Segala Cara Ditempuh demi Terhubung dengan Konsumen
Pemasaran yang personal masih jadi jurus yang ampuh bagi pemilik merek untuk menggaet pembeli. Beragam solusi teknologi digital muncul memberikan rekomendasi barang/layanan yang sesuai karakter konsumen.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Cara pemasaran yang menitikberatkan pada personalisasi kebutuhan konsumen akan tetap dipakai oleh para pemilik merek. Mereka berusaha membaca topik yang sedang menjadi tren sampai mempelajari pola perilaku konsumen selama berselancar, baik melalui peramban maupun aneka aplikasi layanan barang dan jasa.
Selama dua dekade terakhir, pemilik jenama telah membuktikan bahwa cara pemasaran yang menitikberatkan pada personalisasi kebutuhan konsumen berhasil. Managing Director ADA Indonesia—perusahaan solusi teknologi pemasaran digital—Suraj Sivaprasad dalam wawancara khusus, Rabu (22/9/2021), di Jakarta, mengatakan, upaya itu membuat pemilik merek tetap relevan dengan konsumen. Hanya saja, sumber data serta media pemasaran yang muncul berubah signifikan antara dua dekade lalu dan saat ini.
”Sebelumnya, cara pemasaran yang menitikberatkan pada personalisasi kebutuhan konsumen mungkin mengandalkan sumber data operator telekomunikasi seluler. Penyampaian pemasaran seperti itu juga masih dominan memakai layanan milik operator telekomunikasi seluler, seperti SMS. Jadi, konsumen akan mendapat kiriman SMS informasi penawaran barang dan jasa sesuai karakter rekam jejak mereka,” ujarnya.
Saat ini, sejalan dengan semakin terbiasanya konsumen dengan internet, segala jenis aplikasi layanan barang dan jasa bermunculan. Dari sisi pemilik merek, mereka berharap tetap bisa relevan dengan kebutuhan konsumen melalui rekomendasi yang sesuai.
”Sumber data yang diolah untuk menentukan pemasaran yang dipersonalisasi semakin besar. Pemilik merek dituntut terus membangun ekosistem data, berinvestasi dalam pembelajaran mesin, dan terus membenahi alat mengukur keberhasilan program pemasaran mereka,” kata Suraj.
Tahun lalu, Google mengumumkan akan bergabung dengan Safari Apple dan Firefox Mozilla untuk memblokir cookie di peramban Chrome. Hal ini membuat sejumlah pelaku industri atau jenama kalang kabut. Sebab, cookie pihak ketiga tersebut yang mendorong pergerakan sebagian besar ekosistem periklanan digital, baik sebagai mekanisme untuk mengidentifikasi dan memberikan pengalaman yang dipersonalisasi maupun sebagai cara untuk mengukur keberhasilan kampanye digital.
Tahun lalu, Google mengumumkan akan bergabung dengan Safari Apple dan Firefox Mozilla untuk memblokir cookie di peramban Chrome. Hal ini membuat sejumlah pelaku industri atau jenama kalang kabut.
Konsumen biasanya menggunakan peramban (browser) untuk berselancar di berbagai laman, seperti laman lokapasar dan laman media massa. Ketika buka, laman meminta pengguna untuk persetujuan cookie. Secara teknis, definisi cookie adalah file teks berisi potongan kecil data yang dibuat oleh laman yang dikunjungi konsumen. Data yang dimaksud berisi rekam jejak aktivitas daring pengguna selama mengunjungi laman. Dengan demikian, cookie bisa dipakai melacak, mempersonalisasi, dan menyimpan informasi preferensi pengguna di internet.
Menurut Suraj, fenomena tersebut tidak akan menghentikan pemilik merek untuk menjalankan cara pemasaran yang menitikberatkan pada personalisasi kebutuhan konsumen. Saat ini, sejumlah perusahaan teknologi informasi komunikasi (TIK), bukan hanya berlatar belakang telekomunikasi, terus mengembangkan aneka solusi teknologi pemasaran yang terpersonalisasi tanpa harus bergantung pada cookie pihak ketiga yang dimiliki perusahaan raksasa teknologi.
Vice President of Marketing BlueConic Michele Szabocsik, seperti dikutip dari Forbes, menyarankan tiga langkah yang bisa dilakukan oleh pemilik merek. Langkah pertama, mereka harus memiliki kendali yang kuat terhadap sumber data pertama yang mereka hasilkan. Kedua, demokratisasikan data pelanggan secara terpadu ke semua tim lintas fungsi di organisasi perusahaan.
Ketiga, cari teknologi yang tidak hanya menawarkan cara yang lebih sederhana dan terpusat untuk mengelola pengumpulan data pihak pertama di seluruh laman, tetapi juga melindungi dari perubahan privasi peramban di masa mendatang.
Dalam rantai sumber data yang diolah untuk cara pemasaran digital yang menitikberatkan pada personalisasi, perusahaan solusi teknologi pemasaran seperti ADA Indonesia berperan sebagai second data supplier. Untuk first data supplier contohnya pemilik merek, seperti Lazada, Shopee, dan media massa yang mengumpulkan sendiri data konsumen. Adapun third data supplier atau pihak ketiga mencakup, antara lain, media sosial dan peramban.
Melalui video
Sales Director of Premium Publisher Solutions ADA Ranjit Gogoi mengatakan, ADA telah memiliki solusi pemasaran dan periklanan untuk disematkan pada aplikasi video atau advertising video on-demand (AVOD). Solusi ini dimunculkan karena konsumen sekarang menggandrungi hiburan yang ditawarkan aplikasi video.
Layanan AVOD mulai berjalan di Indonesia sejak 2018. Tujuan utama layanan AVOD untuk meningkatkan kesadaran konsumen terhadap suatu merek produk. Sejumlah pemilik merek dari industri kecantikan sampai finansial telah memanfaatkannya.
Nilai konversi bisnis yang dihasilkan dari AVOD berkisar pada angka 0,5-1 persen. Dengan memanfaatkan sumber data kelolaan yang diubah menjadi wawasan aksi, AVOD dapat meningkatkan nilai klik konten iklan barang dan jasa milik mitra perusahaan merek ADA sebesar 1-17 persen dengan kemungkinan rasio pembelian barang dan jasa berkisar 12-43 persen.
”Dengan menggunakan AVOD, pemilik merek barang dan jasa terbantu memasang iklan di aplikasi video. Bersama dengan perusahaan iklan seluler mCanvas, kami ikut membantu pemilik merek merancang konten pemasaran dan iklan yang menitikberatkan pada personalisasi konsumen di aplikasi video berlangganan,” tuturnya.