Investasi yang direalisasikan di Indonesia mesti berkualitas dan menyerap tenaga kerja. Investasi juga memberikan nilai tambah pada industri di Indonesia agar memiliki daya saing.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memasang target investasi dalam lima tahun mendatang mendongkrak pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen. Desain transformasi ekonomi melalui Undang-Undang Cipta Kerja perlu diperjelas dengan strategi yang terarah dan terintegrasi lintas sektor. Investasi yang masuk harus berdampak pada kualitas pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menargetkan realisasi investasi pada 2020-2024 senilai Rp 4.983,2 triliun, lebih tinggi 47,3 persen dibandingkan dengan total realisasi investasi pada 2015-2019 yang sebesar Rp 3.381,9 triliun.
Tahun ini, target realisasi investasi Rp 858,5 triliun dengan porsi sektor sekunder 31,3 persen dari total investasi atau Rp 268,7 triliun. Pada 2024, realisasi investasi diharapkan mencapai Rp 1.239,3 triliun, dengan porsi sektor sekunder 52,1 persen atau Rp 646,1 triliun.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal, Kamis (4/2/2021), mengatakan, pemerintah perlu memperjelas dan menyinkronkan desain transformasi ekonomi yang diinginkan lewat pemberlakuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan berbagai aturan turunannya.
Menurut dia, UU Cipta Kerja bisa menjadi daya dorong, tetapi bukan satu-satunya faktor penarik investasi berkualitas. Oleh karena itu, dibutuhkan koordinasi strategi lintas sektor yang kuat. Sinkronisasi regulasi antara kebijakan investasi, perindustrian, dan perdagangan harus sejalan, demikian pula implementasinya di lapangan.
”Kebijakan investasi sangat berhubungan juga dengan kebijakan lain, seperti bagaimana implementasi aturan UU Cipta kerja di sektor perdagangan dan industri, tidak bisa berjalan sendiri,” kata Faisal, di Jakarta.
UU Cipta Kerja bisa menjadi daya dorong, tetapi bukan satu-satunya faktor penarik investasi berkualitas.
Faisal khawatir implementasi UU Cipta Kerja dan upaya transformasi ekonomi akan terbentur peraturan pelaksana yang belum terintegrasi karena dikejar dalam waktu singkat. Sebanyak 52 peraturan turunan Cipta Kerja dikebut dalam waktu tiga bulan dan dalam waktu dekat akan segera disahkan.
”Sangat mungkin terjadi, peraturan akan kontradiktif satu sama lain. Padahal, untuk melakukan transformasi yang fundamental dan masif, perencanaannya tidak mungkin dilakukan dalam waktu singkat,” ujarnya.
Pada Selasa (2/2/2021), seluruh rancangan peraturan turunan selesai dibahas di kementerian/lembaga masing-masing. Saat ini, setiap peraturan sedang difinalisasi dan diharmonisasi, sebelum ditandatangani Presiden Joko Widodo. Dalam hitungan hari, UU Cipta Kerja akan resmi diterapkan dari pusat sampai daerah.
Sektor sekunder
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, mengatakan, investasi harus lebih banyak diarahkan ke sektor sekunder (manufaktur) daripada tersier (jasa). Saat ini, komposisi investasi di sektor tersier lebih besar, sedangkan investasi di sektor sekunder terus berkurang.
Tahun ini, pemerintah menargetkan 31 persen investasi dari sektor sekunder meski komposisinya terus bertambah hingga 52 persen pada 2024.
Enny mengatakan, investasi sekunder harus diutamakan agar memberikan nilai tambah bagi industri dalam negeri untuk bersaing di rantai pasok global.
Di sisi lain, selama ini ketimpangan antara investasi di sektor tersier dan sekunder menyebabkan relevansi antara pertumbuhan investasi dan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja kerap berbanding terbalik.
”Namanya saja UU Cipta Kerja, maka investasi bukan tujuan utama, fungsinya perantara untuk mencapai tujuan utama, yaitu menciptakan lapangan kerja di tengah meningkatnya pengangguran saat pandemi. Percuma saja kalau investasi masuk tapi tidak signifikan meningkatkan lapangan kerja,” kata Enny.
Ketimpangan antara investasi di sektor tersier dan sekunder menyebabkan relevansi antara pertumbuhan investasi dan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja kerap berbanding terbalik.
Ia menilai, selama ini koordinasi antar-kementerian/lembaga sangat minim sehingga rem dan gas antara kebijakan investasi, perdagangan, dan industri tidak selalu sejalan. Kementerian Perdagangan, misalnya, harus jeli saat menandatangani perjanjian perdagangan bebas terkait kebijakan impor bahan baku agar tidak merugikan industri dalam negeri.
”Kita selama ini tidak punya kebijakan industri strategis. Kalau ada, seharusnya berbagai kebijakan mulai dari insentif fiskal, proteksi dagang, sampai infrastruktur bisa diarahkan untuk mendukung industri strategis dan itu bisa menjadi kebijakan nasional yang terpadu,” ujarnya.
Investasi prioritas
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, pemerintah menyiapkan syarat dan strategi investasi yang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor komoditas bernilai tambah tinggi. Selain mendorong investasi di sektor hilirisasi, investasi juga harus berdampak besar.
Investor harus bekerja sama dengan pengusaha nasional di daerah, dengan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sekitarnya, serta menyerap tenaga kerja lokal yang besar. Investasi yang masuk juga harus memenuhi peraturan tentang penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dalam proses produksinya.
Bahlil mengatakan, ada enam sektor prioritas yang disasar pemerintah, yaitu investasi kesehatan/farmasi, otomotif (mobil listrik), elektronik, pertambangan, energi baru dan terbarukan, serta infrastruktur. Perlahan, investasi tidak akan berorientasi pada sektor jasa, gudang, atau infrastruktur saja, tetapi juga pembangunan industri pengolahan.
Selain mendorong investasi di sektor hilirisasi, investasi juga harus berdampak besar.
Sektor utama yang menjadi prioritas adalah investasi di industri kesehatan. ”Saat pandemi kita sadar, 90 persen alat kesehatan dan obat-obatan kita masih diimpor. Oleh karena itu, kami merumuskan langkah strategis terukur untuk mendatangkan investasi di kesehatan. Agar kita tidak perlu impor terlalu banyak lagi dan bisa menghemat devisa,” kata Bahlil.