Lagoi Matangkan Persiapan Gelembung Wisata untuk Turis Singapura
Pariwisata di Bintan, Kepulauan Riau, terpuruk selama pandemi Covid-19. Para pengelola usaha wisata berharap pemerintah segera mewujudkan gelembung wisata agar turis dari Singapura dapat kembali masuk.
Oleh
PANDU WIYOGA
·4 menit baca
BINTAN, KOMPAS — Kawasan pariwisata Lagoi di Bintan, Kepulauan Riau, menerapkan protokol kesehatan berlapis untuk menghindari penularan Covid-19. Para pelaku usaha wisata berharap pemerintah segera menjalankan travel bubble atau gelembung wisata agar turis dari Singapura dapat kembali masuk ke Bintan.
Manajer Kesehatan dan Lingkungan (HSE) PT Bintan Resort Cakrawala (BRC) Ray Tobing, Rabu (20/10/2021), mengatakan, kawasan Lagoi sangat ideal untuk dijadikan gelembung wisata karena terpisah dari pemukiman penduduk. PT BRC merupakan pengelola kawasan yang bertanggung jawab mengurus fasilitas dasar di kawasan itu sekaligus mengoordinasi hotel dan resor di Lagoi.
”Turis dari Singapura dapat datang ke Lagoi lewat pelabuhan khusus yang terdapat di dalam kawasan ini. Dengan begitu, mereka lebih aman dari potensi tertular Covid-19 karena pergerakan mereka akan terkunci di satu lokasi ini,” kata Ray yang juga menjabat Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 di Kawasan Lagoi.
Kawasan Lagoi berdiri di atas lahan seluas 23.000 hektar di Kecamatan Teluk Sebong, Bintan. Di kawasan itu terdapat 15 hotel dan resor premium serta beberapa obyek wisata lain yang sejak 1990-an dirancang untuk menarik turis mancanegara.
Pada 2019, pengunjung di Lagoi mencapai 1,2 juta wisatawan. Lebih kurang 250.000 orang di antaranya berasal dari Singapura. Pariwisata Lagoi menyumbang Rp 170 miliar dari total Rp 300 miliar pendapatan asli daerah Bintan.
Namun, kunjungan turis asing lenyap sejak pandemi Covid-19 terjadi pada awal 2020. Saat ini, pengunjung Lagoi sebagian besar hanya wisatawan domestik. Alhasil, tingkat okupansi kamar hanya berkisar 5-10 persen.
Pada 25 September 2020, sembilan menteri mengadakan rapat koordinasi terkait penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Dalam forum itu muncul rencana menjadikan Lagoi sebagai gelembung wisata bagi turis asing.
Secara umum, konsep gelembung wisata merupakan sebuah koridor pariwisata antarnegara yang memungkinkan warganya keluar masuk negara dalam gelembung dengan bebas tanpa harus menjalani karantina. Cara ini diharapkan bisa menggerakkan kembali sektor pariwisata di negara dalam gelembung tersebut.
Ray menuturkan, apabila nanti pemerintah sudah menetapkan gelembung wisata, kawasan Lagoi akan dibagi menjadi dua zona. Kawasan resor dan hotel akan dikhususkan bagi wisatawan yang telah divaksinasi secara lengkap. Adapun obyek wisata lain seperti pantai akan tetap dibuka untuk masyarakat umum.
Kawasan resor dan hotel akan dikhususkan bagi wisatawan yang telah divaksinasi secara lengkap.
Sejak tahun lalu, pengelola Lagoi juga telah menempatkan QR Code di setiap pintu masuk hotel, resor, serta obyek wisata lain. Tujuannya, untuk mencatat mobilitas pengunjung selama berada di dalam kawasan Lagoi.
Selain itu, jadwal kerja karyawan akan diubah. Dalam satu bulan, mereka akan bekerja selama dua minggu. Adapun selama di dalam kawasan, mereka diharuskan berada di asrama pekerja. Hal ini untuk mengontrol interaksi karyawan dengan masyarakat di luar kawasan Lagoi.
”Kami sangat serius soal perlindungan pekerja. Kami tidak mau karyawan tertular Covid-19, apalagi kalau sampai menularkan ke tamu,” ucap Ray.
Seluruh pekerja di dalam kawasan Lagoi dibekali dengan blue pass. Alat itu berfungsi untuk mencatat kontak dekat para karyawan selama bekerja. Hal ini akan membantu gugus tugas untuk melacak kontak dekat para karyawan apabila mereka terpapar Covid-19.
Selangkah lagi
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Bintan Wan Rudy Iskandar mengatakan, pemerintah daerah terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat maupun dengan Pemerintah Singapura untuk dapat segera mewujudkan gelembung wisata di Lagoi.
”Kami fokus mengejar Singapura sebagai pasar terdekat supaya wisata di Lagoi dapat segera bangkit. Harapannya, travel bubble sudah bisa terealisasi pada awal atau pertengahan November,” kata Rudy.
Sejak 14 Oktober lalu, pemerintah sebenarnya telah membuka akses wisatawan dari 19 negara untuk masuk ke Bali dan Kepri. Adapun Singapura tidak termasuk dalam daftar 19 negara asal turis yang diizinkan masuk ke Bali dan Kepri.
Sejumlah syarat yang dinilai memberatkan itu adalah turis asing diwajibkan menjalani karantina selama lima hari setelah tiba di Bali dan Kepri. Selain itu, mereka juga harus memiliki asuransi kesehatan dengan nilai 100.000 dollar AS atau sekitar Rp 1,4 miliar.
”Pasar utama pariwisata Kepri adalah turis dari Singapura. Kunjungan mereka rata-rata hanya berlangsung 3-5 hari. Jadi sangat berat kalau mereka harus karantina dulu selama lima hari,” ujar Rudy.
Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Bintan dan Pemerintah Provinsi Kepri terus menggesa pelaksanaan gelembung wisata di Lagoi. Dengan konsep itu, turis asing tidak perlu menjalani karantina selama lima hari.
Pada 10 Oktober lalu, Gubernur Kepri Ansar Ahmad menyatakan, pengelola wisata di Lagoi telah sangat siap menerapkan gelembung wisata bagi turis dari Singapura. Ia berharap pemerintah pusat dapat segera memberikan arahan teknis terkait penerapan gelembung wisata di Lagoi dalam waktu dekat.