp 900 triliun. Secara tahunan, capaian itu tumbuh 7,8 persen dibandingkan kondisi pada Januari-September 2020.
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, Rabu (27/10/2021), mengatakan, penurunan investasi pada triwulan III-2021 disebabkan oleh merebaknya varian Delta Covid-19 dan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) pada Juli-Agustus 2021.
”Selama periode tiga bulan (Juli-September) itu, kami hanya bisa kerja maksimal 1,5 bulan. PMA (penanaman modal asing) sulit masuk karena banyak tenaga ahli yang tidak bisa masuk ke Indonesia selama PPKM. Arus barang masuk dari luar negeri juga terhambat,” kata Bahlil dalam konferensi pers daring.
TANGKAPAN LAYAR
Sampai September 2021, realisasi investasi mencapai 73,3 persen dari target tahun 2021 senilai Rp 900 triliun. Pemerintah masih harus mengejar Rp 240,6 triliun dalam waktu tiga bulan ke depan.
Bahlil meyakini target investasi Rp 900 triliun yang dipatok Presiden Joko Widodo tahun ini bisa tercapai. Masih ada sejumlah rencana investasi yang menurut dia akan dieksekusi pada triwulan IV-2021 untuk mengejar sisa target investasi, yakni Rp 240,6 triliun.
”Ini bukan pekerjaan gampang, butuh kerja keras. Namun, saya meyakinkan, target itu akan tercapai. Ini kalkulasi dari hasil mapping kami terhadap beberapa calon investor yang akan masuk di triwulan IV (2021) dengan peluang yang ada,” kata Bahlil.
Dengan berkurangnya realisasi investasi, penciptaan lapangan kerja yang dihasilkan ikut menurun. Pada triwulan III-2021, penyerapan tenaga kerja tercatat 288.687 orang. Angka itu turun dari penyerapan sebanyak 311.922 orang pada triwulan II-2021 dan 311.793 orang pada triwulan I-2021.
Investasi yang masuk pada triwulan III-2021 juga lebih banyak berasal dari pengusaha dalam negeri. Penanaman modal asing (PMA) tercatat turun 11 persen dari triwulan II-2021 dan turun 2,7 persen dari triwulan II-2020. Sebaliknya, penanaman modal dalam negeri (PMDN) naik 6,8 persen dibandingkan triwulan II-2021 dan naik 10,3 persen dibandingkan triwulan II-2020.
Pertumbuhan ekonomi
Menurut Bahlil, target investasi yang besar perlu dipasang untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang baik. Pada tahun 2022, target investasi yang dicanangkan adalah Rp 1.200 triliun demi mengejar pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen pascapandemi.
”Supaya pertumbuhan ekonomi bisa 5,5-6 persen, kita harus membuat target Rp 1.200 triliun. Tentu dengan catatan sektor konsumsi, ekspor impor, dan belanja pemerintah stabil. Karena jika target investasi tercapai, tapi yang lainnya anjlok, pertumbuhan ekonomi tetap susah dicapai,” katanya.
Dengan melihat capaian investasi sampai September 2021, Bahlil memprediksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2021 akan menyentuh kisaran 3-4 persen.
Menurut dia, dinamika global seperti krisis energi yang saat ini sedang menerpa beberapa negara, seperti China, Eropa, dan India, bisa dimanfaatkan untuk menarik investasi ke dalam negeri.
Ketika biaya listrik di negara-negara itu naik akibat krisis energi, biaya produksi ikut naik, demikian juga harga jual produk. Hal itu mengurangi efisiensi dan menurunkan daya saing produk akibat harga yang lebih mahal.
Sementara itu, Indonesia saat ini justru memiliki suplai energi yang berlebih. ”Ini kesempatan kita meminta ke perusahaan-perusahaan di negara lain itu untuk merelokasi usahanya ke Indonesia agar biaya produksi mereka bisa rendah dan produknya lebih kompetitif,” ujarnya.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Alat berat meratakan tanah untuk pembukaan lahan baru bagi kebutuhan pembangunan perumahan di Jatibarang, Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (14/8/2021). Tingginya permintaan kebutuhan perumahan untuk tempat tinggal dan investasi terus mendorong peningkatan penyediaan lahan baru.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai, kinerja investasi yang mulai menurun sebenarnya bukan semata-mata dampak varian delta maupun PPKM, melainkan alur investasi yang mulai kembali ke kondisi normal.
Menurut Tauhid, capaian investasi yang tumbuh pada tahun lalu lebih banyak ditopang oleh investasi mangkrak yang berhasil dieksekusi. ”Tahun ini bisa jadi memang sudah kembali ke flow normal, sementara sisa investasi yang mangkrak belum bisa direalisasikan,” ujarnya.
Ia menilai, mengejar target Rp 240 triliun dalam waktu tiga bulan akan menjadi tantangan yang cukup berat. Berbeda dari penilaian Bahlil, menurut dia, krisis energi global belum tentu bisa berdampak signifikan bagi iklim investasi di Indonesia. ”Karena kondisinya justru banyak usaha di sana yang terpaksa tutup, bagaimana mau bicara ekspansi,” kata Tauhid.