Delapan dari sembilan fraksi di DPR menyetujui laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN 2020 yang diajukan pemerintah. Satu fraksi lain menyatakan menyetujui dengan catatan.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·5 menit baca
TANGKAPAN LAYAR TV PARLEMEN
Rapat Paripurna DPR membahas persetujuan Rancangan Undang-Undang Pelaporan Pelaksanaan APBN 2020, Selasa (7/9/2021), di Gedung DPR, Jakarta. Dalam rapat itu DPR menyetujui laporan yang disampaikan pemerintah.
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui laporan pertangungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020. Kinerja APBN dinilai menunjukkan daya tahan yang baik dalam menghadapi Covid-19, bahkan jika dibandingkan dengan negara lain yang stimulus fiskalnya lebih baik. Namun, pemerintah tetap diminta menindaklanjuti rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan terhadap beberapa kekurangan yang ditemui di dalam pelaksanaan APBN 2020.
Dalam rapat paripurna, Selasa (7/9/2021), DPR yang diwakili oleh Badan Anggaran (Banggar) menyampaikan ulasan, masukan, serta ringkasan sikap fraksi terhadap laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN 2020 yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dari sembilan fraksi, delapan fraksi menerima seluruh laporan pertanggungjawaban APBN 2020. Adapun satu fraksi, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS), menerima laporan dengan catatan.
Wakil Ketua Banggar DPR dari Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono mengatakan, pelaksanaan APBN 2020 mengalami tekanan yang sangat besar karena pandemi Covid-19. Pandemi tidak hanya mengubah tatanan kehidupan masyarakat, tetapi juga memengaruhi perekonomian. Selama pandemi, aktivitas perekonomian turun, begitu juga pendapatan negara. Selain itu, terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pembiayaan negara yang meningkat.
Namun, di tengah upaya dan kerja keras, serta terobosan yang biasanya tidak diperlukan dalam penyelenggaraan negara di masa normal itu, kinerja APBN menunjukkan daya tahan yang baik dalam menghadapi Covid-19. ”Indikasi makroekonomi yang minus 2,1 persen menunjukkan kondisi yang lebih baik jika dibandingkan dengan negara yang memiliki stimulus fiskal yang lebih baik daripada kita, seperti Uni Eropa, India, bahkan Jepang,” ucap Edhie Baskoro.
TANGKAPAN LAYAR TV PARLEMEN
Wakil Ketua Badan Anggaran DPR Edhie Baskoro Yudhoyono membacakan tanggapan atas Rancangan Undang-Undang Pelaporan Pelaksanaan APBN 2020 dalam rapat paripurna, Selasa (7/9/2021) di Ruang Paripurna DPR, Jakarta.
Menurut Banggar DPR, APBN menjadi jangkar strategis sebagai salah satu instrumen negara menghadapi pandemi. DPR melalui Banggar mendukung penuh atas respons cepat pemerintah melalui kebijakan luar biasa (extraordinary policy). Dengan alasan itu, DPR mendukung keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Keluarnya perppu yang kemudian disahkan menjadi UU No 2/2020, dan diikuti dengan Peraturan Presiden (Perpres) No 72/2020, memberikan kewenangan dan fleksibilitas dalam pengelolaan APBN, imunitas penyelenggara negara, tetapi dengan tetap menutupi risiko moral hazard (penyimpangan).
”Pelaksanaan APBN 2020 itu mampu mengurangi keterpurukan krisis akibat Covid-19, dan bangkit kembali dengan APBN ke depan tetap memperhatikan kesinambungan,” ujarnya.
Kendati demikian, fraksi-fraksi di DPR dalam pandangannya memberikan dorongan kepada pemerintah untuk segera menindaklanjuti 26 rekomendasi yang disampaikan oleh BPK. Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP), bahkan, mendorong pemerintah mengambil tindakan hukum dan memastikan. Selain itu, juga mendorong agar temuan-temuan BPK tak terjadi dalam pelaksanaan APBN tahun anggaran berikutnya.
Adapun Fraksi Partai Golkar (F-PG) meminta pemerintah lebih terukur dan cermat dalam mengelola kekayaan negara. Pemerintah juga diminta mempertimbangkan opini BPK dengan wajar tanpa pengecualian (WTP) sebagai basis pertimbangan dalam mengalokasikan anggaran kementerian dan lembaga.
TANGKAPAN LAYAR TV PARLEMEN
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad saat memimpin Rapat Paripurna DPR yang membahas persetujuan tingkat dua terhadap Rancangan Undang-Undang Pelaporan Pelaksanaan APBN 2020, Selasa (7/9/2021), di Jakarta.
