Selain meningkatkan akses petani ke pupuk, benih unggul, dan mekanisasi, investasi pemerintah perlu difokuskan pada pembangunan infrastruktur pendukung, seperti jalan, listrik, saluran irigasi, dan akses ke pelabuhan.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Produktivitas sejumlah komoditas hortikultura nasional cenderung stagnan selama 2014-2019. Selain mendorong produktivitas petani dan lahan, sejumlah upaya perlu ditempuh, antara lain menggenjot penggunaan bibit unggul, memperbaiki teknik budidaya, meningkatkan akses petani ke pupuk, serta menangani serangan hama dan organisme pengganggu tanaman.
Komoditas yang cenderung stagnan produktivitasnya antara lain bawang merah dan cabai besar. Data Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pertanian menyebutkan, produktivitas bawang merah berfluktuasi, yakni dari 10,065 ton per hektar tahun 2015, lalu turun menjadi 9,295 ton per hektar tahun 2017, dan naik menjadi 9,926 ton per hektar tahun 2019.
Produktivitas cabai besar juga berfluktuasi selama periode waktu tersebut. Namun, angkanya stagnan di kisaran 8-10 ton per hektar. Pada tahun 2019, produktivitas cabai besar tercatat 9,1 ton per hektar.
Tidak seperti bawang merah dan cabai besar, produktivitas cabai rawit meningkat pada 2015-2019. Pada periode waktu itu, produktivitas cabai rawit mengalami peningkatan 6,9 persen per tahun. Pada 2019 produktivitas cabai rawit mencapai 8,232 ton per hektar.
Peneliti Center Indonesia Policies Studies (CIPS), Aditya Alta, berpendapat, stagnannya produktivitas tanaman hortikultura menandakan bahwa selama ini proses budidayanya masih dijalankan dengan cara yang sama sehingga hasilnya pun tidak banyak berubah.
”Ini menunjukkan petani memerlukan akses yang lebih baik terhadap sarana dan prasarana produksi pertanian,” ujar Aditya dalam webinar bertajuk ”Memajukan Petani Tanaman Pangan dan Hortikultura”, Kamis (19/8/2021).
Menurut Aditya, peningkatan produktivitas produk pertanian menjadi penting di tengah permintaan yang cenderung naik. Selain jumlah penduduk yang meningkat, pertanian menghadapi tantangan terkait keterbatasan lahan pertanian baru.
Peningkatan permintaan yang tidak diikuti penambahan produksi akan mendongkrak impor pangan yang akhirnya menekan kesejahteraan petani. ”Peningkatan produktivitas perlu dilakukan untuk memenuhi permintaan pangan dan mendorong kesejahteraan petani,” ujar Aditya.
Guna mendorong produktivitas pertanian, pihaknya mengusulkan beberapa langkah, antara lain pengembangan riset untuk menciptakan varietas unggul baru serta relaksasi impor bahan baku pupuk dan benih. Selain itu, investasi pemerintah perlu difokuskan pada pembangunan infrastruktur pendukung, seperti jalan, listrik, saluran irigasi, dan akses ke pelabuhan yang mempermudah petani.
”Peningkatan pengetahuan dan kapasitas petani dengan kegiatan penyuluhan, baik yang disediakan pemerintah maupun swasta,” ujar Aditya.
Menurut Sekretaris Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Retno Sri Hartati Mulyandari, tanaman hortikultura memiliki banyak ragam. Menurut Pedoman Statistik Pertanian Hortikultura Tahun 2020, terdapat 87 jenis tanaman dalam golongan hortikultura yang terdiri dari 27 jenis buah, 26 jenis sayuran, 15 jenis tanaman obat, dan 19 jenis tanaman hias.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, pertumbuhan produksi hortikultura periode 2000-2020 mencapai 10,91 persen. Pertumbuhan tertinggi berasal dari jenis tanaman hias, yakni 7,31 persen, dan tanaman obat yang tumbuh 6,32 persen.
Akan tetapi, kata Sri Hartati, ada sejumlah tantangan dalam upaya peningkatan produktivitas tanaman hortikultura, antara lain proses budidaya yang masih tradisional, terbatasnya akses pengairan, benih unggul, pendampingan yang belum memadai, sampai perubahan iklim global.