Sementara itu, Fraksi Gerindra menilai serapan belanja negara belum berbanding lurus dengan peningkatan ekonomi, serta tidak berhasil meredam pengangguran dan kemiskinan. Tak hanya itu, F-Gerindra juga mendorong serapan anggaran daerah ditingkatkan untuk memperbaiki kualitas pembangunan.
Mengenai efektivitas dan efisiensi anggaran, Fraksi Nasdem dan Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) mendorong perbaikan perencanaan APBN agar sisa lebih penggunaan anggaran (silpa) tidak terlalu besar. Pada APBN 2020 terdapat silpa Rp 245,6 triliun.
Kebijakan cepat dan tepat diingatkan oleh Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) dalam menghadapi kondisi darurat. Namun, transparansi dan akuntabilitas juga dituntut untuk tetap dijaga dalam pengelolaan APBN. Adapun Fraksi Partai Demokrat (F-PD) meminta pemerintah tetap fokus dalam penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi nasional. Sementara Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) mengingatkan pemerintah untuk mengikuti rekomendasi BPK dan meningkatkan laporan keuangan sejumlah lembaga yang belum diberi opini WTP.
Sementara Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) meminta pemerintah bersungguh-sungguh memperhatikan dan menindaklanjuti rekomendasi BPK dan fokus dalam merumuskan kebijakan yang cepat dalam menangani pandemi.
Tantangan luar biasa
Menanggapi persetujuan DPR, Menkeu Sri Mulyani mengatakan, pemerintah menyampaikan penghargaan terhadap DPR atas dukungan dan kerja sama yang baik. Dengan persetujuan ini, siklus pengelolaan APBN 2020 telah usai. ”Sekalipun tantangannya luar biasa, pemerintah berkomitmen menjaga tata kelola keuangan tetap baik dan akan menindaklanjuti rekomendasi BPK,” katanya.
TANGKAPAN LAYAR TV PARLEMEN
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat Rapat Paripurna DPR yang membahas persetujuan tingkat dua terhadap Rancangan Undang-Undang Pelaporan Pelaksanaan APBN 2020, Selasa (7/9/2021), di Jakarta.
Dalam laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP), diakui oleh Sri Mulyani, masih ada dua laporan keuangan kementerian dan lembaga (LKLL) yang belum mendapatkan opini WTP. LKPP 2020 secara umum mendapatkan opini WTP. Opini itu merupakan hasil konsolidasi dari 86 LKLL dan 1 laporan keuangan bendahara umum negara (LKBUN). ”Pemerintah tidak akan berhenti di sini. Pemerintah konsisten agar informasi yang disajikan dalam LKPP itu berdaya guna dalam pengambilan kebijakan dan memiliki manfaat lebih luas, terutama dalam pengelolaan keuangan pemerintah,” katanya.
Terhadap dua LKLL yang belum mendapatkan opini WTP, menurut Sri Mulyani, pemerintah akan melakukan pendampingan dan asistensi kepada seluruh kementerian dan lembaga agar tata kelolanya semakin baik, efektif, dan berhasil guna. Di sisi lain, agar pertanggungjawaban APBN semakin berkualitas, transparan, dan akuntabel.
Sri Mulyani mengatakan, dengan dukungan penuh DPR dan seluruh komponen bangsa, Indonesia mampu menangani dan mengantisipasi dampaknya yang sungguh luar biasa. Indonesia dipandang mampu mencegah penularan pada tingkat yang relatif rendah, bahkan jika dibandingkan dengan negara lain yang memiliki pendapatan per kapita lebih tinggi, sumber daya yang lebih banyak, dan sistem kesehatan yang jauh lebih maju.
Instrumen APBN, menurut Sri Mulyani, berhasil menahan laju kontraksi ekonomi minus 2,07, dan ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki level kontraksi ekonomi yang moderat sebagai dampak dari Covid-19. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 pun relatif lebih baik daripada rata-rata pertumbuhan ekonomi negara di Asia Tenggara yang rata-rata mengalami kontraksi hingga minus 4 persen akibat Covid-19. ”Kontraksi dan pertumbuhan ekonomi 2020 itu jauh lebih baik daripada rata-rata negara G-20 yang mengalami kontraksi minus 4,7 persen,” katanya.
Atas hasil ini, Sri Mulyani mengatakan, hal itu juga berkat dukungan DPR yang menyetujui UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perpppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang.